KPK Tetapkan Direktur PT HTK Tersangka Baru Kasus Suap Bowo Sidik

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari OTT yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Okt 2019, 01:15 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2019, 01:15 WIB
Direktur Humpuss Transportasi Kimia Hindari Wartawan Usai Diperiksa KPK
Ekspresi Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Taufik Agustono usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/4). Taufik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono sebagai tersangka kasus suap kerjasama pengangkutan bidang pelayaran.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan pada 28 Maret 2019 yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso, Indung, serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, dalam proses penyidikan, KPK mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan proses persidangan. Komisi antirasuah kemudian menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain.

"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan satu orang sebagai tersangka, yaitu TAG (Taufik Agustono), Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019).

Alex merinci, PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama tahun 2013-2018. Pada tahun 2015, kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik. Bowo kemudian bertemu dengan anak buah Taufik, Asty Winanty.

Alex menuturkan, hasil pertemuannya dengan Bowo yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal.

"Dalam proses tersebut, kemudian BSP (Bowo Sidik) meminta sejumlah fee. Tersangka TAG (Taufik) sebagai Direktur PT HTK, membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk BSP," kata komisioner KPK itu.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Uang Muka Rp 1 Miliar

KPK Kembali Periksa Bowo Sidik Pangarso
Anggota DPR dari Fraksi Golkar nonaktif Bowo Sidik Pangarso berjalan akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/7/2019). Bowo Sidik Pangarso diperiksa sebagai tersangka terkait aliran suap dari berbagai instansi kementerian BUMN. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Pada tanggal 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT PILOG dengan PT HTK, yang salah satu materi MoUnya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK. Setelah adanya MoU tersebut, disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo.

Kemudian Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp 1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU itu.

"Permintaan ini disanggupi oleh tersangka TAG selaku Direktur PT HTK dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK. Namun dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya," kata Alex.

Pada rentang waktu 1 November 2018-27 Maret 2019, diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada Bowo. Rinciannya, USD 59.587 pada 1 November 2018, USD 21.327 pada 20 Desember 2018, USD 7.819 pada 20 Februari 2019, dan Rp 89.449.000 pada 27 Maret 2019.

"Di PT HTK, uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama BSP (Bowo)," kata dia.

Taufik diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya