BMKG: Cuaca Ekstrem akan Terjadi di Sejumlah Wilayah Indonesia

Deputi Bidang Metorologi Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan bahwa pertumbuhan awan hujan di sejumlah wilayah di Indonesia termasuk di Jabodetabek masih sangat tinggi

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jan 2020, 19:06 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2020, 19:06 WIB
Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi Sepekan ke Depan
Awan mendung menggelayut di langit Jakarta, Kamis (1/2). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi curah hujan dari sedang hingga tinggi akan terjadi hingga 1 minggu ke depan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Banjir dan longsor masih menjadi ancaman bagi sejumlah wilayah di Indonesia. Tak hanya Jabodetabek, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih akan terjadi hingga 12 Januari mendatang.

Deputi Bidang Metorologi Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan bahwa pertumbuhan awan hujan di sejumlah wilayah di Indonesia termasuk di Jabodetabek masih sangat tinggi. Selain itu pergerakan angin monsun asia pun masih sangat signifikan.

Adapun sejumlah wilayah Indonesia yang diprediksi dilanda cuaca ektrem antara lain Pulau Jawa Bagian Barat, Pantura Jawa, Sumatera Selatan Bagian Timur, Kalimantan Bagian Tengah dan Selatan, Serta Papua Bagian Barat.

Sementara itu, Sumatera Bagian Barat, Bengkulu, hingga Jambi juga diperkirakan akan mengalami hujan dengan intensitas yang cukup tinggi.

“Jabodetabek sebelah Utara dan Selatan juga berpotensi terkena. Tidak hanya Jabodetabek, Sumatera Bagian Barat, Bengkulu hingga Jambi bagian Barat potensi hujannya juga cukup tinggi,” kata Mulyono di Gedung KapanLagi Youniverse, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).

Mulyono menambahkan bahwa sampai saat ini belum dapat diprediksi apakah curah hujan yang turun di Jabodetabek pada tanggal 12 Januari 2020 akan setinggi curah hujan yang mengguyur Ibu Kota pada 1 Januari 2020.

“Ini belum puncak masih awal, sehingga hujan dengan intensitas sedang-lebat masih berpotensi terjadi. Sampai akhir Januari masih berpotensi,” ujar Mulyono.

Selain itu, menurut Mulyono perubahan cuaca tidak hanya karena unsur internal saja tetapi juga dikarenakan faktor eksternal seperti akibat buang sampah sembarangan dan sistem drainase yang buruk.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Faktor Eksternal

Deputi Bidang Metorologi Mulyono Rahadi Prabowo dan Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudja di Dear Netizen.
Deputi Bidang Metorologi Mulyono Rahadi Prabowo dan Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudja di Dear Netizen. (Winda Nelfira/Liputan6.com)

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudja. Dia menyebut bahwa standar operasional prosedur (SOP) yang lama sudah tidak relevan untuk menangani banjir Jakarta.

Selain itu, menurut dia pengoperasian pompa air saat banjir juga sudah tidak sesuai. Tak hanya itu, dia pun menyinggung tentang sistem kanal Barat dan Timur yang tidak akan efektif jika air permukaan tidak dikontrol.

Berdasarkan data yang dimiliki Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Elisa mengatakan bahwa sejumlah gedung-gedung di Ibu Kota belum mempunyai sumur serapan dan 39 di antaranya mempunyai gedung serapan yang tidak sesuai.

“Sudirman-Thamrin itu baru punya satu sumur serapan, jadi coba paksa yang punya gedung punya sumur serapan,” kata Elisa.

 

(Winda Nelfira)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya