Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa sektor yang paling banyak dikorup adalah desa. Hal ini berdasarkan hasil pantauan ICW terkait Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2023.
“Dari sepuluh besar, sektor desa paling banyak dengan total 187,” kata Peneliti ICW Diky Anindya, Senin, (20/5/2024).
Baca Juga
Sementara di urutan kedua sektor yang paling banyak korup adalah di pemerintahan yaitu sebanyak 109 catatan.
Advertisement
Selanjutnya, sebanyak 103 catatan di sektor utilitas. Kemudian, dari perbankan dengan total 65 catatan.
"Sejumlah sektor masih kerap menempati peringkat teratas sebagai domain yang kerap ditangani oleh aparat penegak hukum," sebutnya.
Diky menyebut, ada 21 sektor yang dipantau ICW sepanjang 2023.
Menurutnya kasus korupsi di sektor desa masih tergolong kecil. Meski begitu, tetap tidak bisa dianggap remeh.
"Hal ini perlu dilihat sebagai fenomena gunung es," ujarnya.
Lalu, Revisi Undang-Undang (RUU) juga dinilai belum menjadi pemantik untuk menyetop korupsi di sektor desa. Oleh karenanya, ICW minta pemerintah memberikan solusi yang pasti.
"ICW mendorong adanya perbaikan mekanisme pengelolaan dana desa dan pemerintah melalui Kemenkes PDTT perlu mengaktivasi kembali Satgas DD untuk memonitoring dan evaluasi pengelolaan dana desa," pungkasnya.
ICW Catat Ada 791 Kasus Korupsi Sepanjang 2023, Tertinggi Dalam 5 Tahun Terakhir
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan rilis Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2023. Disebut, banyak ratusan kasus yang terjadi selama tahun 2023.
Dalam laporan tersebut tercatat, ada 791 kasus korupsi selama 2023, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp28,4 triliun. Di mana, jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima terakhir ini.
"Berdasarkan hasil pemantauan terhadap kasus korupsi sepanjang tahun 2023, ICW menemukan adanya peningkatan yang sangat signifikan ketimbang tahun-tahun sebelumnya," kata peneliti ICW, Diky Anandya, Senin (20/5/2024).
"Yaitu sebanyak 791 kasus korupsi dengan 1.695 orang ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum," sambungnya.
Ia menyebut, jumlah kasus korupsi yang dirilis olehnya ini telah mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak 2019 silam. Saat itu terdapat 271 kasus, kemudian pada 2020 sebanyak 444 kasus.
Selanjutnya pada 2021 sebanyak 533 kasus, kemudian pada 2022 sebanyak 579 kasus.
Dari hasil analisis ICW, ada dua penyebab terjadinya peningkatan kasus korupsi mulai dari tahun ke tahun.
"Pertama, tidak optimalnya strategi pemberantasan korupsi oleh pemerintah melalui penindakan yang dilakukan oleh aparatur hukumnya. Kedua, strategi pencegahan korupsi dapat dikatakan belum berjalan maksimal," sebutnya.
Advertisement
Masuk ke Tahap Penyidikan
Diky menjelaskan, data-data tersebut disusun berdasarkan hasil tabulasi informasi kasus-kasus tindak pidana korupsi yang telah masuk ke tahap penyidikan, dan telah terdapat informasi-informasi umum mengenai penanganan perkara, baik yang dilakukan oleh Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.
Lalu, untuk informasi umum yang dimaksud adalah informasi yang memuat soal deskripsi kasus, nama atau setidaknya inisial tersangka, latar belakang pekerjaan atau jabatan tersangka, serta potensi nilai kerugian negara, suap-menyuap, pungutan liar, dan nilai aset yang disamarkan melalui skema kejahatan pencucian uang.
Tabulasi data kasus korupsi dilakukan pada setiap kabupaten/kota di 38 provinsi di Indonesia dan tingkat nasional. Adapun data tersebut diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder.
Sumber Data
Sumber primer berasal dari informasi penanganan perkara yang dipublikasikan di situs resmi instansi penegak hukum.
Sementara, untuk sumber sekunder berasal dari informasi yang didapatkan melalui pemberitaan media daring baik di level nasional maupun daerah.
Tabulasi setiap data kasus korupsi itu dilakukan sepanjang tahun 2023, atau secara lebih rinci terhitung sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Desember 2023.
Reporter: Nur Habibie/Merdeka
Advertisement