Jerat Pidana Pengambil Paksa Jenazah Corona

Polisi mengamankan 33 orang terkait kasus penjemputan paksa jenazah corona. Lima orang yang diamankan dinyatakan reaktif virus setelah dites cepat.

oleh Nafiysul QodarNanda Perdana Putra diperbarui 11 Jun 2020, 00:01 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2020, 00:01 WIB
Penangkapan Ditangkap Penahanan Ditahan
Ilustrasi Foto Penangkapan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) terkait virus corona Covid-19 diambil paksa anggota keluarganya marak terjadi di Indonesia beberapa hari terakhir. 

Tragisnya, tak sedikit jenazah PDP yang akhirnya dinyatakan positif Covid-19 setelah hasil tes swabnya keluar. Sementara pihak keluarga tidak memakamkan jenazah tersebut sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Insiden tersebut terjadi di sejumlah daerah, antara lain: Makassar, Sulawesi Selatan; Bekasi, Jawa Barat; Surabaya, Jawa Timur; Bone Bolango, Gorontalo; dan Manado, Sulawesi Utara.

Polisi merespons serius aksi nekat warga di tengah masa pandemi corona Covid-19 yang juga menjadi bencana nasional non-alam di Indonesia. Apalagi aksi tersebut dapat membahayakan keselamatan orang lain.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, kepolisian telah menetapkan 12 tersangka terkait pengambilan paksa jenazah corona Covid-19. Kasus tersebut berasal dari sejumlah daerah.

Awi merinci, penyidik Polrestabes Makassar menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Akbar dan Hendra atas kasus pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 di RSJ Dadi, Makassar. Kasus di RS Stella Maris, Makassar juga dua tersangka, yakni Sumarjono dan Agung.

Selanjutnya, enam orang ditetapkan tersangka untuk perkara pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 di RS Labuang Baji, Makassar. Para tersangka yaitu Sampara, Aris alias Bojes, Daeng, Saung, Amir, dan Kamal Losari.

Adapun kasus pengambilan paksa pasien diduga positif Covid-19 di RS Bhayangkara Polda Sulsel, polisi menetapkan dua tersangka yaitu Rahman Akbar dan Rahmawati.

"Malam ini rencananya akan bergerak melakukan penangkapan terhadap para tersangka. Tim gabungan di lapangan sudah dibentuk yaitu terdiri dari tim Resmob, Brimob, Sabhara Polda Sulsel dan Jatanras Polrestabes Makassar," kata Awi.

Dari hasil gelar perkara awal, semua tersangka dijerat Pasal 214 KUHP Juncto Pasal 335 KUHP Juncto Pasal 336 KUHP Juncto Pasal 93 KUHP Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018.

Aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) menindak tegas warga yang mengambil paksa jenazah Covid19 dari sejumlah Rumah Sakit di Makassar. (Liputan6.com/Eka Hakim)

Sementara itu, Polda Sulawesi Selatan mengamankan 33 orang terkait kasus pengambilan paksa jenazah pasien corona Covid-19. Mereka dijemput satu per satu dari rumahnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

kata Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Ibrahim Tompo mengatakan, 33 orang tersebut langsung dilakukan pemeriksaan cepat atau rapid test corona. Hasilnya, lima di antaranya menunjukkan reaktif terpapar virus.

"Semua diperiksa rapid test dan hasilnya lima yang reaktif," tutur Ibrahim saat dikonfirmasi, Rabu (10/6/2020).

Menurut Ibrahim, lima orang tersebut kini menjalani isolasi di sebuah hotel di kawasan Jalan Perintis, Makassar. Warga yang diamankan tersebut terlibat pengambilan paksa jenazah Covid-19 di empat rumah sakit yakni RS Deli, RS Stellamaris, RS Bhayangkara Sulsel, dan RS Labuang Baji.

"Pasal yang diterapkan yaitu pasal 214, 335, 336, dan pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2019. Ancaman hukuman sampai 7 tahun," kata Ibrahim.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sulsel Marak Provokasi dan Hoaks

Tagana memakamkan jenazah korban Covid-19.
Tagana memakamkan jenazah korban Covid-19. (foto: dokumentasi: Kemensos)

Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, mengklaim penyebaran virus Corona Covid-19 di wilayahnya sejatinya sudah bisa dikendalikan. Hanya saja, penanganan Covid-19 di Sulsel terkendala masifnya penyebaran kabar bohong alias hoaks dan provokasi.

Menurut Nurdin, rantai penularan terjadi lagi setelah sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab menyebarkan kabar bohong kepada masyarakat Sulawesi Selatan bahwa Covid-19 tidak berbahaya.

"Memang masalah yang kita hadapi adalah masih adanya sekelompok orang yang terus melakukan, menyebarkan berita-berita hoaks, terutama tidak usah dipedulikan Covid, covid itu tidak berbahaya. Itu banyak yang membuat masyarakat jadi bimbang," kata Nurdin dalam Talk Show 'Masa Transisi di Sulawesi: Strategi dari Zona Merah ke Zona Hijau?' yang disiarkan YouTube BNPB Indonesia, Rabu (10/6/2020).

Akibat informasi hoaks itu, masyarakat mulai melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Masyarakat juga mulai meragukan kebenaran informasi yang disampaikan pemerintah.

Selain informasi hoaks, aksi provokasi juga terjadi di Sulawesi Selatan. Nurdin menyebut, berkali-kali terjadi pengambilan paksa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) oleh pihak keluarga dari rumah sakit.

"Perebutan jenazah ada di tiga rumah sakit itu menjadi kluster baru," jelasnya.

Nurdin memastikan, pihaknya tak akan tinggal diam atas aksi kelompok yang tidak bertanggung jawab ini. Dia memastikan sudah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan Polda Sulawesi Selatan untuk memburu penyebar kabar bohong dan provokatornya.

"Sekarang kita lebih aktif untuk memburu orang-orang itu," pungkasnya.

Kapolri Keluarkan Telegram

Panglima dan Kapolri Tinjau Apel Gelar Pasukan Operasi Ketupat 2019
Petugas kepolisian mengikuti apel operasi ketupat 2019 di lapangan Silang Monas, Jakarta, Selasa (28/5/2019). Objek pengamanan dalam Operasi Ketupat Tahun 2019, antara lain berupa 898 terminal, 379 stasiun kereta api, 592 pelabuhan 212 bandara. (merdeka.com/Imam Buhori)

Kasus pengambilan paksa jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau bahkan pasien positif virus Corona (Covid-19) yang belakangan marak terjadi di masyarakat menjadi perhatian serius Polri.

Kapolri Jenderal Idham Azis pun mengeluarkan Surat Telegram Nomor ST/1618/VI/Ops.2/2020 tanggal 5 Juni 2020. Isinya agar para pimpinan Polri dapat segera berkoordinasi dan bekerja sama untuk mendorong pihak rumah sakit melakukan uji swab terhadap pasien yang dirujuk.

"Terutama pasien yang sudah menunjukkan gejala Covid-19, memiliki riwayat penyakit kronis, atau dalam keadaan kritis," tutur Kabaharkam Polri Komjen Agus Andrianto dalam keterangan, Selasa (9/6/2020).

Agus menyampaikan, instruksi tersebut diharapkan dapat mempercepat kepastian status pasien yang dirujuk apakah positif atau negatif Corona.

"Sehingga tidak timbul keraguan dari pihak keluarga kepada pihak rumah sakit terkait tindak lanjut penanganan pasien," kata Kepala Operasi Terpusat Kontijensi Aman Nusa II Penanganan Covid-19 Tahun 2020 itu.

Surat Telegram tersebut juga memerintahkan para Kasatgas, Kasubsatgas, Kaopsda atau Kapolda, dan Kaopsres atau Kapolres Opspus Aman Nusa II 2020, untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak rumah sakit rujukan Covid-19 agar dapat secara akurat memastikan penyebab kematian pasien.

"Jika jenazah yang dimaksud telah dipastikan positif Covid-19, maka proses pemakamannya harus dilakukan sesuai prosedur Covid-19. Namun jika jenazah terbukti negatif Covid-19, proses pemakamannya dapat dilakukan sesuai dengan syariat atau ketentuan agama masing-masing," kata Agus.

Meski begitu, Agus meminta kepada pihak keluarga atau kerabat agar tetap menerapkan protokol kesehatan saat melakukan proses pemakaman. Baik itu menggunakan masker dan menjaga jarak aman.

"Terus berikan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait proses pemakaman jenazah Covid-19, sehingga tidak terulang kembali kejadian seperti dalam video yang viral kemarin. Termasuk jangan sampai ada lagi penolakan pemakaman pasien Covid-19 oleh masyarakat," Agus menandaskan.

Sementara untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang, aparat kepolisian menjaga ketat sejumlah rumah sakit di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Wilayah tersebut paling banyak kasus pengambilan paksa jenazah pasien corona.

Wakapolrestabes Makassar AKBP Asep Marsel Suherman mengkhawatirkan banyak dampak yang timbul jika kejadian ini terus berulang.

"Kita akan tempatkan anggota di beberapa rumah sakit agar kejadian itu tidak terulang. Banyak dampak yang ditimbulkan jika hal itu terus berulang, makanya penempatan anggota di rumah sakit sangat penting," ujar Asep di Makassar, seperti dilansir Antara, Selasa (9/6/2020).

Dia mengatakan, penempatan aparat personel di setiap rumah sakit dimaksudkan agar warga, khususnya keluarga pasien PDP tidak berbuat seenaknya dengan menyerbu rumah sakit untuk membawa pulang kerabatnya yang tengah menunggu hasil swab.

Menurut dia, hal itu juga dilakukan untuk melindungi masyarakat dari penularan wabah Corona. Terlebih, obat atau vaksin dari virus Corona belum ditemukan.

Personel yang akan ditempatkan di rumah sakit tersebut merupakan gabungan anggota dari Polrestabes Makassar maupun dibantu Polda Sulawesi Selatan serta jajaran polsek setempat.

"Kami harap masyarakat tidak melakukan hal-hal yang bisa berakibat bagi keluarga dan tetangga. Mari saling menjaga dan menguatkan, kita ikuti imbauan pemerintah dan serahkan semuanya kepada para tenaga medis," tutur Asep.

AKBP Asep Marsel Suherman didampingi Kabag Ops Polrestabes Makassar AKBP Anwar Danu tetap menekankan kepada setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas agar selalu mengedepankan sikap preemtif dan preventif yang humanis.

"Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di tempat pelaksanaan pengamanan maka segera melaporkan untuk dilakukan tindakan-tindakan hukum," ucap Asep.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya