KPAI: Semua yang di Sekolah Berpotensi Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Anak

Margareth mengungkapkan, sepanjang 2019, terdapat 321 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke KPAI. Baik itu kekerasan fisik, seksual maupun perundungaan.

oleh Yopi Makdori diperbarui 22 Feb 2020, 04:13 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2020, 04:13 WIB
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, semua pihak di lingkungan sekolah  berpotensi melakukan kekerasan seksual terhadap anak.

"Kasus kekerasan seksual ini pelakunya bermacam-macam. Ada guru, kepala sekolah, petugas-petugas atau penjaga sekolah. Seluruh tenaga yang ada di sekolah bisa punya potensi menjadi pelaku kekerasan seksual," ucap Komisioner KPAI Margaret Aliyatul Maimunah di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Menurut dia, kekerasan seksual bisa dilakukan di mana pun di lingkungan sekolah. Baik itu perpustakaan, ruang kelas, laboratorium, ruang ganti pakaian, itu semua punya potensi untuk dijadikan sebagai tempat kekerasan seksual anak.

Margareth mengungkapkan, sepanjang 2019, terdapat 321 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke KPAI. Baik itu kekerasan fisik, seksual maupun perundungaan.

"Untuk kasus kekerasan seksual saya perlu mengingatkan bahwa korban bukan hanya perempuan. Mungkin kita berpikir perempuan harus kita protect, tapi sekarang kondisinya tidak seperti itu. Hari ini anak laki-laki pun juga banyak yang menjadi korban kekerasan seksual oleh kaum pedofil," beber dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pasang CCTV

Margaret juga mengimbau kepada pihak Kemendikbud untuk selektif perekrutan tenaga pendidik di lingkungan instansinya. Dia juga meminta supaya perlu adanya penguatan akan kesadaran terhadap fenomena kekerasan seksual di lingkungan sekolah.

"Kemudian sekolah untuk ramah anak saya kira suatu hal yang sangat urgen untuk diterapkan di sekolah. Karena ini bisa strategi untuk menghindari kasus-kasus kekerasan di sekolah," ucapnya.

Di samping itu, Margaret meminta suapaya pihak sekolah memberikan edukasi atau pemahaman mengenai perlindungan anak di sekolah lewat komite sekolah. Selain juga edukasi terhadap anak itu sendiri.

"Terkait dengan apa? Misalnya anak harus tahu bahwa ada bagian-bagian penting dari tubuhnya yang tidak bisa dipegang oleh orang lain. Kalau itu dilakukan anal bisa berteriak," ucap dia.

Terakhir, kata Margaret sekolah-sekolah perlu memasang CCTV di setiap sudut sekolah. Fungsinya sebagai kontrol supaya para pelaku sedikit memiliki ruang gerak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya