Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak Perbankan terkait kelanjutan penanganan kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika menyampaikan, koordinasi tersebut diperlukan demi mendapatkan masukan konstruksi perkara yang dibangun oleh penyidik.
"Setelah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK, OJK, dan pihak Perbankan untuk melengkapi alat bukti, penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tiga tersangka kasus Indosurya," tutur Helmy dalam keterangannya, Rabu (26/05/2021).
Advertisement
Helmy menegaskan, penyidik dapat berhati-hati dalam menangani kasus Indosurya. Hal tersebut lantaran ada sejumlah aspek yang mesti diperhatikan dalam proses penyidikannya. Sejauh ini, tim masih melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli.
Penyidik juga harus mengakomodir korban-korban lain yang baru mengadukan Indosurya saat kasus tersebut sudah dalam proses penanganan Bareskrim Polri.
"Ini juga membutuhkan waktu karena perlu penyitaan ribuan dokumen," jelas dia.
Sejauh ini, dalam proses penyidikan nyatanya salah satu dari tiga tersangka mengajukan bukti baru.
"Tersangka Henry Surya mengajukan bukti baru berupa putusan perjanjian perdamaian (homologasi) atas gugatan PKPU," kata Helmy.
Dalam kasus ini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka perkara Indosurya. Mereka adalah Ketua KSP Indosurya Henry Surya, Manager Direktur Koperasi Suwito Ayub, dan Head Admin June Indria. Selain itu, polisi juga menetapkan KSP Indosurya sebagai tersangka korporasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penyidikan Masih On The Track
Pada Juli 2020, hakim Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat memutus pengesahan homologasi perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta dengan para kreditur.
Helmy menyebut, pihaknya memperhatikan setiap aturan hukum agar tidak salah dalam proses administrasi penyidikan.
"Termasuk putusan PN Jakpus tentang PKPU yang harus diikuti meski dikesankan bahwa penyidikan berjalan lamban namun sebenarnya masih on the track," ujarnya.
Kasus kejahatan investasi dengan homologasi atas gugatan PKPU sendiri tidak hanya terjadi di kasus Indosurya. Hanya saja, penanganannya terkesan lambat lantaran banyak faktor.
"Jika kami mengunakan kacamata kuda, maka kasus ini sudah selesai dari dulu karena tersangka ada, korban ada, barang bukti ada dan saksi ada. Namun penyidik juga harus mempertimbangkan kemanfaatan hukum dan mekanisme hukum lainnya, di mana banyak korban yang mengharap kerugiannya dikembalikan begitu juga dengan adanya PKPU, sehingga penanganannya terkesan menjadi lambat," sebut Helmy.
Adapun konsep penanganan terhadap perkara-perkara serupa dipastikan tidak berbeda satu dengan lainnya. Di mana kepentingan masyarakat atau korban yang lebih banyak akan lebih diutamakan. Seperti kasus investasi Asuransi Kresna, PT Jouska, Pikasa Group, Indosterling dan sejumlah kasus lainnya.
Untuk poses penyidikan kasus Indosurya, masih tetap berjalan dan sudah ada ratusan orang yang telah diperiksa penyidik.
"Dan Kami tentunya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini," Helmy menandaskan.
Advertisement