Liputan6.com, Jakarta Akademisi Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor, Widodo Supraha mengusulkan dalam mengatasi kekerasan seksual lebih baik menyempurnakan KUHP daripada membuat Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR RI terkait Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), di Jakarta, Senin (12/7/2021).
"Kami mengusulkan kejahatan seksual yang marak terjadi hendaknya dapat disolusikan dengan menyempurnakan KUHP yang lebih holistik dan terkini, apalagi belom banyak di-update sejak masa VOC dulu," kata dia.
Advertisement
Karenanya, Widodo mengusulkan tidak perlu ada RUU PKS ini dihadirkan lagi sebagai sebuah produk hukum untuk mengantisipasi kekerasan seksual.
"Mudah-mudahan, kami berharap RUU PKS tidak perlu dilanjutkan pembahasannya karena akan menimbulkan dampak besar," ungkap dia.
Dia mengklaim bahwa saat membaca RUU PKS, berpotensi melahirkan ruang hukum pidana baru yang terpisah dari KUHP. Menurutnya, hal itu bersumber dari banyaknya teks yang akan terjadi multitafsir dan akan menyulitkan penegakkan hukum.
"Setelah saya baca, saya melihat cukup banyak teks yang akan multitafsir dan itu akan menyulitkan dalam penegakkan hukum di Indonesia, jadi kita harus bertanya ini diperuntukkan untuk menyempurnakan KUHP atau kita paksakan keluarkan RUU PKS?," jelas Widodo.
Wakil Ketua DPP Persatuan Ummat Islam, menambahkan, naskah akademik RUU PKS secara tegas telah menjadikan keterbatasan KUHP sebagai landasan perlunya RUU PKS. Karenanya, penguatan KUHP lebih ditekankan dirinya.
"Naskah akademik ini juga secara tegas menyebutkan tidak efektifnya berbagai undang-undang yang pernah dibuat dengan tujuan yang sama, padahal kalau begitu dengan lahirnya undang-undang ini seluruh keinginan yang kita harapkan untuk membela bentuk kejahatan seksual dengan mudah terselesaikan," kata Widodo.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lemahnya Penegakan Hukum
Widodo mempelajari, lemahnya penegakkan hukum secara gamblang sudah diidentifikasi dengan baik oleh draft RUU PKS, termasuk adanya praktek korupsi dan pungli dalam proses penegakkan hukum.
Namun dia tetap meyakini, solusi hal tersebut bukan dengan melahirkan undang-undang baru, tapi dengan merevitalisasi penegakkan hukum yang ada.
"Revitalisasi ini jauh lebih efisien daripada membuat undang-undang baru yang tentu membutuhkan masa sosialisasi baru dan pendanaan yang tidak sedikit," kata dia.
Advertisement