Pihak yang Wacanakan Penundaan Pemilu 2024 Mungkin Tak Pernah Baca UUD 45

Johanes menjelaskan, secara konstitusi, tepatnya Pasal 22 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebut bahwa Pemilihan Umum atau Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mar 2022, 09:21 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2022, 09:14 WIB
Banner Infografis Wacana Presidential Threshold 0% di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana penundaan Pemilu 2024, menurut pakar hukum tata negara Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Johanes Tuba Helan, tidak bisa dilakukan. Johanes menyebut, tidak ada alasan menunda pemilu.

Sebab, kata dia, negara tidak dalam keadaan darurat. Sebelumnya, wacana penundaan Pemilu 2024 salah satunya digulirkan oleh Ketum PKB, Muhaimin Iskandar. Usulan itu juga mendapat dukungan dari Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Johanes menjelaskan, secara konstitusi, tepatnya Pasal 22 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyebut bahwa Pemilihan Umum atau Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Itu berarti pemilu yang lalu berlangsung pada tahun 2019 dan berikutnya di tahun 2024. Dia menekankan, sampai saat ini tidak ada alasan mendasar untuk menunda pelaksanaan pemilu.

Jika menghubungkan dengan aturan itu, wacana penundaan pemilu tidak dilandasi alasan yang mendasar dan tidak akan terlaksana.

"Pihak yang mengemukakan wacana itu penundaan pemilu, mungkin tidak pernah membaca UUD 1945, sehingga boleh berbicara sesuka hati," ucap Johanes di Kupang, seperti dilansir Antara.

Bukan Kondisi Darurat

Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin.
Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, sosok yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024. (Foto: Dokumentasi PKB).

Dia menyatakan, penundaan Pemilu 2024 mungkin bisa dilakukan apabila negara dalam kondisi darurat akibat peperangan maupun bencana yang merata di seluruh wilayah Tanah Air.

"Penundaan pemilu hanya mungkin dilakukan jika negara dalam keadaan darurat, tetapi Indonesia sekarang ini dalam keadaan baik-baik saja," ujar Johanes.

Dia mengimbuhkan makna dari pelaksanaan pemilu sekali dalam lima tahun yakni masa kepemimpinan nasional, baik legislatif maupun eksekutif adalah lima tahun.

"Maka bila masa jabatan habis di tahun 2024 harus diganti melalui pemilu sehingga tidak ada ruang memperpanjang masa jabatan di luar mekanisme pemilu," tuturnya.

Sumber: Antara

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya