Liputan6.com, Jayapura Pemerintah Indonesia telah menjalankan berbagai program percepatan pembangunan di Papua. Terdapat tiga sektor yang sudah mendapatkan hasil positif dari program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut, yakni sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Di sektor pendidikan, pemerintah telah menjalankan program Papua Pintar yang mencakup pembangunan sekolah dan program beasiswa. Sementara itu, pada sektor kesehatan, program Papua Sehat telah memberi kemudahan akses berobat dan program peningkatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di sejumlah wilayah.
Dan pada sektor infrastruktur, pemerintah telah membangun jalan Trans Papua dengan total Panjang 3.462 KM dan pembangunan infrastruktur pendukung pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.
Advertisement
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Desa telah menjalankan program Desa/Kampung Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA). Program tersebut bertujuan untuk mewujudkan penurunan stunting, kesetaraan gender, perlindungan perempuan dan anak serta pemenuhan hak anak di seluruh Indonesia.
“Provinsi Papua menjadi salah satu contoh hasil pembentukan dan pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak DRPPA pada 2021,” ujar Plt. Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dibacakan oleh Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Astrid Ramadiah Wijaya.
Indeks Ketimpangan Gender Turun
Astrid mengungkap bahwa Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Provinsi Papua tahun 2022 sebesar 0,515 turun 0,020 poin, dibandingkan tahun 2021 sebesar 0,535. Dirinya menyebut, penurunan ketimpangan gender itu terjadi di sebagian besar Kabupaten/Kota di Papua.
“Menurunnya indeks ketimpangan gender (IKG) terutama dipengaruhi oleh perbaikan dimensi kesehatan reproduksi,” ungkapnya.
Astrid juga mengatakan, perbaikan dimensi pemberdayaan dipengaruhi oleh perbaikan indikator keterwakilan perempuan di legislatif dan indikator persentase laki-laki dan perempuan 25 tahun keatas yang berpendidikan SMA ke atas.
“Perbaikan pemberdayaan perempuan di Papua tentu akan membawa dampak positif di berbagai sektor, seperti sektor ekonomi, sosial budaya, dan bahkan pendidikan,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Jayapura, Betty Anthoneta Puy menegaskan, diperlukan keberanian untuk bicara tentang ketimpangan gender. Menurutnya, hal ini dilakukan untuk mendorong agar lebih banyak lagi perempuan yang mampu memberikan kontribusi bagi Indonesia, khususnya warga Papua.
"Dengan keberanian ini, perempuan bisa lebih berdaya di kancah politik untuk mengubah keadaan lebih baik," tegasnya.
“Perempuan harus berani memberi nilai pada dirinya sendiri, bahwa perempuan hadir di partai politik dengan memiliki kapasitas, kapabilitas dan integritas yang setara dengan pria. Lalu perempuan duduk di kursi dewan mewakili kepentingan perempuan,” jelas Betty.
Advertisement
Harus Berani untuk Mandiri
Betty berujar, perempuan juga harus berani untuk mandiri baik secara ekonomi maupun pendidikan agar semakin berdaya.
"Jika hal tersebut terjadi, maka Papua akan semakin maju karena ada kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam segala program kegiatan pembangunan," ujarnya.
Betty juga mengingatkan kepada peserta yang sebagian besar anak muda untuk tidak mengonsumsi minuman keras dan narkoba. Menurutnya, dua hal tersebut memicu banyak masalah di dalam rumah tangga dan kehidupan sosial.
"Selain memicu kekerasan dalam rumah tangga, miras dan narkoba juga tidak jarang menjadi penyebab seorang kepala rumah tangga menelantarkan istri dan anak- anaknya," ujarnya.
Di sisi lain, Co-founder Sehati Sebangsa Foundation, Jeni Karay mengatakan bahwa anak muda Papua harus mampu mengatasiketimpangan gender antara lain dengan mencegah kekerasan berbasis gender yang seringkali terjadi sejak pasangan rumah tangga berpacaran.
"Anak muda agar tidak terjerumus ke dalam godaan atau rayuan pacar sehingga mudah memaafkan pacar yang sudah melakukan kekerasan dengan alasan sayang," katanya.
“Seringkali bibit kekerasan dalam rumah tangga sudah ada saat orang berpacaran. Permasalahan atau isu yang ada ketika pacaran jika dibiarkann berlarut-larut pada saat menikah bisa menjadi masalah besar," jelas Jeni.
Dirinya pun menjelaskan bahwa kualitas keluarga di masa depan ditentukan oleh kesadaran anak muda saat ini.
"Generasi muda harus paham tentang pemberdayaan perempuan dan dampaknya seperti apa sehingga ketimpangan gender bisa terus berkurang di bumi Papua," jelas Jeni.
(*)