Vonis Pinangki dan Sosok King Maker yang Tak Terungkap

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari. Namun hingga kini Pinangki masih bungkam soal sosok King Maker.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Feb 2021, 09:47 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2021, 09:47 WIB
FOTO: Jaksa Pinangki Sirna Malasari Divonis 10 Tahun Penjara
Terdakwa suap dan TPPU terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko S Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (kiri) saat jeda sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021). Pinangki divonis bersalah, dihukum 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari. Pinangki juga didenda sebesar Rp 600 juta. Hakim menyatakan, apabila denda itu tidak dibayar maka akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 6 bulan," ujar Hakim Ignasius Eko Purwanto dalam amar putusannya, Senin (8/2/2021).

Vonis dilayangkan hakim terhadap Pinangki lantaran mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung itu tebukti menerima suap USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan Djoko Soegiarto Tjandra.

Suap dilakukan Djoko Tjandra untuk mendapat fatwa Mahkamah Agung (MA) agar dirinya terbebas dari eksekusi penjara. Djoko Tjandra merupakan buronan kasus korupsi Hak Tagih Bank Bali .

Selain itu Pinangki juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar USD 375.279 atau setara Rp 5.253.905.036. Pemufakatan jahat yang dilakukan Pinangki salah satunya yakni hendak memberikan suap kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua MA Hatta Ali.

Rencana pemberian suap kepada keduanya untuk memudahkan rencana pengurusan fatwa tersebut.

Vonis yang dijatuhkan terhadap Pinangki ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung). Diketahui penuntut umum menuntut hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap Pinangki.

Dalam menjatuhkan hukuman, hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Hakim menyatakan bahwa tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa terhadap Pinangki terlalu rendah.

"Bahwa memperhatikan hal-hal tersebut, serta mengingat tujuan dari pemidanaan bukan pemberian nestapa melainkan bersifat prefentif, edukatif, dan korektif, maka tuntutan yang dimohonkan penuntut umum terlalu rendah," kata Hakim Eko.

"Sedangkan, pidana yang dijatuhkan terhadap diri terdakwa dalam amar putusan dipandang layak dan adil serta sesuai dengan kesalahan terdakwa," Hakim melanjutkan.

Hal yang memberatkan vonis terhadap Pinangki yakni dia adalah seorang aparat penegak hukum (APH) dengan jabatan sebagai jaksa. Pinangki juga dinilai membantu Djoko Tjandra menghindari pelaksanaan PK terkait perkara cessie bank bali sebesar Rp 94 miliar yang saat itu belum dijalani.

Hakim menyebut Pinangki menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam perkara ini. Menurut hakim perbuatan Pinangki tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

"Terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya," kata hakim.

Sementara untuk hal yang meringankan, Pinangki dinilai bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan merupakan tulang punggung keluarga.

"Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan punya anak berusia 4 tahun," kata hakim.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

King Maker Belum Terungkap

FOTO: Jaksa Pinangki Jalani Sidang Pembacaan Eksepsi
Tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/9/2020). Sidang beragenda pembacaan eksepsi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pernyataan menutupi keterlibatan pihak lain itu yang membuat majelis hakim tak mampu membongkar sosok 'King Maker'. Hakim menyatakan sosok 'King Maker' dalam perkara ini memang benar adanya.

"Bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'King Maker'," kata Hakim.

Namun, sosok 'King Maker' tak terbongkar. Meski, selama proses persidangan majelis hakim sudah berusaha menggali keterangan dari tersangka ataupun para saksi. Sejauh ini, sosok 'King Maker' hanya sempat diperbincangkan oleh Pinangki ketika bertemu dengan Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Rahmat.

"Majelis hakim telah berupaya menggali siapa sosok 'King Maker' tersebut dengan menanyakannya kepada terdakwa dan saksi Anita karena diperbincangkan dalam chat dan disebut oleh terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pada November 2020 namun tetap tidak terungkap di persidangan," kata hakim.

Selain itu, terungkap juga dalam persidangan bahwa Pinangki dan Anita Kolopaking kerap mengurus perkara yang berhubungan dengan MA dan Kejagung. Hakim menyebut dalam komunikasi percakapan Pinangki dan Anita melalui aplikasi WhatsApp terungkap keduanya membahas pengurusan perkara selain Djoko Tjandra. Salah satunya terkait grasi Annas Maamun.

Percakapan WhatsAp tersebut terjadi pada 26 November 2019.

"Percakapan ini membuktikan selain terkait dengan kasus Djoko Tjandra, terdakwa sudah biasa mengurus perkara dengan bekerjasama dengan saksi Anita Kolopaking. Ditemukan pula percakapan terdakwa terkait grasi Annas Maamun," kata Hakim.

Annas Maamun merupakan mantan Gubernur Riau yang menjadi terpidana perkara korupsi alih fungsi hutan dan divonis 7 tahun pidana penjara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Annas Maamun diketahui menerima grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keputusan Presiden 23/G Tahun 2019 yang disampaikan Kemkumham pada 26 Oktober 2019.

Majelis Hakim menyatakan, bukti percakapan di WhatsApp itu menjadi bukti Pinangki dan Anita biasa mengurus perkara selain terkait Djoko Tjandra.

Namun Pinangki disebut kerap berbelit dalam persidangan. Meski demikian, sebelum menghadapi vonis, Pinangki kerap meminta pengampunan dari hakim. Pinangki sempat mengakui dirinya bersalah dan tak sepantasnya membantu buronan Djoko Tjandra.

"Mohon izin yang mulia, ini kesempatan terakhir saya menyampaikan, besar atau kecil kesalahan saya nanti, saya tetap merasa bersalah yang mulia, dan merasa tidak pantas melakukan semua ini yang mulia, dan saya hanya mohon belas kasihan dan keringanan yang mulia, terima kasih," kata Pinangki pada sidang 27 Januari 2021.

Seminggu sebelumnya, yakni pada 20 Jauari 2021, Pinangki juga sempat memohon hal serupa. Bahkan, saat itu Pinangki sambil menangis memohon agar hakim meringankan vonis terhadap dirinya. Namun rupanya tangisan Pinangki tak membuat hakim meringankan vonisnya, malah memvonis jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Dalam persidangan dengan pemeriksaan terdakwa, Pinangki sendiri mengaku dirinya beberapa kali berangkat ke Malaysia untuk menemui Djoko Tjandra. Pertemuan di Malaysia tersebut diduga untuk membahas kepulangan Djoko Tjandra ke Indonesia.

Pinangki mengaku tiga kali berangkat ke Malaysia, yakni pada 12 November 2019, 19 November 2019, dan 25 November 2019. Namun Pinangki mengklaim tak memiliki kepentingan untuk bertemu Djoko Tjandra.

Dia mengaku hanya ingin mengenalkan Anita Kolopaking ke Djoko Tjandra yang saat itu masih menjadi buronan kasus korupsi Bank Bali. Anita Kolopaking akan menjadi pengacara Djoko Tjandra.

"Keberangkatan saya ke Malaysia untuk memperkenalkan pengacara Anita Kolopaking kepada Djoko Tjandra," kata Pinangki saat pemeriksaan sebagai terdakwa.

Dalam persidangan pemeriksaan terdakwa, Pinangki mengaku menyesali perbuatannya membantu dan menerima suap dari Djoko Tjandra.

"Saya sangat menyesal, yang mulia. Tidak sepantasnya saya berbuat seperti ini," ujar Pinangki.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Pinangki meminta agar jaksa penuntut umum bisa meringankan tuntutan terhadap dirinya.

"Saya mohon penuntut umum agar tuntutannya berbelas kasihan. Dan mohon belas kasihan yang mulia agar kiranya bisa memutuskan belas kasihan, anak saya masih berusia 4 tahun, bapak saya sakit," kata dia.

Pinangki mengaku tidak akan mengulangi perbuatannya yang membuat dirinya menjadi pesakitan. Dia berjanji, lepas dari perkara ini dia akan memilih fokus mengurusi keluarganya.

"Saya menyesal. Saya berjanji tidak akan dekat-dekat lagi. Saya mau jadi ibu rumah tangga saja kalau saya sudah selesai. Saya enggak tahu lagi musti gimana, hidup saya sudah hancur. Tak ada artinya lagi," kata Pinangki.

Vonis Terlalu Ringan

FOTO: Jaksa Pinangki Sirna Malasari Divonis 10 Tahun Penjara
Terdakwa suap dan TPPU terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko S Tjandra, Pinangki Sirna Malasari saat jeda sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021). Pinangki divonis bersalah, dihukum 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis 10 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari masih terlalu kecil. Menurut ICW, vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Senin, 8 Februari 2021 kemarin terhadap Pinangki belum memberikan efek jera.

"Putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tipiko kepada Pinangki Sirna Malasari masih belum cukup memberikan efek jera. ICW meyakini putusan yang pantas dijatuhkan kepada Pinangki adalah 20 tahun penjara," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (9/2/2021).

Meski demikian, menurut Kurnia, vonis yang dijatuhkan majelis hakim membuktikan tuntutan yang dilayangkan jaksa terhadap Pinangki sangat rendah. Jaksa penuntut umum pada Kejagung menuntut Pinangki yang merupakan kolega mereka dengan tuntutan 4 tahun penjara.

"Rentang jarak hukuman antara tuntutan Jaksa dan putusan hakim juga menggambarkan ketidakseriusan Kejaksaan Agung dalam memandang kejahatan yang dilakukan oleh Pinangki," kata dia.

Kurnia mengatakan, ICW menilai masih banyak hal yang belum terungkap dalam penyidikan maupun persidangan terhadap Pinangki. Di antaranya soal alasan Djoko Tjandra percaya dengan Pinangki mengurus persoalan hukumnya di Indonesia.

"Adakah pihak yang selama ini berada di balik Pinangki dan menjamin sehingga Djoko Tjandra percaya dengan agenda kejahatan tersebut?," kata Kurnia.

Menurut ICW, perbuatan jahat yang dilakukan Pinangki ini melibatkan tiga kluster sekaligus, mulai dari penegak hukum, pihak swasta, sampai politisi. Maka dari itu, ICW mendesak agar pengembangan perkara Pinangki bisa diambil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)."Maka dari itu pasca-vonis Pinangki, ICW mendesak agar KPK segera mengambilalih dan menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk mendalami pihak-pihak lain, terutama menemukan siapa sebenarnya 'King Maker' dalam lingkaran kejahatan Pinangki dan Djoko Tjandra," kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya