Albert Aries: RKUHP Jamin Kebebasan Berpendapat dan Demokrasi

Beredar narasi seolah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ini jika mengkritik Presiden, Wakil Presiden, Pemerintah atau Lembaga Negara maka langsung dipenjara

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Nov 2022, 11:42 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2022, 09:41 WIB
Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries saat memberikan penjelasan tentang RKUHP, dikutip dari kanal Youube Indonesia Lawyers Club, Sabtu (9/7/2022) (Istimewa)
Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini beredar narasi seolah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ini jika mengkritik Presiden, Wakil Presiden, Pemerintah atau Lembaga Negara maka langsung dipenjara, Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries, memberikan penjelasan soal isu tersebut yang menurutnya tidak tepat dan perlu diluruskan (Sabtu, 27/11/2022).

Menurut Albert, Pasal 218 RKUHP tentang penyerangan harkat dan martabat diri Presiden/Wapres dan juga Pasal 240 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara, semuanya sudah diberikan uraian penjelasan yang lengkap untuk dapat membedakan mana yang termasuk kritik dan mana yang merupakan penghinaan (tindak pidana). Konstitusi kita telah menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat, tetapi sama sekali tidak memperbolehkan menghina orang lain.

Lebih lanjut, uraian penjelasan dari Pasal 218 dan Pasal 240 RKUHP juga diadopsi dari Pasal 6 huruf d UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yaitu kritik dalam Pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

“Jadi kedua pasal ini sama sekali tidak membatasi kebebasan berekspresi dan berdemokrasi, karena kritik yang disampaikan, termasuk dalam unjuk rasa/demonstrasi bukan merupakan tindak pidana, itulah wujud Demokratisasi dan Dekolonisasi yang diusung oleh RKUHP.“ tegas Albert.

Albert menjelaskan Pasal 218 RKUHP bukan untuk menghidupkan kembali Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang dianulir MK yang merupakan Delik Biasa, tetapi mengacu pada Pertimbangan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden (Hal. 60), dimana MK berpendapat Pasal 207 KUHPidana tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dapat digunakan Presiden/Wapres sebagai Delik Aduan, yaitu dalam hal penghinaan itu ditujukan ke Presiden/Wapres selaku pejabat (als ambtsdrager), sehingga tidak ada proses hukum tanpa pengaduan dari Presiden/Wapres, sekaligus menutup ruang bagi simpatisan untuk melapor.

Selaras

Bahkan kata Albert, pengaturan ini juga selaras dengan pengaturan penghinaan terhadap kepala negara sahabat, merupakan pemberatan sanksi dari penghinaan terhadap warga negara biasa dan penghinaan terhadap Pejabat (semuanya Delik Aduan) yang keduanya merupakan pasal lama yang tidak pernah dibatalkan oleh MK, serta memiliki sanksi alternatif berupa Pidana Denda, sehingga tidak serta merta dipidana penjara.

Infografis Deretan Pasal dalam Draf RKUHP Atur Penghinaan Presiden-Wapres. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Pasal dalam Draf RKUHP Atur Penghinaan Presiden-Wapres. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya