Pedagang Pasar Pramuka Berharap Insentif Pemerintah Jelang PSBB Ketat

Pedagang alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, berharap bantuan dana insentif dari pemerintah untuk mengurangi dampak kerugian.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 14 Sep 2020, 13:52 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2020, 02:22 WIB
Ditutup Tiga Hari, Pasar Palmerah Disemprot Disinfektan
Petugas menyemprotkan Cairan Disinfektan di Pasar Palmerah, Jakarta, Kamis (25/6/2020). Penyemprotan dilakukan guna mencegah dan memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di Area pasar Palmerah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pedagang alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, berharap bantuan dana insentif dari pemerintah untuk mengurangi dampak kerugian selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat yang dimulai Senin, 14 September 2020.

"Harapan kami kepada pemerintah bisa diberikan fasilitas dan insentif. Tidak hanya pengusaha obat, tapi sektor lain alat kesehatan juga, sebab pada kenyataannya tidak ada," kata Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Pramuka, Edy Haryanto, di Jakarta, Sabtu (12/9/2020).

Edy mengungkapkan saat ini kekurangan pendapatan materi dari transaksi perdagangan di Pasar Pramuka berkisar 50 persen dari total nilai keseluruhan berkisar Rp 2-3 miliar per hari selama pandemi COVID-19.

"Kalau dihitung jumlah toko di sini ada 240 kios, misalnya satu toko sehari transaksinya paling sedikit Rp 3-5 juta, totalnya berkisar Rp 1-3 miliar. Itu di saat normal," katanya seperti dikutip dari Antara.

Edy menambahkan saat ini transaksi pedagang masih didominasi pemesanan obat dan alat kesehatan oleh instansi maupun layanan kesehatan seperti rumah sakit.

"Kalau pemesanan dari instansi dan rumah sakit porsinya sekitar 75 persen, sisanya transaksi langsung di toko," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jumlah Konsumen Berkurang

Edy mengatakan meski Pasar Pramuka masuk dalam kategori esensial atau jenis usaha vital yang memperoleh dispensasi operasional, namun rencana PSBB ketat di Jakarta diprediksi akan berdampak pada berkurangnya jumlah konsumen yang datang ke pasar.

Sebab pemberitahuan dari pemerintah terkait penularan COVID-19 yang masih tinggi di Jakarta akan membuat konsumen enggan membeli langsung ke kios pedagang.

Sementara untuk menjual obat-obatan secara online melalui layanan e-commerce, kata Edy, hingga saat ini belum ada payung hukum yang menaungi para pedagang.

"Pasti orang malas keluar rumah. Sementara obat-obatan tidak diizinkan dijual dengan sistem online. Sementara ini tidak ada regulasinya," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya