Liputan6.com, Naypyidaw - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Senin (1/4/2025) mengatakan bahwa tim Badan Pembangunan Internasional AS sedang menuju ke Myanmar untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan paling mendesak di negara itu setelah gempa bumi dahsyat yang menewaskan sedikitnya 2.000 orang.
Namun, seorang mantan pejabat tinggi USAID dan seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan, keberangkatan tim penilai yang beranggotakan tiga orang itu tertunda karena masalah dalam memperoleh visa dari penguasa militer Myanmar, dikutip dari laman Japan Times, Selasa (1/4).
Baca Juga
Selain itu, mereka mengatakan, respons keseluruhan dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah terhambat oleh pemotongan dana yang besar, pemutusan hubungan kerja kontraktor, dan rencana untuk memecat hampir semua staf USAID yang diarahkan oleh Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) milik miliarder Elon Musk.
Advertisement
Respons tersebut telah terganggu oleh banyaknya kebingungan internal tentang kemampuan untuk merespons dan kemauan untuk merespons, kata Sarah Charles, yang mengepalai biro bantuan kemanusiaan badan tersebut hingga Februari 2024.
Berbicara dalam pengarahan harian, juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce mengatakan para ahli bencana AS, termasuk yang berbasis di Bangkok, Manila, dan Washington, sedang memantau situasi tersebut, dan bahwa tim penilaian sedang dikirim.
Dia menolak kritik bahwa pemotongan dana dan personel menghambat respons USAID dan mengatakan bahwa Washington bekerja sama dengan para mitra di Myanmar untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang terkena dampak.
Media pemerintah di Myanmar mengatakan, jumlah korban tewas telah mencapai 2.065 dengan lebih dari 3.900 orang terluka dan lebih dari 270 orang hilang dan bahwa pemerintah militer telah mengumumkan masa berkabung selama seminggu mulai Senin.
AS telah menerima permintaan bantuan resmi dari para penguasa Myanmar dan itu "telah membuka sedikit lebih banyak hal yang sekarang dapat kami lakukan," kata Bruce, yang tidak mengungkapkan rincian tentang apa yang diminta oleh otoritas Myanmar.
Bantuan Rp33 Miliar
AS telah menjanjikan bantuan sebesar USD 2 juta atau senilai Rp33 juta melalui organisasi bantuan kemanusiaan yang berbasis di Myanmar.
Charles dan sumber tersebut mengatakan, pemotongan DOGE telah menunda apa yang seharusnya menjadi awal dari respons darurat AS dalam waktu 24 jam setelah bencana.
Sementara itu, saingan AS, Tiongkok dan Rusia, serta negara-negara lain telah mengirimkan bantuan darurat.
Pada Jumat (28/3) ketika gempa bumi melanda Myanmar dan Thailand, pemerintah memberi tahu Kongres bahwa mereka memecat hampir semua personel USAID yang tersisa dan menutup misi luar negerinya.
Charles dan sumber tersebut mengatakan bahwa pertimbangan internal pemerintah tentang bagaimana AS harus berpartisipasi dalam upaya bantuan di Myanmar berkontribusi pada keterlambatan respons AS.
Advertisement
