Khawatir Ujian Online Tak Maksimal, KSP Dorong PTM 100 Persen Kembali Digelar

KSP menilai PTM 100 persen perlu kembali diterapkan seiring dengan melandainya kasus Covid-19 dan menurunnya level PPKM di sejumlah daerah.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 17 Mar 2022, 08:40 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2022, 08:40 WIB
Hari Pertama PTM 100 Persen di Depok
Suasana murid saat jam pulang sekolah usai kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 Persen di SMP Negeri 9 Depok, Cipayung, Senin (24/1/2022). Pemerintah Kota Depok hari ini mulai menggelar PTM 100 persen secara serentak untuk tingkat TK, SD, dan SMP. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kantor Staf Presiden (KSP) menilai pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen perlu dilakukan kembali dengan mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri. Hal ini seiring menurunnya level PPKM di sejumlah daerah.

Menurut KSP, PTM diperlukan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian sekolah agar pelaksanaannya bisa berjalan lancar dan jujur. Pasalnya, tak semua guru memiliki gawai dan internet.

"Tidak semua guru dan terfasilitasi gadget dan internet dengan baik. Belum lagi soal teknologinya. Ini yang dikhawatirkan bisa membuat pelaksanaan ujian online tidak maksimal," kata Tenaga Ahli Utama KSP Abraham Wirotomo dikutip dari siaran persnya, Kamis (17/3/2022).

Dia menyadari adanya kekhawatiran munculnya lonjakan kasus Covid-19 pada pelaksanaan PTM. Untuk itu, pemerintah daerah harus meningkatkan testing dengan pendekatan penemuan kasus aktif atau active case finding (ACF).

Hal ini sebagai salah satu cara untuk menentukan apakah sekolah itu aman atau tidak. Dia mengatakan sejauh ini, testing ACF di sekolah menurun.

"Ini menjadi PR bagi pemerintah," ucapnya.

 

Cara Kerja Testing Covid-19 di Sekolah

Cegah Klaster Covid-19 di Malang, Siswa SD dan SMP Tes Swab Rutin Selama PTM
Seorang siswa SD di Kota Malang menjalani tes swab antigen di sekolah demi mencegah penyebaran Covid-19 (Humas Pemkot Malang)

Abraham menjelaskan, cara kerja testing penemuan kasus aktif di sekolah, yakni dengan melakukan testing 10 persen dari populasi. Jika positivity di bawah 1 persen, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Namun jika positivity 1-5 persen, satu kelas harus diisolasi.

"Nah, jika perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan di atas 5 persen, isolasi selama dua minggu," jelas Abraham.

Dia juga menekankan pentingnya percepatan vaksin di sekolah, agar siswa semakin terlindungi dari Covid-19. Dengan begitu, proses belajar mengajar bisa digelar secara tatap muka.

 

Tetap Hati-Hati Meski Kasus Landai

Kasus Melandai, Kewaspadaan Ditingkatkan
Warga melintasi kawasan terowongan Kendal, Jakarta, Selasa (28/9/2021). Indonesia pernah mengalami dua kali lonjakan kasus Covid-19 pada Januari dan Juli 2021. Lonjakan tersebut lebih disebabkan faktor internal dan sikap abai masyarakat terhadap protokol kesehatan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Abraham menyampaikan situasi pandemi Covid-19 saat ini semakin terkendali. Hal itu, ditunjukkan dengan menurunnya level PPKM dan angka reproduction dari 1,09 menjadi 1,07.

Kendati begitu, pemerintah tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam menentukan segala kebijakan terkait penanganan Covid-19. Terutama, soal relaksasi.

"Angka kasus dan kematian di negara-negara Eropa yang lebih dulu melakukan relaksasi mulai meningkat. Beberapa kota di Tiongkok juga kembali lockdown. Fakta-fakta ini membuat pemerintah tetap hati-hati dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan," tegas Abraham.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya