2 Jurnalis Diduga Alami Kekerasan saat Meliput Demo RUU Cipta Kerja

Dua jurnalis media online dari CNNIndonesia.com dan Suara.com, diduga mengalami kekerasan oleh pihak kepolisan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 09 Okt 2020, 12:25 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2020, 12:15 WIB
Sisa-Sisa Halte TransJakarta di Kawasan Bundaran HI
Kondisi halte transjakarta yang dibakar oleh massa perusuh di Kawasan Bundaran HI Jakarta, Jumat (9/10/2020). Demo menolak omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja diwarnai kericuhan dan pembakaran terhadap sejumlah halte Transjakarta. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Dua jurnalis media online dari CNNIndonesia.com dan Suara.com, diduga mengalami kekerasan oleh pihak kepolisan saat meliput demo protesnya RUU Cipta Kerja yang disahkan, Kamis 8 Oktober 2020 kemarin.

Thohirin, jurnalis CNNIdonesia.com, mengaku ponsel miliknya dirampas diduga oleh polisi di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, saat meliput demo RUU Cipta Kerja. Dia menuturkan, saat itu mengenakan identitas berikut rompi khusus wartawan.

Tak hanya dirampas, ponsel miliknya juga dibanting. Sementara kepalanya, yang menggunakan helm, sempat dipukul. "Jangan mentang-mentang wartawan. Kerja yang benar," kata Thohirin menirukan ucapan yang diduga merupakan petugas polisi, Jumat (9/10/2020).

Sementara itu, jurnalis Suara.com Peter Rotti diduga mengalami kekerasan saat meliput demo menolak RUU Cipta Kerja yang disahkan di Jalan MH Thamrin, Jakarta.

Saat itu, dia tengah merekam sejumlah polisi yang diduga mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar Halte TranJakarta Bank Indonesia. Bersama rekannya, tengah melakukan live report via akun YouTube.

Melihat Peter merekam, diduga petugas berusaha mengambil kameranya. "Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar," kata Peter.

Kamera yang dimilikinya dikembalikan. Namun, memori yang berisikan rekaman peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar Patung Kuda, Jakarta, diambil.

"Kamera saya akhirnya kembalikan, tetapi memorinya diambil sama mereka," Peter menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

AJI Menolak

Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) menggelar aksi menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja secara daring. Aksi ini diikuti oleh anggota AJI dari berbagai daerah di Indonesia.

Ketua Umum AJI Abdul Manan mengatakan, gelaran aksi secara virtual ini dilakukan lantaran kondisi Indonesia yang masih dihantui virus Corona yang mengakibatkan Covid-19.

"Sebenarnya kita tahu, kita sangat ingin turun ke jalan, hanya saja kita juga tahu wabah ini masih sangat besar," ujar Abdul Manan dalam pembukaan aksi secara virtual, Kamis (8/10/2020).

Dia mengatakan, aksi virtual ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas para pekerja media terhadap kaum buruh. Menurut Abdul Manan, pengesahaan RUU Cipta Kerja ini juga jelas memiliki dampak signifikan bagi para buruh tinta, atau jurnalis.

"Demo virtual ini digerakan karena bentuk solidaritas kita terhadap kaum buruh. Karena implikasi dari pengesahan UU ini akan sangat berdampak pada aspek ketenagakerjaan, selain akan berdampak pada lingkungan hidup. Kita tahu, kalau dampaknya kepada ketenagakerjaan, maka akan berdampak kepada kita semua," kata Abdul Manan.

Dia melanjutkan, dalam RUU Cipta Kerja ini, pemerintah dan DPR mengubah berbagai macam aspek. Salah satunya terkait pengupahan. Menurutnya, pengesahaan RUU Cipta Kerja yang dilakukan DPR secara diam-diam ini seperti ingin membenturkan secara langsung para pekerja dengan pengusaha.

"Dalam UU Cipta Kerja ini misalnya banyak perubahan pada aspek pengupahan, terkait perlindungan upah juga. Tapi yang lebih penting adalah negara mengurangi perannya sebagai pelindung bagi para pekerja dan mendorong banyak aspek mekanisme kesejahteraan bipartid antara pekerja dan pengusaha," kata Abdul Manan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya