Liputan6.com, Jakarta - Selama kurang lebih 35 tahun menjalankan tugas sebagai Hakim, Ketua Mahkamah Agung HM Syarifuddin menyadari bahwa terdapat suatu problematika klasik hukum yang belum mendapatkan jawaban secara tuntas, tidak saja dalam dunia akademis, melainkan juga dalam dunia praktik.
Tantangan yang dimaksud adalah dalam hal disparitas pemidanaan. Lebih spesifik lagi dalam contoh kasus putusan perkara tindak [pidana korupsi](usulan "") yang memiliki isu hukum yang sama maupun adanya kesamaan pada unsur-unsur tindak pidana korupsi. Namun, tetap saja terdapat kesenjangan hukuman tanpa alasan yang jelas terkait adanya disparitas pemidanaan tersebut dalam putusan hakim.
Disparitas ini menyebabkan terjadinya degradasi bagi kepercayaan masyarakat terhadap berbagai putusan pengadilan yang dianggap tidak konsisten. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini semakin melebarkan jarak antara ekspektasi masyarakat terhadap putusan hakim dan apa yang menjadi tujuan hukum itu sendiri.
Advertisement
Oleh karena itu, saat pengukuhannya sebagai Guru Besar Tidak Tetap pada Fakuktas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Syarifuddin menyampaikan sebuah gagasan dan konsep yang sangat penting dan menarik dalam mengatasi permasalahan penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi.
Konsep tersebut dikenal dengan penyebutan heuristika hukum. Sebuah metode pendekatan dalam memahami hukum, baik dalam formulasi (penormaan), penegakan, maupun pembaruan hukum.
Syarifuddin mengatakan bahwa pendekatan heuristika hukum melihat hukum tidak hanya sekedar pendekatan normatif semata. Pendekatan heuristika hukum memandang hukum dalam berbagai perspektif dengan tujuan akhirnya adalah terwujudnya keadilan substantif.
Pendekatan heuristika hukum adalah bagaimana seni memahami dan mendalami suatu permasalahan hukum (law is an art of legal problem solving) yang kemudian diakhiri dengan suatu putusan hakim yang dapat menjawab sisi keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.
“Kepada teman sejawat para hakim di seluruh Indonesia, janganlah hanya terpaku pada aturan normatifnya saja. Tetapi, haruslah berpikir secara holistik dan progresif, dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam mewujudkan keadilan sejati,” kata Syarifuddin dalam keterangannya, Kamis (18/2/2021).
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sambut Baik Konsep Heuristika Hukum
Beberapa pakar hukum menyambut baik konsep dan gagasan heuristika hukum, terutama dalam menjawab kelakuan hukum normatif dalam penegakan hukum korupsi bagi para hakim di Pengadilan.
Guru Besar Fakuktas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof Zainal Arifin Husin menilai, gagasan Ketua Mahkamah Agung perihal pentingnya pendekatan heuristika hukum dalam sistem pemidanaan dapat mengatasi problematika penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Zainal, pendekatan heuristika dalam pemidanaan juga dapat memperkuat kebijakan-kebijakan negara. Sebab, melalui teori ini, hakim memiliki keleluasaan dalam menganalisis sebuah peristiwa hukum.
“Dengan demikian, diharapkan dapat melahirkan putusan yang berpedoman pada kebenaran. Sehingga masyarakat terpacu untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran,” kata Zainal, Rabu, 17 Februari 2021.
Sedangkan Guru Besar Antropologi Hukum FakuLtas Hukum Univiversitas Indoneaia Prof Sulistyowati Irianto juga merespons positif konsep heuristika hukum. Sulis menyebut konsep tersebut sangat penting untuk didiskusikan di kalangan akademik. Bila perlu bersama Ketua Mahkamah Agung Belanda dan beberapa pakar hukum dari Leiden.
Rektor Universitas Muhamadiyah yang juga pakar hukum pidana Prof Dr Syaiful Bakhri menyebut pendekatan heuristika hukum yang dikemukakan Ketua Mahkamah Agung mencerminkan kematangan pemikiran. Heuristika hukum buah dari pergumulan mencari dan menemukan jawaban atas setiap permasalahan hukum yang ujungnya adalah penjatuhan putusan oleh hakim.
"Pekerjaan hakim sebagaimana Ketua Mahkamah Agung uraikan secara lugas dalam pidato pengukuhannya, yakni upaya untuk menyelaraskan hukum dan keadilan melalui kegiatan menafsirkan aturan, membentuk norma baru, mendorong gerak pembaruan hukum adalah representasi proses kreatif dalam menerima dan memutus perkara," kata Syaiful.
Puncaknya, kata dia, adalah menjatuhkan pidana sebagai kulminasi dari pergulatan nurani dan kerja kreatif Hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Advertisement