Pemerintah Lakukan Investigasi Penyebab Hepatitis Akut di Setiap Kasus

dr. Brian mengimbau masyarakat tidak panik, tetap tenang dan berhati hati. Dia juga mengingatkan masyarakat melakukan upaya pencegahan hepatitis akut.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 06 Mei 2022, 13:58 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2022, 11:11 WIB
Penyebab Hepatitis C
Ilustrasi hepatitis akut.

 

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah meningkatkan kewaspadaan dan penyelidikan epidemiologi (surveilans) lintas sektoral, dalam menghadapi hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya (acute hepatitis of unknown aetiolog).

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden dr. Brian Sriprahastuti mengatakan, upaya ini dilakukan agar segera ada tindakan apabila ditemukan kasus dengan gejala dan tanda hepatitis akut. Terutama, pada anak di bawah usia 11 tahun.

"Investigasi penyebab hepatitis akut dilakukan pada setiap kasus, mungkin melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap," kata Brian dikutip dari siaran pers, Jumat (6/5/2022).

Selain itu, kata dia, pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Edaran yang ditujukan kepada fasilitas layanan kesehatan. Mulai dari, pemerintan daerah, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan pemangku kepentingan.

"Untuk memberikan dukungan dan kewaspadaan dini terhadap penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya tersebut," jelas dia.

Brian menjelaskan, hepatitis akut merupakan peradangan pada hati yang terjadi secara mendadak dan cepat memburuk. Adapun gejalanya yakni, nyeri perut, kuning, diare, muntah-muntah, perubahan warna urine, feses berwarna pucat, demam tinggi atau riwayat demam, serta ditandai dengan peningkatan kadar enzim hati.

"Jika mendapati anak mengalami gejala-gejala seperti itu segera dibawa ke rumah sakit atau faskes. Karena jika terlambat penanganan akan terjadi kegagalan fungsi hati yang ditandai dengan gangguan kesadaran," tutur Brian.

 

Belum Diketahui Penyebab Hepatitis Akut

Dia mengakui sejauh ini memang belum diketahui penyebab dari hepatitis akut yang sekarang menjadi KLB tersebut. Pasalnya, dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E yang umumnya menjadi penyebab hepatitis.

Dalam kaitan dengan kabar ditemukan SARS-CoV-2 atau Adenovirus pada beberapa kasus, Brian menyampakan hal itu belum bisa dibuktikan.

"Sampai sekarang belum bisa dibuktikan bahwa kedua virus tersebut menjadi penyebabnya. Pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab baik secara biologis maupun kimiawi masih terus dilakukan," ucap dia.

Dalam kesempatan itu, dr. Brian menghimbau masyarakat tidak panik, tetap tenang dan berhati hati. Dia juga mengingatkan masyarakat melakukan upaya pencegahan infeksi.

"Caranya dengan mencuci tangan, meminum air bersih yang matang, makan makanan yang bersih dan matang penuh, membuang tinja dan popok sekali pakai (diapers) pada tempatnya, menggunakan alat makan sendiri-sendiri, memakai masker, dan tetap menjaga jarak," ujar Brian.

Seperti diketahui, fenomena hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya, menjadi sorotan dunia setelah WHO menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 15 April 2022. WHO menerima laporan 169 kasus di 12 negara, termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, dalam dua minggu terakhir, yakni hingga 30 April 2022, dilaporkan 3 pasien anak meninggal saat dirawat di RSUP Cipto Mangunkusumo, dengan dugaan hepatitis akut.

Cara Cegah Hepatititis Akut

Dokter Spesialis Anak Konsultan Gastro Hepatologi RSCM FKUI Prof Hanifah Aswari menyampaikan, penyakit hepatitis akut bergejala menginfeksi manusia melalui saluran cerna dan pernapasan.

"Dugaan awal disebabkan oleh Adenovirus, SARS-CoV-2, virus ABV dan lainnya. Virus tersebut utamanya menyerang saluran cerna dan saluran pernapasan," ujar Hanifah dalam keterangan pers virtual, Kamis (5/5).

Hepatitis akut bergejala berat, kata Hanifah, diduga sudah masuk ke Indonesia setelah tiga anak di Jakarta dilaporkan meninggal dunia akibat terinfeksi.

Hingga kini, Kementerian Kesehatan masih melakukan investigasi melalui pemeriksaan panel virus lengkap dan penyelidikan epidemiologi guna mengetahui lebih lanjut penyebab dari penyakit tersebut.

Meski belum diketahui penyebab pasti penyakit hepatitis akut pada anakl, Hanifah menyarankan orangtua meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penyakit tersebut pada anak-anak usia di bawah 16 tahun.

Prof Hanifah menyarankan langkah awal dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan guna mencegah risiko infeksi.

"Untuk mencegah dari saluran pencernaan, jagalah kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun, memastikan makanan atau minuman yang dikonsumsi itu matang, tidak menggunakan alat-alat makan bersama dengan orang lain, serta menghindari kontak anak-anak kit adari orang yang sakit agar anak-anak kita tetap sehat," jelasnya.

Hepatitis akut, kata Hanifah yang juga peneliti di RSCM, menular melalui saluran pernapasan sehingga perlu protokol kesehatan serupa pada penanganan COVID-19 seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas.

Upaya lain yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah penularan adalah orangtua perlu memahami gejala awal penyakit hepatitis akut.

Gejala Awal

Adapun gejala awal hepatitis akut secara umum adalah mual, muntah, sakit perut, diare, kadang disertai demam ringan. Selajutnya, gejala kan semakin berat seperti air kencing berwarna pekat seperti teh dan BAB berwarna pucat.

Orangtua diminta segera memeriksakan anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapat diagnosis awal bila anak mengalami gejala-gejala yang disebutkan.

Hanifah mengingatkan untuk tidak menunggu hingga muncul gejala kuning hingga penurunan kesadaran ketika akan membawa anak ke fasilitas kesehatan.

"Jangan menunggu hingga muncul gejala kuning bahkan sampai penurunan kesadaran, karena kondisi tersebut menunjukkan bahwa infeksi hepatitis sudah sangat berat. Jika terlambat mendapatkan penanganan medis, maka momentum dokter untuk menolong pasien sangat kecil," ujarnya.

Selain itu, dia menyarankan agar anak dengan gejala tersebut dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan.

"Jangan menunggu sampai gejalanya lebih berat, karena kalau berat kita kehilangan momentum untuk bisa menolong lebih cepat. Apalagi kalau sampai sudah terjadi penurunan kesadaran, maka kesempatan untuk menyelamatkannya sangat kecil," katanya.

Kasus Kematian

Berdasarkan hasil sementara investigasi kontak mengenai faktor risiko yang dilakukan Kemenkes bersama Dinas DKI Jakarta, ketiga anak yang meninggal diduga karena hepatitis akut misterius datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi stadium lanjut.

"Karena datang sudah pada kondisi stadium lanjut, hanya memberikan waktu sedikit --- bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit --- untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan pertolongan," kata Nadia dalam kesempatan yang sama.

Lebih lanjut dijabarkan bahwa ketiga kasus hepatitis misterius berumur 2, 8, dan 11 tahun. Nadia, mengatakan, kasus usia 2 belum mendapatkan vaksinasi COVID-19, yang 8 tahun baru dosis ke-1, dan 11 tahun sudah vaksinasi lengkap.

"Ketiganya COVID-19 negatif," kata Nadia.

"Kalau kita melihat dari data yang ada, satu kasus pernah sebenarnya memiliki riwayat penyakit lainnya. Ada penyakit lain yang kemudian pada kasus yang kita duga hepatitis akut ini," ujarnya.

Nadia menekankan kembali bahwa sampai saat ini ketiga kasus tersebut belum dapat digolongkan sebagai hepatitis misterius dengan kondisi akut dan gejala berat.

Akan tetapi baru masuk pada kriteria yang biasa disebut klasifikasi yang tertunda karena masih ada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan.

"Terutama pemeriksaan Adenovirus 41 dan pemeriksaan hepatitis E yang membutuhkan waktu antara 10 sampai 14 hari ke depan," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya