Liputan6.com, Jakarta - Penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu merupakan salah satu janji pemerintah yang selalu ditunggu. Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Menko Polhukam Mahfud Md mewacanakan tentang pembentukan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Oleh karena itu, Kemenkopolhukam akan mengundang keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu.
"Pasti semua (keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu). Namanya mencari penyelesaian masalah secara komprehensif, pasti semua elemen terkait diundang," kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Advertisement
Menurut dia, pemerintah akan mendengar semua masukan dari keluarga korban. "Akan tetapi semua harus fair," lanjut Mahfud.
Fair yang dimaksudnya adalah, keluarga korban juga diminta mendengarkan suara pemerintah. Sehingga penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu cepat dilakukan.
"Fair artinya harus terbuka. Jangan ngotot-ngotot, sudah tidak bisa, masih aja ngotot gitu. Intinya nanti kita lihat saja," kata Mahfud Md.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masuk Prolegnas
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan sudah merancang konsep pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Tinggal nanti dibicarakan lagi. Sudah ada kok itu (konsepnya) sudah lama. Tinggal di follow up lagi," kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Menurut dia, pembicaraan konsep itu harus menunggu KKR ini masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 terlebih dahulu.
"Kan harus masuk Prolegnas dulu dong. Ini Prolegnas belum jadi, sudah bicara materi, gimana sih? Kan Prolegnas masih akan disahkan 18 Desember, berlaku 2020," ungkap Mahfud.
KKR pernah dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004. Namun, UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga dibubarkan
MK meminta untuk dibentuk KKR baru yang sejalan dengan UUD 1945, dan menjunjung tinggi prisip-prinsip hukum humaniter dan hukum hak asasi manusia internasional.
Berdasarkan laman resmi DPR, KKR sempat masuk Prolegnas 2 Februari 2015. Adapun, itu sudah sampai masuk di tingkat II, yaitu menunggu pengambilan keputusan RUU menjadi UU oleh Rapat Paripurna atau persetujuan RUU menjadi UU. Akan tetapi sampai sekarang belum disahkan.
Advertisement