Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan menjadi usulan inisiatif DPR. Sebanyak 8 fraksi menyatakan sepakat, dan hanya 1 fraksi yakni PKS yang menolak.
Sementara fraksi yang setuju RUU Omnibus Law Kesehatan menjadi usulan inisiatif DPR adalah PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN dan PPP.
Advertisement
Baca Juga
Keputusan tersebut didapatkan dalam rapat pleno Baleg DPR RI terkait RUU Kesehatan yang digelar pada, Selasa (7/2/2023).
“Dari 9 fraksi, 8 menyatakan persetujuan dan 1 menyatakan menolak. Kami tanyakan kepada anggota Baleg, apakah hasil penyusunan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan UU?,” kata Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi atau Awiek.
“Setuju,” jawab anggota Baleg.
Sementara itu, Fraksi PKS menyampaikan alasan pihaknya menolak draft RUU Kesehatan yakni adanya kontradiksi aturan dan belum menampung partisipasi banyak pihak.
“RUU kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law ini tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan, kontradiksi pengaturan, dan juga harus memastikan partisipasi bermakna dalam penyusunan mengingat banyak UU yang akan terdampak dalam penyusunan RUU kesehatan ini,” kata Anggota Baleg PKS Ledia Hanifa.
Sebelumnya diberitakan, RUU Omnibus Law Kesehatan memicu penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan anggotanya. Demikian pula dengan organisasi profesi lain, termasuk Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Penolakan ini diutarakan dalam bentuk unjuk rasa atau aksi damai di area gerbang gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Senin pagi (28/11/2022).
12 Alasan Menolak RUU Omnibus Law Kesehatan
Setidaknya Ada 12 alasan yang mendasari para tenaga medis dan kesehatan menolak RUU ini. Alasan-alasan tersebut adalah:
1. Penyusunan RUU Omnibus Law kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil, dan organisasi profesi.
2. Sentralisme kewenangan Menteri Kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke Kementerian Kesehatan tanpa melibatkan masyarakat dan organisasi profesi mencederai semangat reformasi.
3. Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan sejalan dengan masifnya investasi.
4. Sarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga tiga kali lipat.
5. RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam keselamatan rakyat dan hak rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi.
6. RUU Omnibus Law Kesehatan mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing berpotensi mengancam keselamatan pasien.
7. RUU Omnibus Law Kesehatan berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.
8. RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam ketahanan bangsa serta mengebiri peran organisasi profesi yang telah hadir untuk rakyat.
9. Pelemahan peran dan independensi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dengan berada dan bertanggung jawab kepada menteri (bukan kepada Presiden lagi).
10. Kekurangan tenaga kesehatan, dan permasalahan maldistribusi adalah kegagalan pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi.
11. RUU Omnibus Law Kesehatan hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.
12. RUU Omnibus Law Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dan manusiawi.
Advertisement