Momen Ketum PPP Suharso Keluhkan Amplop untuk Kiai yang Berujung Permohonan Maaf

Suharso mengeluhkan adanya suesuatu yang menurutnya harus diberikan kepada kiai atau ulama bila dirinya berkunjung ke ulama.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Agu 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2022, 15:00 WIB
Partai Persatuan Pembangunan Daftar ke KPU
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kanan) menerima berkas pendaftaran dari Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa saat Pendaftaran Partai Politik Calon Peserta Pemilu tahun 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/8/2022). KPU menerima berkas dari 4 partai politik yang mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2024 di hari kesepuluh pendaftaran. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa mengeluhkan adanya keharusan menyediakan amplop usai bertemu dengan para kiai atau ulama saat dirinya melakukan kunjungan ke sejumlah tempat .

Suharso mengeluhkannya saat menghadiri acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada, 15 Agustus 2022.

Awalnya, Suharso yang diberikan kesempatan berbicara menyindir mantan ketua umum partainya yang tersangkut kasus korupsi. Kemudian, Suharso menceritakan pengalamannya bertemu dengan para kiai di pondok pesantren.

"Waktu saya Plt. Saya bertandang ke kiai-kiai besar, ke pondok pesatren besar, ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi," ujar Suharso dikutip dari akun Youtube ACLC KPK, Kamis (18/6/2022).

Suharso mengaku, saat itu dirinya bersama rekan-rekannya menyambangi kiai besar hendak meminta doa. Namun dia tidak menjelaskan detail nama kiai yang dia temui tersebut.

"Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Saya minta didoain, kemudian saya jalan. Tak lama kemudian saya dikirimi pesan di WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggalin apa enggak untuk kiai?, ninggalin apa? Saya tidak tertinggal sesuatu di sana? Mungkin ada barang cucu saya waktu itu yang saya bawa," kata Suharso.

Suharso mengaku saat menerima pesan tersebut belum mengerti maksud dari kalimat meninggalkan sesuatu. Sampai akhirnya dia bertemu dengan orang yang mengirimkan pesan tersebut.

"Oh enggak, ada sesuatu, oh nanti saja, maka sampailah setelah keliling itu ketemu lalu dibilang pada saya, 'gini Pak Plt, kalau datang ke beliau-baliau itu meski ada tanda mata yang ditinggalkan', 'wah saya ndak bawa, tanda matanya apa? Sarung, peci, Alquran atau apa," kata dia.

Namun rupanya yang dimaksud adalah meninggalkan amplop yang sudah lebih dahulu diisi uang. Suharso menyebut hingga kini hal tersebut masih terjadi apabila bertemu dengan para tokoh agama.

"Kayak enggak ngerti saja Pak Harso ini, gitu Pak. I've provited one, every week. Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya, enggak ada amplopnya, pak, itu pulangnya, sesuatu yang hambar," kata Suharso.

 

PPP Sampaikan Permohonan Maaf

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Pernyataan Suharso ini kemudian menuai kritik, terutama dari dari kalangan aktivis Nahdlatul Ulama (NU).

Wakil Ketua Umum PPP yang juga Wakil Ketua MPR Arsul Sani pun meminta maaf atas pernyataan Suharso itu. Arsul meminta maaf lantaran perkataan Suharso merendahkan martabat dan menghina para kiai.

"Kami memohon maaf yang setulus-tulusnya kepada para kiai dan berjanji bahwa jajaran PPP lebih berhati-hati atau ikhtiyat dalam berucap dan bertindak kedepan agar tidak terulang lagi," ujar Arsul dalam keterangannya.

Lebih lanjut, Arsul Sani mengakui bahwa meskipun dalam pidatonya ketika acara Pendidikan Politik Cerdas Berintegritas di KPK, Suharso Monoarfa tidak bermaksud merendahkan atau menghina kiai. Namun apa yang disampaikan oleh Suharso itu membuka ruang untuk ditafsirkan sebagai merendahkan para kiai.

"Ini menjadi pembelajaran bagi kami semuanya untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di ruang publik. Tidak boleh lagi terpeleset atau slip of tounge menyampaikan sesuatu yang berpotensi menimbulkan kontroversi, resistensi, atau kesalahpahaman di ruang publik," kata Arsul.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya