Beri Kuliah Umum di Unand, Hasto Tantang Mahasiswa Buat Konferensi Asia-Afrika

Dosen Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto, mengajak agar para mahasiswa Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) agar meneladani dan menghidupi jiwa kepemimpinan negarawan para pendiri bangsa, yang mayoritas berasal dari Sumbar.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 05 Jul 2023, 15:49 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2023, 15:41 WIB
Dosen Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto
Dosen Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto saat mengisi kuliah umum di Unand Sumbar di Kota Padang, Rabu (5/7/2023). (Foto: Dokumentasi PDIP).

Liputan6.com, Jakarta Dosen Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto, mengajak agar para mahasiswa Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) agar meneladani dan menghidupi jiwa kepemimpinan negarawan para pendiri bangsa, yang mayoritas berasal dari Sumbar.

Dia juga menantang para mahasiswa Unand untuk berani melaksanakan Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika, seperti pernah dilaksanakan oleh para mahasiswa Indonesia pada tahun 1956 dengan mendatangkan peserta dari 29 negara.

Hal itu disampaikannya saat mengisi kuliah umum di Unand Sumbar di Kota Padang, Rabu (5/7/2023), di hadapan ratusan sivitas akademika berbagai kampus di Padang, serta tokoh masyarakat yang hadir.

“Kita lihat dari jumlah penduduknya, tetapi kita bandingkan dengan para tokoh yang lahir di ranah Minang ini, maka Sumatera Barat ini memegang rekor tertinggi jumlah pahlawan nasional, kepemimpinan negarawan yang terbanyak,” kata Hasto.

Bagi Hasto, hal itu menjadi sebuah inspirasi sekaligus pengingat kepada mahasiswa Unand agar merawat nilai-nilai kebangsaan dan sekaligus menyiapkan jalan masa depan untuk Indonesia Emas tahun 2045.

“Berbicara tentang geopolitik Soekarno dan Geopolitik Bung Hatta, syarat yang terpenting bagi teman-teman semua adalah jadilah pemimpin negarawan. Semoga dari mahasiswa Andalas ini akan lahir Soekarno baru, Bung Hatta Baru, Tan Malaka yang baru, KH Agus Salim, Syahrir, Natsir, Prof Muhammad Yamin yang baru,” katanya.

Hasto lalu membeberkan teori geopolitik Soekarno yang menjadi hasil studi disertasinya di Universitas Pertahanan (Unhan).

Disampaikannya bahwa teori itu didasari oleh Pancasila sebagai ideologi geopolitik dunia.

Diuraikannya secara panjang lebar mengenai peristiwa-peristiwa dunia yang menyangkut Indonesia, yang terkait dengan teori itu.

Termasuk soal pelaksanaan Konferensi Asia Afrika dan Konferensi Gerakan Non Blok, konstelasi Perang Dingin serta kaitannya dengan Indonesia, Konfrontasi Malaysia, pembebasan Irian Barat, kemerdekaan bangsa Asia dan Afrika karena campur tangan Indonesia, dan lain-lain.

 

Jelaskan Geopolitik Soekarno

Terkait isu Palestina, Hasto mengingatkan kembali soal pidato Indonesia di PBB tentang upaya memerdekakan Aljazair dari penjajahan Prancis. Walau saat itu Indonesia baru merdeka, namun kepemimpinannya diakui hingga ke PBB. Dia menyebut hal itu menggetarkan.

"Ini yang sangat fundamental. Karena dalam Konferensi Asia Afrika, Bung Karno, Bung Hatta, Ali Sastroamidjojo, sudah menandatangani komitmen untuk mendukung kemerdekaan Palestina,” urainya.

Intinya, Geopolitik Soekarno mengoperasionalkan Pancasila yang lahir sebagai pandangan hidup bangsa sekaligus jawaban Indonesia atas sistem internasional yang bersifat anarkis. Pancasila lahir atas struktur dunia yang tidak adil akibat penjajahan yang menyebabkan perang tidak pernah berhenti.

“Teori ini menggambarkan Geopolitik Soekarno yang mengemukakan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian dunia dan bagaimana bangsa-bangsa di dunia bisa hidup berdampingan dengan damai,” imbuhnya.

Untuk membangkitkan pemahaman para peserta kuliah, Hasto lalu menceritakan tentang peristiwa usai KAA tahun 1955.

Kepemimpinan Indonesia berhasil membangkitkan spirit solidaritas diantara bangsa Asia-Afrika. Sehingga bukan sekedar menjadi komitmen politik tingkat elite, namun hingga ke berbagai kalangan termasuk mahasiswa.

Hasto pun menantang para mahasiswa Unand agar berani menunjukkan komitmen serta prestasinya dengan membangkitkan semangat itu kembali.

“Kami tantang bagaimana Universitas Andalas ini, mahasiswanya, senatnya, mampu mengadakan konferensi mahasiswa Asia-Afrika untuk diulang kembali dan diadakan di Padang ini,” kata Hasto.

Konferensi Mahasiswa tahun 1956 saat itu dipimpin oleh Emil Salim yang menjadi tokoh nasional.

“Jadi kalau menghormati perjuangan pahlawan bangsa, maka tahun depan 18 April itu ada peringatan Konferensi Asia-Afrika. Maka dari Andalas ini, kalau dulu yang memimpin Prof. DR. Emil Salim, ditantang untuk diadakan konferensi internasional mahasiswa Asia-Afrika, dengan yang diundang adalah 29 negara dan itu diadakan di Andalas,” ungkap Hasto.

Menurut Hasto, di konferensi itu, para mahasiswa bisa membahas isu penguasaan teknologi yang berkeadilan, green and blue economy, dan lain-lain.

“Karena menjadi mahasiswa sekarang harus going global. Itu yang kita harapkan jika kita belajar dari teori geopolitik Soekarno,” imbuhnya.

Ditegaskan Hasto, teori geopolitik Soekarno mengajarkan pentingnya kemampuan intelektual dengan banyak membaca; pentingnya ide dan imajinasi kemajuan masa depan.

“Jadi cara berpikir kita mau membangun Indonesia, sering menunggu ada dana dulu. Kalau tidak ada dana sepertinya tidak bisa. Padahal Bung Karno, Bung Hatta, KH Agus Salim, Prof. Mohamad Yamin selalu berpikir the power of idea. Ini yang paling penting memerdekakan Indonesia,” ulas Hasto.

“Tanpa ada ide, imajinasi kita akan kehilangan spirit dalam mencapai masa depan,” pungkasnya.

 

Sosok Hatta

Di acara itu, jajaran sivitas akademika Unand dipimpin sang Rektor Prof.Dr. Yuliandri. Para tokoh masyarakat juga hadir seperti Gubernur Sumbar Datuak Marajo Mahyeldi Ansharullah, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Ketua DPD PDIP Sumbar Alex Indra Lukman, dan lain-lain.

Rektor Yuliandri, dalam pidatonya menceritakan sejarah pendirian Unand yang diresmikan oleh Wakil Presiden Pertama RI Moh. Hatta.

“Sosok Bung Hatta sebagai seoramg nasionalis yang kemudian beliau menyampaikan bahwa sebelum saya mendirikan Unand, lebih dulu mendirikan Universitas Hasanuddin. Bung Hatta ini sosok nasionalisme di tokoh kita yang dwitunggal bersama Bung Karno,” kata Prof Yuliandri.

Ia lalu menceritakan capaian-capaian Unand hingga saat ini, baik secara nasional maupun internasional. Dijelaskannya juga bahwa Unand menyasar expertise di bidang riset. “Unand kami ambil sebagai research university. Saya selalu menekankan kepada semua sivitas akademika kita bahwa Unand adalah universitas riset,” ujar Prof Yuliandri.

Prof  Yuliandri juga secara khusus memberikan penjelasan mengenai kontribusi Presiden Kelima RI Prof Dr.(HC) Megawati Soekarnoputri untuk Unand.

Diantaranya adalah memberikan bantuan penelitian, kepada dosen untuk penelitian bahan alam, dan sampai saat ini terus dikembangkan.

Kedua, kontribusi Megawati yang meresmikan Pusat Kegiatan Mahasiswa Unand. Ketiga, memberikan bantuan Mobil Bus Kampus untuk mendukung transportasi bagi civitas akademika Unand.

“Dan alhamdulilah dalam kapasitas beliau sebagai Dewan Pengarah BRIN, UNAND juga mendapat kesempatan kerjasama penelitian dengan BRIN, untuk mendukung pusat studi serta riset bagi dosen Unand,” kata Yuliandri.

“Harapan Unand, ke depan kampus kami dapat dijadikan sentra penelitian bagi pengembangan Wawasan Kebangsaan, terutama dalam mengembangkan berbagai konsep untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Wawasan kebangsaan ini memang harus dimulai dari kampus,” tegasnya.

Sementara Gubernur Sumbar Mahyeldi menjelaskan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan keteladanan-keteladanan dari para pemimpin masa lalu. Contoh terutama adalah Proklamator RI Bung Karno-Bung Hatta.

“Maka marilah melihat dan belajar dari pemimpin kita di masa lalu. Bagaimana negara Indonesia yang besar, luas dan heterogen, dapat terjaga dengan baik dalam kerangka NKRI,” kata Mahyeldi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya