Jadi Tersangka, Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja Ditahan di Polda Metro

Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja ditahan terhitung mulai hari ini, Selasa 7 Juni 2022.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 07 Jun 2022, 21:14 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2022, 21:14 WIB
Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja saat tiba di Polda Metro Jaya
Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja saat tiba di Polda Metro Jaya, Selasa (7/6/2022). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menetapkan pimpinan Organisasi Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai tersangka. Dia langsung ditahan usai dijemput dari daerah Bandar Lampung.

Penahanan berkaitan dengan kasus penyebaran berita bohong dan aktivitasnya saat memimpin organisasi Khilafatul Muslimin yang dituding bersebrangan dengan ideologi Pancasila.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan menyampaikan, Abdul Qadir Hasan Baraja ditahan terhitung mulai hari ini, Selasa 7 Juni 2022.

"Iya langsung ditahan," kata dia kepada wartawan, Selasa (7/6/2022).

Zulpan menyampaikan, Abdul Qadir Hasan Baraja di tempatkan di Rutan Polda Metro Jaya. "Iya di Rutan Polda Metro," ujar dia.

Dalam kasus ini, Abdul Qadir Hasan Baraja dijerat dengan Pasal 59 Ayat 4 junto Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang RI No 18 Tahun 2017 tentang Ormas. Selain itu, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Zulpan menerangkan, Abdul Qadir Hasan Baraja memimpin Organisasi Khilafatul Muslimin. Aktivitas organisasi tersebut memprovokasi dan menjelek-jelekkan pemerintah sah di Indonesia.

"Organisasi Khilafatul Muslimin menawarkan khilafah sebagai solusi penganti ideologi negara demi kemakmuran negeri dan kesejahterahan umat," kata Zulpan saat konferensi pers, Selasa (7/6/2022).

Zulpan menerangkan, penyidik mengantongi bukti-bukti terkait penyebaran ideologi khilafah yang digaungkan Organisasi Khilafatul Muslimin.

Salah satunya, Zulpan menyebut, Organisasi Khilafatul Muslimin menuliskan dalam sebuah website bahwasanya Pancasila tidak sesuai dan hanya khilafah yang bisa memakmuran bumi dan sejahterahkan umat.

"Kegiatan konvoi syiar khilafah terdapat dalam website buletin bulanan dan tindakan nyata di lapangan yang mereka lakukan termasuk di wilayah hukum Polda Metro Jaya yaitu Jakarta Timur. Semua itu bagian tak terpisahkan," ujar dia.

Zulpan menyatakan, syiar khilafah yang digembor-gemborkan oleh Organisasi Khilafatul Muslimin bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Diuraikan pada alenia keempat, Pancasila sebagai ideologi negara yang merupakan hasil kesepakatan para pendiri bangsa dan dikenal perjanjian luhur bangsa Indonesia.

"Perbuatan mengajak ideologi pancasila bertentangan dengan peraturan serta perundang-undangan di Indonesia," terang dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Dua Kali Mendekam di Bui

Polisi menyatakan Khilafatul Muslimin sebagai organisasi yang bersebrangan dengan ideologi Pancasila. Rekam jejak pimpinan, Abdul Qadir Hasan Baraja diungkap ke publik.

Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap Abdul Qadir Hasan Baraja di Bandar Lampung pada pukul 06.30 WIB. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan menyebut, bukan kali ini saja Abdul Qadir Hasan Baraja berurusan dengan aparat penegak hukum.

Zulpan membeberkan, Abdul Qadir Hasan Baraja pernah dua kali mendekam di bui atas kasus terorisme.

"Pernah ditahan terkait kasus terorisme pada Januari 1979 dan pengeboman Candi Borobudur pada 1985," kata Zulpan saat konferensi pers, Selasa (7/6/2022).

Zulpan bahkan menyebut, Abdul Qadir Hasan Baraja memiliki kedekatan dengan kelompok radikal.

"Yang bersangkutan memiliki kedekatan dengan kelompok radikal," ujar dia.

Abdul Qadir Hasan Baraja ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyebaran berita bohong dan organisasi yang bertolak belakang dengan ideologi Pancasila.

Atas perbuatan, dijerat Pasal 59 Ayat 4 junto Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang RI No 18 Tahun 2017 tentang Ormas.

Selain itu, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Di mana ancaman tersangka minimal 5 tahun maksimal 20 tahun kurungan penjara," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya