Mendikbud Minta Sanksi Copot Jabatan soal Siswi Nonmuslim Disuruh Berjilbab

Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan, pihaknya langsung mengambil tindakan pascamenerima laporan siswi nonmuslim disuruh berjilbab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 24 Jan 2021, 13:49 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2021, 13:48 WIB
FOTO: Mendikbud - DPR Evaluasi Belajar dari Rumah hingga Kesiapan Rekrutmen Guru Honorer
Mendikbud Nadiem Makarim saat rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). Rapat membahas evaluasi program belajar dari rumah terkait subsidi kuota internet serta isu-isu kesiapan rekrutmen guru honorer tahun 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan pihaknya langsung mengambil tindakan pasca-menerima laporan kejadian di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat. Laporan terkait polemik siswi nonmuslim yang disuruh memakai busana muslimah atau jilbab saat kegiatan belajar-mengajar.

"Sejak menerima laporan, Kemendikbud telah berkoordinasi dengan pemda untuk segera mengambil tindakan tegas. Saya mengapresiasi gerak cepat pemda terhadap pihak yang melakukan pelanggaran," ujar Nadiem dalam keterangannya, Minggu (24/1/2021).

Nadiem meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk memberikan sanksi terhadap pihak yang terbukti melakukan pelanggaran mengenai siswi nonmuslim harus memakai jilbab tersebut. Bahkan, Nadiem meminta sanksi pencopotan jabatan bisa diberikan kepada pihak yang terbukti terlibat.

"Selanjutnya saya meminta pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan, agar permasalahan ini jadi pembelajaran kita bersama ke depan," kata Nadiem.

Nadiem menyatakan, tindakan mewajibkan penggunaan jilbab dalam sekolah merupakan bentuk pelanggaran.

Nadiem menekankan, dalam Pasal 55 UU 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia disebutkan setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua atau wali.

Kemudian dalam Pasal 4 ayat 1 UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keamanan, nilai kultular, dan kemajemukan bangsa.

Dalam Pasal 3 ayat 4 Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jejang Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

"Maka sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik," kata Nadiem.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Intoleransi keberagaman

Sekolah Menengah Atas
Ilustrasi seragam SMA (sumber: iStock)

Menurut Nadiem, hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan, sehingga bukan saja melanggar peraturan undang-undang, melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan.

Nadiem memastikan pemerintah tidak akan mentolelir pihak-pihak yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut.

"Kemendikbud akan terus berupaya mencegah praktik intoleransi di sekolah, sebagai tindakan konstruktif, kami akan segera mengeluarkan surat edaran dan membuka hotline pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa," kata Nadiem.

Sekolah Minta Maaf

Kabar mengenai siswi non muslim di SMKN 2 Padang dipaksa menggunakan hijab/ kerudung oleh pihak sekolahnya viral di media sosial. Ibu dari siswi tersebut mengunggah video komplain terkait kebijakan itu ke facebook pada Kamis, 20 Januari 2021.

Dinas Pendidikan Sumatera Barat langsung mengklarifikasi pada Jumat, 22 Januari 2021 malam. Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, Rusmadi, menyampaikan permohonan maafnya.

"Selaku Kepala Sekolah SMKN 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan. Dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," kata Rusmadi.

Dia pun menegaskan bahwa siswi kelas 10 itu akan tetap bersekolah di SMKN 2.

"Ananda (J) tetap bersekolah seperti biasa. Kami berharap, kekhilafan dan simpang siur informasi di media sosial dapat kita selesaikan dengan semangat kesamaan dalam keberagaman," lanjut Rusmadi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri menegaskan bahwa Dinas pendidikan tidak pernah membenarkan sikap pemaksaan tersebut.

"Saya perintahkan, tidak ada diskriminatif, jika ada akan kami proses sesuai aturan yang berlaku," kata Alfikri.

Dia akan menindak tegas pihak sekolah jika melakukan hal itu kembali. Pihaknya pun akan membentuk tim khusus untuk melakukan investigasi ke SMKN 2.

"Tim ini diketuai oleh Kabid SMK. Sampai tadi sore, tim masih bekerja dan belum ada laporan tertulis kepada saya. Jika nanti ditemukan ada aturan atau praktik-praktik yang diluar ketentuan, saya akan ambil tindakan tegas," ujarnya.

Selain itu, agar hal serupa tidak terulang kembali, Alfikri akan membuat edaran resmi. Dia juga akan mengkaji ulang dan jika ditemukan aturan yang tidak sesuai.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya