Liputan6.com, Jakarta Akibat hujan deras yang mengguyur Jabodetabek sejak siang Kamis (10/6/2022) membuat tembok pembatas MTSN 19 Jakarta, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, roboh.
Hal ini membuat sejumlah siswa terluka dan bahkan ada yang meninggal dunia.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, yang luka total sebanyak tiga siswa. Namun, kondisinya mereka bisa dipulangkan dari RS Prikasih, Jaksel.
"Yang luka-luka sudah bisa dipulangkan," jelas dia.
Meski demikian, salah satu siswa yang mengalami patah lengan diminta wajib kontrol.
"Namun ada satu orang atas nama Adisya mengalami patah tulang lengan kiri bawah, hanya diwajibkan kontrol," kata Isnawa.
Sebelumnya, Isnawa menjelaskan kronologi robohnya tembok MTSN 19 Pondok Labu. Diketahui, Peristiwa robohnya tembok MTSN 19 ini terjadi pukul 14.50 WIB.
"Beberapa siswa yang sedang bermain di area taman sekolah tertimpa tembok yang roboh, karena tembok tidak mampu menahan luapan air yang ada," kata dia.
"Posisi sekolah berada di dataran rendah, yang di sekitarnya terdapat saluran PHB Pinang Kalijati dan di belakang sekolah terdapat aliran sungai," lanjut dia.
Â
Cerita Saksi Mata
Tenaga Pramubakti bernama Sri Yatini menjadi saksi mata robohnya tembok pembatas MTSN 19 Jakarta, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Jakarta diguyur hujan deras pada Kamis (6/10/2022). Saat itu, Sri berdiri di sudut sekolah mengawasi sejumlah siswa. Pun demikian dengan guru-guru yang terlihat sibuk mengingatkan anak-anak supaya tidak berenang.
Berkaca dari pengalaman, siswa sering bermain air di kala sekolah dilanda banjir. "Saya mantau anak-anak tidak berenang," ujar dia di lokasi, Kamis (6/10/2022).
Hujan turun semakin deras, beberapa ruangan mulai tergenang air. Ketinggian berkisar 40 sentimeter hingga 50 sentimeter.
Sri bergegas ke ruang guru menyelamatkan barang-barang supaya tidak terendam. "Air baru sedengkul, saya amankan barang-barang," ujar dia.
Tiba-tiba terdengar suara keras dibarengi deras air. Kaca-kaca jendela pecah. "Seperti terjadi gempa," kata Sri.
Â
Advertisement
Trauma
Guru-guru berhamburan keluar melalui jendela. Sementara Sri pergi ke ruangan kepala sekolah. Dibantu rekan-rekan Sri merusak pintu sebagai akses keluar.
"Saya jemput kepala sekolah karena dia tidak tahu air bah ke ruang dia deras. Air sudah sedada," ujar dia
Saat itu, guru-guru berteriak Allahuakbar. Ternyata air mendorong mereka dari pintu belakang. "Jadi guru keluar memecahkan kaca," ujar dia.
Kejadian ini begitu melekat di ingatan Sri. Ia sama sekali tak pernah terbayang akan bergelut dengan derasnya air. Sri sendiri tak tahu ada korban jiwa dalam insiden ini.
"Sangat trauma ya pak, saya rasa sendiri suara retakan kaca seperti gempa, sampai kami dan guru ucap Allahuakbar," ujar dia.