Liputan6.com, Jakarta - Atas keterlibatannya dalam skandal kasus Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari alias Jaksa Pinangki telah divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta.
Selain itu, Pinangki juga didenda Rp 600 juta dengan subsider 6 bulan kurungan apabila tidak mampu membayar.
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ujar Hakim Ignasius Eko Purwanto dalam amar putusannya, Senin, 8 Februari 2021.Â
Advertisement
Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5
Vonis tersebut dijatuhkan usai Pinangki terbukti menerima suap sebesar USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) agar terpidana kasus cessie Bank Bali itu terbebas dari eksekusi penjara.
Tak hanya sampai di situ, PN Tipikor juga menjerat Pinangki dengan pasal berlapis. Selain terkait dengan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dia juga melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor terkait pemufakatan jahat.
Dalam sidang vonis terdakwa Pinangki, Senin, 8 Februari kemarin, majelis hakim juga menyebut ada sosok king maker yang diduga ikut terlibat dalam kasus Djoko Tjandra.
Menurut Hakim Eko, sosok tersebut terungkap dari bukti chat antara mantan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, Pinangki serta Djoko Tjandra sendiri lewat aplikasi WhatsApp pada November 2020.
Berikut sejumlah hal terkait yang terungkap usai vonis 10 tahun penjara dijatuhkan kepada Jaksa Pinangki:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pasal Berlapis yang Dilanggar Pinangki
Divonis 10 tahun penjara, Majelis Hakim Tipikor membeberkan pasal berlapis yang dilanggar Pinangki.
Pertama, Pinangki dinyatakan melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kedua, Pinangki juga melanggar Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor terkait pemufakatan jahat.
"Terdakwa juga melanggar pasal pencucian uang, yaitu Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan tindak pidana pencucian uang," kata ketua majelis hakim merinci tiga pasal berlapis tersebut saat membacakan vonis di PN Tipikor Jakarta, Senin, 8 Februari kemarin.
Advertisement
Hukuman Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Selain melanggar pasal berlapis, hakim juga menilai sejumlah hal memberatkan yang dilakukan Pinangki. Sehingga hukuman dijatuhi lebih berat daripada tuntutan jaksa selama 4 tahun penjara.
Pertama, Pinangki dinilai hakim melakukan penyangkalan dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain.
"Terdakwa juga berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya," kata hakim.
Kemudian, lanjut hakim, Pinangki sebagai penegak hukum dalam hal ini jaksa, tidak mendukung langkah negara memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Terdakwa menikmati hal tersebut (korupsinya)," hakim menandasi.
Lakukan Pemufakatan Jahat dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Selain itu, Pinangki juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar USD 375.279 atau setara Rp 5.253.905.036.
Pemufakatan jahat yang dilakukan Pinangki salah satunya yakni hendak memberikan suap kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua MA Hatta Ali.
Rencana pemberian suap kepada keduanya untuk memudahkan rencana pengurusan fatwa tersebut.
Advertisement
Ada Sosok King Maker, tapi Pinangki Enggan Bicara
Hakim menyebut Pinangki menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam perkara ini.
Menurut hakim perbuatan Pinangki tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya," kata hakim.
Pernyataan menutupi keterlibatan pihak lain itu yang membuat majelis hakim tak mampu membongkar sosok 'King Maker'. Hakim menyatakan sosok 'King Maker' dalam perkara ini memang benar adanya.
"Bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'King Maker'," kata Hakim.
Namun, sosok 'King Maker' tak terbongkar. Meski, selama proses persidangan majelis hakim sudah berusaha menggali keterangan dari tersangka ataupun para saksi. Sejauh ini, sosok 'King Maker' hanya sempat diperbincangkan oleh Pinangki ketika bertemu dengan Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Rahmat.
"Majelis hakim telah berupaya menggali siapa sosok 'King Maker' tersebut dengan menanyakannya kepada terdakwa dan saksi Anita karena diperbincangkan dalam chat dan disebut oleh terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pada November 2020 namun tetap tidak terungkap di persidangan," kata hakim.
Urus Perkara Lain Selain Djoko Tjandra
Selain itu, terungkap juga dalam persidangan bahwa Pinangki dan Anita Kolopaking kerap mengurus perkara yang berhubungan dengan MA dan Kejagung.
Hakim menyebut dalam komunikasi percakapan Pinangki dan Anita melalui aplikasi WhatsApp terungkap keduanya membahas pengurusan perkara selain Djoko Tjandra. Salah satunya terkait grasi Annas Maamun.
Percakapan WhatsAp tersebut terjadi pada 26 November 2019.
"Percakapan ini membuktikan selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerjasama dengan saksi Anita Kolopaking. Ditemukan pula percakapan terdakwa terkait grasi Annas Maamun," kata hakim.
Annas Maamun merupakan mantan Gubernur Riau yang menjadi terpidana perkara korupsi alih fungsi hutan dan divonis 7 tahun pidana penjara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Annas diketahui menerima grasi dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Keputusan Presiden 23/G Tahun 2019 yang disampaikan Kemkumham pada 26 Oktober 2019.
Majelis Hakim menyatakan, bukti percakapan di WhatsApp itu menjadi bukti Pinangki dan Anita biasa mengurus perkara selain terkait Djoko Tjandra. Namun, Pinangki disebut kerap berbelit dalam persidangan.
Advertisement