Kuasa Hukum Baiquni: Saksi Ahli Pidana Akui Terima Berita Acara Diduga Backdate

Kuasa Hukum Terdakwa Baiquni Wibowo, Junaidi Saibih, mempertanyakan adanya berita acara pemeriksaan forensik DVR CCTV yang diduga tertanggal mundur atau backdate, dalam kasus obstruction of justice perkara kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 30 Des 2022, 12:51 WIB
Diterbitkan 30 Des 2022, 12:51 WIB
Majelis Hakim Tolak eksepsi atau nota keberatan Baiquni Wibow
Terdakwa kasus merintangi penyidikan atau 'obstruction of justice' pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Baiquni Wibowo berdiskusi dengan kuasa hukumnya usai sidang putusan sela di PN Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022) (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Terdakwa Baiquni Wibowo, Junaidi Saibih, mempertanyakan adanya berita acara pemeriksaan forensik DVR CCTV yang diduga tertanggal mundur atau backdate, dalam kasus obstruction of justice perkara kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Hal itu pun diperkuat dengan pengakuan Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Flora Dianti.

"Kami menanyakan kepada ahli pidana kenapa dalam BAP ahli yang diperiksa tanggal 23 Agustus 2022, mengapa pada tanggal tersebut saudara ahli sudah bisa berpendapat mengenai hal-hal yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Forensik No 3337 yang dibuat tanggal 24 Agustus 2022 atau satu hari setelah pemeriksaan ahli," ujar Junaidi kepada wartawan, Jumat (30/12/2022).

Menurut Junaidi, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdapat fakta keterangan pelapor dalam persidangan, yaitu dasar pembuatan laporan polisi adalah informasi labfor tentang isi DVR CCTV yang kosong. Padahal informasi sah dari labfor baru ada tanggal 24 Agustus 2022 yang termuat dalam Berita Acara Nomor 3337.

Pelapor kasus obstruction of justice membuat Laporan Polisi (LP) tanggal 9 Agustus 2022, yakni sebelum berita acara keluar. Hal itu pun dinilai menjadi bukti bahwa pembuatan LP kasus obstruction of justice perkara kematian Brigadir J itu dilakukan berdasarkan informasi yang tidak sah.

Sementara, ahli labfor sendiri juga menyatakan bahwa hasil pemeriksaan baru sah digunakan apabila sudah ada Berita Acara.

"PH menanyakan apakah saudari ahli pidana diperlihatkan Berita Acara Pemeriksaan Labfor No 3337 atau BAP Saksi labfor, sehingga saudara ahli bisa berpendapat tentang hal-hal yang termuat dalam berita acara labfor," jelas dia.

Junaidi mengatakan, saksi ahli pidana Flora Dianti meyakinkan bahwa pada saat pemeriksaan telah diperlihatkan dokumen Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Forensik (Labfor) oleh penyidik.

"Perihal kejanggalan tanggal yaitu pemeriksaan ahli tertanggal 23 Agustus 2022 atau satu hari sebelum tanggal Berita Acara Labfor, tapi isinya sudah memuat penjelasan tentang hasil Labfor, ahli pidana menyampaikan kemungkinan atau dugaan, bahwa berita acaranya di-backdated. Karena ahli pidana yakin saat dirinya di-BAP, penyidik sudah menunjukan hasil pemeriksaan Labfor dalam dokumen Berita Acara," ujarnya.

Dikonfirmasi

Kejanggalan ini juga dikonfirmasi saat pemeriksaan saksi ahli digital forensik Pusat Laboratorium Forensik (Pulsabfor) Polri, Hery Priyanto. Menurut Junaidi, saat itu turut ditanyakan perihal tanggal berita acara pemeriksaan Labfor yang sebenarnya.

"Karena pada tanggal 2 September 2022, saat ahli Hery hadir dalam sidang etik Baiquni, ahli Labfor menyatakan belum pernah membuat berita acara karena masih menunggu konfirmasi Dittipidum Bareskrim dan analisa memerlukan waktu yang lama karena dilakuan detik per detik, hal ini tertera dalam putusan Sidang Etik Baiquni Wibowo," terangnya.

Junaidi menyatakan bahwa hal tersebut menambah deretan kejanggalan sumber keraguan terhadap keabsahan Berita Acara Pemeriksaan Labfor yang memuat hasil pemeriksaan DVR CCTV. Terlebih, diketahui bahwa pemeriksaan Labfor dilakukan untuk perkara Polres Jakarta Selatan yang telah dihentikan alias SP3.

"Apabila pemeriksaan ahli awalnya dilakukan untuk LP lama yang telah di SP3, maka secara administrasi harus diulang dan dilakukan berdasarkan LP yang baru, bukan tetap menggunakan LP yang lama yang telah di SP3. Secara formil ini tidak benar sehingga tidak sah untuk dijadikan alat bukti dipersidangan," tuturnya.

Kemudian, sambungnya, dalam pemeriksaan ahli Labfor diketahui ternyata tanda terima barang yang diperiksa dari Polres Jakarta Selatan kepada Labfor, tercantum merek DVR CCTV yang berbeda dengan DVR CCTV yang diperiksa oleh Labfor. Menurut SOP, dalam Perkap seharusnya jika ada ketidaksesuaian antara administrasi dengan fakta, maka Labfor harus mengembalikan kepada penyidik untuk perbaikan administrasi.

"Bukannya malah dipaksakan untuk tetap diperiksa, ini menyalahi SOP," katanya.

Kejanggalan Administrasi

Junaidi menyebut, saksi ahli Labfor mengaku tidak mengetahui bahwa perkara di Polres Jakarta Selatan sudah dihentikan alias SP3. Namun ketika penyerahan hasil, Labfor melakukan penyerahan Berita Acara Pemeriksaan Labfor ke Dittipidum Bareskrim Polri.

Hal tersebut pun dinilai janggal, sebab jika pihak Labfor tidak mengetahui bahwa perkara Polres Jakarta Selatan sudah dihentikan atau SP3, maka seharusnya Berita Acara diserahkan kembali ke institusi pengirim yakni Polres Jakarta Selatan. Namun Labfor malah menyerahkan hasil pemeriksaan ke Dittipidum Bareskrim Polri.

"Ini ada kejanggalan administrasi, ini tidak bisa dijelaskan secara terang dan jelas oleh saksi ahli Labfor dalam persidangan. Ahli Labfor juga tidak bisa memastikan siapa pelaku perusakan DVR bahkan menyebutkan ada kemungkinan abnormal shutdown terjadi karena sistem bukan selalu terjadi karena manusia," Junaidi menandaskan.

Infografis Bharada E Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Bharada E Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya