Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara meminta pemerintah memikirkan lebih matang rencana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako.
Ia menyebut adanya PPN tersebut, hanya akan menambah beban rakyat dan berpotensi menaikkan angka kemiskinan.
"Akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan, sekarang apalagi pandemi," kata Amir saat dikonfirmasi, Kamis (10/6/2021).
Advertisement
Menurut dia, pemerintah harus punya rencana matang dalam pemberian PPN kepada sembako ini. Jika angka kemiskinan bertambah, maka tentu saja berdampak pada daya beli masyarakatnya.
"Sembako sebagai kebutuhan pokok bila kena pajak akan menurunkan daya beli masyarakat," jelas Amir.
Politisi PPP ini mengingatkan, sejauh ini data BPS sudah ada 1,62 juta orang menganggur akibat pandemi Covid-19. Selain itu, jumlah penduduk miskin yang naik menjadi 10.19%.
"Itu harus dan perlu dijadikan pertimbangan matang pemerintah," kata Amir.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Langgar Pancasila
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menilai wacana pemerintah untuk menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas bahan pokok dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan berpotensi melanggar Pancasila.
Menurut Arsul, wacana itu akan melanggar sila kelima, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Kebijakan tersebut terbuka untuk dipersoalkan jika nantinya benar-benar masuk dalam UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Kebijakan ini terbuka untuk digugat dengan argumentasi bertentangan dengan Pasal 33 ayat 4 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya terkait dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan dan menjaga keseimbangan kesatuan ekonomi nasional," ujar Arsul dalam keterangan tulis, Kamis (10/6/2021).
Arsul mengingatkan bahwa beberapa waktu lalu pemerintah telah melakukan relaksasi kebijakan perpajakan dengan meminimalkan pengenaan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPN-BM) terhadap mobil dengan kategori tertentu.
Padahal yang diuntungkan terhadap kebijakan ini hanya sebagian rakyat Indonesia saja, khususnya mereka yang berstatus kelas menengah keatas yang memiliki kemampuan dan daya beli atas mobil yang mendapatkan keringanan PPN-BM.
"Ini artinya Pemerintah rela kehilangan salah satu sumber pendapatan fiskalnya," ujarnya.
Advertisement