Rencana Nadiem Buka Sekolah pada Pertengahan 2021 Dianggap Tergesa-gesa

Mendikbud Nadiem Makarim berencana kembali membuka sekolah tatap muka pada pertengahan 2021 setelah seluruh guru mendapat vaksinasi Covid-19.

oleh Yopi Makdori diperbarui 02 Mar 2021, 20:02 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2021, 20:02 WIB
Nadiem Makarim
Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan keputusan membuka sekolah tatap muka harus mendapatkan keputusan bersama saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (25/11/2020). (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menilai rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim membuka seluruh sekolah pada pertengahan 2021 sangat tergesa-gesa. Keputusan itu dinilai terlalu dini dilakukan.

"Harapannya Pak Presiden atau Mas Nadiem Makarim guru-guru divaksinasi dan tenaga kependidikan, saya rasa itu terlalu prematur. Kenapa saya katakan begitu? Yang pertama adalah apakah negara mampu menyelesaikan vaksinasi terhadap lima juta guru, tenaga kependidikan dan dosen dalam waktu kurang lebih dalam empat bulan? Sedangkan kita bulan April sampai Mei kita puasa kan?" ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (2/3/2021).

Hal itu menyusul pernyataan Nadiem pada Senin (1/3/2021), yang menargetkan vaksinasi pada guru dan dosen kelar pada Juni 2021. Vaksinasi ini bertujuan untuk mempercepat pembukaan sekolah di tahun ajaran baru pada pertengahan 2021.

Di samping itu, menurut Satriwan Salim, masih banyak guru baik di daerah maupun kota yang belum mendapat informasi soal vaksinasi terhadap mereka. Ia melihat proses vaksinasi terhadap guru terbilang lambat. Oleh karenanya untuk mencapai lima juta guru yang divaksin pada pertengahan tahun ini akan terasa berat.

Andai kata jika seluruh guru sudah divaksin, Satriwan mempertanyakan bagaimana keamanan siswa di sekolah mengingat mereka belum mendapatkan vaksinasi Covid-19. Sementara vaksin Covid-19 untuk anak hingga kini belum tersedia.

"Nah oleh karena itu orangtua dan guru juga sebenarnya bertanya, apakah aman sekolah dibuka ketika guru dan tenaga kependidikannya divaksin sedangkan muridnya enggak?" katanya.

Satriwan mengingatkan, jangan sampai ketika sekolah dibuka, guru dan tenaga pendidiknya aman, sementara siswanya tidak lantaran belum divaksinasi Covid-19.

"Padahal si murid-murid tadi pulang pergi naik angkutan umum, ada potensi menyebarkan atau dia yang tertular," jelas dia.

Menurutnya jika pemerintah kukuh untuk membuka seluruh sekolah pada pertengahan tahun ini, maka sistemnya harus berbeda. Sekolah pascapandemi harus mengadopsi adaptasi kebiasaan baru (AKB), seperti menerapkan prokes secara ketat.

"Jadi bukan bebas kaya zaman dulu kita sekolah, dan wajib melaksanakan AKB. Apa itu AKB-nya? Wajib pakai masker. Kalau dulu kan kita bebas mau pakai masker atau enggak, sekarang wajib. Yang kedua harus ada thermo gun untuk memeriksa suhu tubuh seluruh warga sekolah, yang ketiga tempat cuci tangan," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Satriwan jika nekat mau melakukan pembelajaran secara tatap muka, maka sekolah harus memenuhi sarana dan prasarana untuk menunjang penerapan prokes bagi warga sekolah.

"Ini betul-betul harus hati-hati dalam membuka sekolah, makanya saya bilang terlalu gegabah. Jangankan untuk mencapai angka herd immunity 70 persen, untuk mencapai angka lima juta saja (yang divaksin) sampai bulan Juni saya ragu," pungkasnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Wali Murid Belum Siap

Intip Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah Bekasi
Sejumlah murid memasuki sekolah SD Negeri 6, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Pemerintah setempat memberikan izin kepada enam sekolah untuk melakukan uji coba pembelajaran tatap muka selama satu bulan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sementara itu, Leman, wali murid salah satu siswa di Kabupaten Cirebon menyatakan ketidaksiapannya jika harus melepas adiknya kembali bersekolah di tengah situasi seperti ini. Kendati seluruh guru sudah divaksin, bukan berarti sekolah aman dari penyebaran Covid-19.

"Saya enggak siap, kan efikasi vaksin kita juga katanya cuman 60 persen. Jadi kalau pun guru divaksin, tapi tetap masih ada potensi penularan," kata Leman kepada Liputan6.com, Selasa (2/3/2021).

Menurutnya, selama tingkat penularan masih tinggi, dirinya belum yakin membiarkan adiknya yang masih duduk di kelas 5 SD itu kembali sekolah tatap muka. Pembukaan sekolah, menurut Leman, baru bisa dilakukan jika angka temuan kasus mengalami penurunan yang signifikan.

"Ya kalau sudah amanlah boleh dibuka, kalau yang tertular sudah banyak menurun," terang Leman.

Hal yang sama diungkapkan Imad, wali murid salah satu siswa SMA swasta di Kota Bogor. Imad menuturkan bahwa pembukaan sekolah di situasi pandemi Covid-19 yang masih bergejolak dirasa kurang tepat.

"Vaksinkan tidak menjamin, ya nantilah nunggu kasus reda. Kalaupun pembukaan nanti bulan Juli saya rasa kasus masih tinggi ya melihat kondisi seperti ini," kata Imad.

Nada berbeda disampaikan Mulki Hakim. Wali murid salah satu SD di Kabupaten Pangandaran ini mengaku tak masalah jika pemerintah membuka sekolah pada pertengahan 2021 mendatang. Asalkan pembukaan itu disertai dengan penerapan prokes yang ketat di sekolah.

"Ya asal dengan prokes dan bergilir ya. Meskipun pandemi masih belum selesai, tapi enggak apa-apa sementara gitu," ucap Mulki.

10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka

Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka
Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya