Liputan6.com, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri AKP Stepanus Robinson Pattuju alias Robin Pattuju didakwa menerima suap Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.
Jaksa menyebut Robin merupakan penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019.
Robin didakwa menerima suap dari beberapa pibak yang terlibat kasus korupsi di lembaga antirasuah. Jaksa penuntut umum pada KPK menyebut Robin melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.
Advertisement
"Terdakwa bersama Maskur Husain menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau setidak-tidaknya sejumlah itu," ucap jaksa KPK dalam dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021).
Robin menggunakan modus ancaman agar mendapat suap dari pihak yang berkaitan dengan kasus di lembaga antirasuah.
Dalam dakwaan disebutkan, Robin Pattuju mengancam Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi demi mendapatkan suap. Suap itu sebagai imbalan agar kasus suap terhadap mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen yang menyeret nama Usman Efendi tak diusut KPK.
Ancaman itu bermula ketika Robin dan Usman bertemu di Puncak Pass. Saat itu, Usman meminta agar dirinya tak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Robin menyetujui permintaan tersebut dengan imbalan Rp 1 miliar.
"Bertempat di Puncak Pass, Usman Effendi meminta bantuan terdakwa agar dirinya tidak dijadikan tersangka oleh KPK. Terdakwa lalu menyampaikan kepada Usman Effendi kalau dirinya dan tim dapat membantu Usman Effendi dengan imbalan sejumlah Rp 1 miliar," ucap jaksa dalam dakwaan.
Mendengar permintaan Robin, Usman sempat menolak. Menurut Usman, permintaan Robin sangat besar. Penolakan Usman ini berujung ancaman dari Robin Pattuju. Robin meminta uang muka senilai Rp 350 juta.
"Terdakwa lalu menyampaikan 'bapak bayar Rp 350 juta saja untuk tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dana hari Senin, karena jika hari Senin tidak dibayar, bapak akan dijadikan tersangka dalam ekspos pada hari Senin jam 16.00 WIB," kata jaksa.
Kemudian, Stepanus pun memberikan catatan kecil. Di mana, isinya berupa nomor rekening untuk mentransfer uang muka tersebut.
"Terdakwa lalu memberi rekening tujuan yaitu rekening BCA dengan nomor rekening atas nama Riefka Amalia," kata jaksa.
Rekening Khusus Penampungan Uang Suap
Rekening atas nama Riefka Amalia itu memang disiapkan untuk menampung uang suap. Riefka Amalia adalah adik dari teman wanita Robin.
Robin juga selalu mencari rumah aman atau safe house untuk memuluskan transaksi suap.
"Terdakwa juga mencari lokasi (safe house) guna tempat bertemu terdakwa dengan Maskur Husain dan pihak lain untuk melakukan serah-terima uang," ujar jaksa.
Selain menerima suap dari Usman Effendi, Robin juga panen suap dari Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
"Saya tipu yang bersangkutan (Syahrial)," ujar Robin Pattuju di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021).
Namun demikian, Robin membantah menerima suap dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan kader Partai Golkar Aliza Gunado. Disebutkan dalam dakwaan jika Azis dan Aliza menyuap Robin terkait penanganan perkara di Lampung Tengah.
"Terkait dengan Saudara Azis Syamsudin dan Aliza Gunado, saya tidak menerima uang dari yang bersangkutan," ujar Robin.
Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain:
1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000;
2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu.
3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000,
4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000,
5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.
Atas perbuatannya, Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Â
Â
Advertisement