Liputan6.com, Jakarta - Hari Ulang Tahun ke-60 Wiji Thukul. Penyair dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) kelahiran 26 Agustus 1963 itu hilang secara misterius. Sosok pria dengan nama asli Widji Widodo itu tidak diketahui keberadaannya hingga sekarang. Diduga dia diculik oleh militer bersama beberapa aktivis lainnya.
Salah satu tokoh perlawanan atas penindasan rezim Orde Baru itu hilang pada 27 Juli 1998. Peristiwa itu pun dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli. Kenangan atas Wiji Thukul masih terus dipelihara.
Advertisement
"Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan!."
Advertisement
Penggalan puisi berjudul "Peringatan" itu menjadi inspirasi perlawanan hingga kini. Karena puisi yang dibuat pada 1986 itulah Wiji Thukul raib hingga sekarang.
Kenangannya pun terus membekas. Orang-orang masih terus melawan lupa soal Wiji Thukul. Bahkan hari ini, Sabtu (26/8/2023), sebagian elemen masyarakat menggelar peringatan bertepatan hari lahirnya di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat.
Sejumlah rangkaian acara digelar, mulai dari pembacaan puisi karya Wiji Thukul, menyanyikan ragam musik transformatif yang menyerukan demokrasi dan reformasi, hingga ditutup nonton bareng film berjudul ‘Istirahatlah Kata-Kata’.
Ketua Panitia Acara yang digagas Koalisi Melawan Lupa, Wilson menyampaikan, kegiatan hari ini bukanlah perayaan, namun bentuk mengenang tragedi kemanusiaan, kejahatan HAM zaman Orde Baru, yaitu penghilangan aktivis demokrasi oleh militer Orde Baru Soeharto.
Banyak Aktivis Disebut Pura-Pura Lupa Bahwa Ada Kejahatan HAM
Ini demi melawan lupa, melihat banyak aktivis angkatannya yang pura-pura lupa bahwa ada kejahatan HAM di masa lalu, ada pelaku kejahatan itu sendiri, dan mereka tanpa malu-malu malah mendukung penjahat HAM yang terlibat dengan penculikan kawan-kawannya sendiri.
"Ya itu pilihan hak demokratis mereka, saya hargai. Tetapi menyangkut calon presiden yang menyangkut kawan-kawannya sendiri secara moral, secara etis itu bagaimana ya saya sebut, memalukan lah itu. Di mana humanisme dia terhadap keluarga korban ya. Dan itu kan temannya sendiri, memang cuma empat orang yang kenal dia, tapi empat orang itu kan yang membangun gerakan sehingga menciptakan orang terkenal seperti dia," tutur Wilson saat ditemui Liputan6.com di lokasi, Sabtu (26/8/2023).
Menurut Wilson, menggunakan acara-acara populer melalui kesenian tampaknya lebih mudah dimengerti dan dinikmati anak-anak muda, khususnya Generasi Z. Seperti hari ini, dia mengaku kaget dengan banyaknya massa anak muda yang hadir.
"Kapasitasnya kan 250 yang datang 400 jadi banyak yang keluar-keluar. Artinya anak muda ini tidak sebodoh dan senaif hasil poling. Mungkin karena dia nggak dapat informasi ya, generasi Z ini nggak dapat informasi yang benar tentang kejahatan HAM masa lalu. Kalau mereka bukan karena lupa tapi karena nggak dapat informasi. Nah yang jadi masalah adalah teman-teman aktivis 98, 90-an yang tahu dia penjahat HAM tapi pura-pura lupa," jelasnya.
Advertisement
Keinginan Koalisi Melawan Lupa
Keinginan Koalisi Melawan Lupa, kata Wilson, sejak berdiri 25 tahun lalu sampai dengan hari ini adalah digelarnya Pengadilan HAM untuk pelaku penculikan dan pemerintah membuat tim pencari aktivis yang masih hilang. Sebagaimana rekomendasi DPR tahun 2009 lalu, sekaligus menepis sentimen negatif para pejuang HAM.
"Jadi kalau ada yang bilang pengadilan HAM untuk Prabowo itu adalah kerjaan LSM atau 5 tahun sekali, lho itu rekomendasi DPR RI. Jadi bukan soal LSM, bukan soal tuntutan yang dibuat oleh musuh politik Prabowo, lho itu tuntutan rekomendasi DPR RI dan beberapa partai yang mendukung Prabowo itu yang membuat rekomendsasi itu juga," tukasnya.
Baginya, penyelesaian di masa Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi atas kasus pelanggaran HAM yakni penghilangan paksa orang, tidaklah tuntas dan bahkan masih jauh dari harapan.
"Itu dibuat di masa Pemerintahan SBY. Pemerintahan SBY nggak berani, Pemerintahan Jokowi hanya kasih janji surga ya. 2014 dia bilang saya akan menemukan Wiji Thukul hidup atau mati, tapi setelah janji itu dia lupa ya. Yang paling menyedihkan bagi keluarga korban dan aktivis HAM, tiba-tiba dia merangkul Prabowo sebagai Menteri Pertahanan. Orang yang bertanggung jawab, orang yang menjadi pelaku utama dari kejahatan HAM yg bernama penghilangan paksa, kok dirangkul," jelas Wilson.
“Kalau kita memilih penjahat yang terlibat dalam penghilangan paksa, maka akan bisa berulang di masa depan Indonesia. Jadi kita minta pengadilan HAM bukan karena dendam, tapi agar tidak terulang kembali," sambungnya.
Ketertarikan Wiji Thukul pada Kesenian
Wiji Thukul mulai menulis puisi sejak duduk di bangku SD. Sementara, ketertarikannya pada dunia teater dimulai saat Wiji masih dibangku SMP
Dia bergabung dalam kelompok teater Jagalan Tengah (Jagat). Bersama kelompok ini Wiji Thukul pernah keluar masuk kampung ngamen sambil berpuisi dengan iringan berbagai instrumen musik: rebana, gong, suling, kentongan, gitar, dan alat musik lainnya.
Wiji bahkan sempat tiga bulan menjadi wartawan Masa Kini.
Raibnya Thukul juga dikaitkan dengan aktivitasnya di Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker). Organisasi ini berafiliasi dengan Partai Rakyat Demokratik, partai yang didirikan kalangan muda kritis yang kerap mengkritik tajam rezim Orba.
Komisi Tindakan Kekerasan (KontraS) menduga bapak dua anak ini telah diculik. Percakapan terakhir antara Thukul dengan istrinya, Dyah Sujirah alias Sipon, terjadi pada 19 Februari 1998 dalam pertemuan sembunyi-sembunyi di Stasiun Tugu, Yogyakarta.
Advertisement
Yap Thiam Hien Awards 2002
Fisik boleh raib, namun nama tetap harum, terutama di kalangan aktivis atau pekerja lembaga swadaya masyarakat yang memperjuangkan hak asasi manusia. Bahkan, tahun silam Thukul dianugerahi Yap Thiam Hien Awards 2002, sebuah penghargaan bergengsi untuk pejuang hak asasi manusia di Tanah Air.
Saat itu penghargaan diterima Sipon, sang istri yang hingga kini masih menunggu kehadiran suaminya yang telah memberi dua anak.
Hingga akhir hayatnya, Sipon tetap yakin suaminya yang hilang setelah berorasi itu masih hidup. Entah itu dia bersembunyi atau disembunyikan. Bila keyakinannya itu benar, Sipon ingin sekali mengetahui penyebab Thukul tetap bertahan untuk tak kembali ke rumah.
Orba tumbang diseruduk gerakan mahasiswa yang mengusung agenda reformasi. Politik dan rezim boleh berubah, tetapi Wiji Thukul yang dinanti kedua anaknya belum juga muncul. Inilah yang menjadi pertanyaan Sipon semasa hidup. Entah sampai kapan akan terjawab.