P3M Soroti PP 28 Tahun 2024, Sebut Bertentangan dengan UUD 45 dan Putusan MK

PP ini dinilai sangat berpotensi memiliki dampak negatif yang sangat berpotensi merugikan dan bahkan mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia

oleh Tim News diperbarui 09 Agu 2024, 11:13 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2024, 09:03 WIB
Tembakau
Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menggelar Halaqah Nasional tentang “Dampak Regulasi PP 28 tahun 2024 terhadap Ekosistem Pertembakauan di Indonesia” di Acacia Hotel & Resort Jakarta Pusat, Kamis 8 Agustus 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menggelar Halaqah Nasional tentang “Dampak Regulasi PP 28 tahun 2024 terhadap Ekosistem Pertembakauan di Indonesia” di Acacia Hotel & Resort Jakarta Pusat, Kamis 8 Agustus 2024. Halaqah dihadiri 70 perwakilan dari asosiasi petani, asosiasi pedagang ritel, akademisi, ulama, dan pelaku industri.

Dalam sambutannya, Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan, PP ini berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara Indonesia. Sebelum UU Kesehatan disahkan, P3M telah melaksanakan kajian untuk mengingatkan pembuat kebijakan dan memfasilitasi masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan sektor tembakau agar diakomodasi dalam PP tersebut.

“Namun, amat disayangkan Pemerintah tetap nekat mensahkan PP berbagai aturan terkait pasal pengamanan zat adiktif yang akan membumihanguskan salah satu sektor padat karya yang menopang perekonomian nasional,” tutur Sarmidi dikutip Jumat (9/8/2024).

Sarmidi menyoroti, PP ini sangat berpotensi memiliki ma‘alat al-afál (dampak negatif) yang sangat berpotensi merugikan dan bahkan mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia secara terstruktur massif dan sistematis, baik produk tembakau tradisional maupun elektronik.

“Kami menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, namun setiap regulasi harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial secara berimbang dan menyeluruh. Kementerian Kesehatan belum terlihat perannya dalam edukasi soal pencegahan rokok anak dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait bahaya merokok, malah sibuk mencampuri urusan di luar bidang kesehatan,” tambahnya.

Peserta Halaqah menyoroti proses penyusunan PP 28 tahun 2024 yang tidak partisipatif karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan yang berpotensi terdampak pemberlakuan peraturan tersebut. Selain itu, banyak pasal-pasal dalam PP tersebut dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu.

Ali Ridho, Pakar Hukum dan Perundang-undangan yang hadir sebagai narasumber dalam Halaqah menyampaikan, setidaknya tujuh putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan tembakau adalah produk legal sehingga bisa diperjualbelikan dengan pembatasan agar tidak dikonsumsi anak di bawah umur. Menurutnya, PP nomor 28 tahun 2024 ini sebagai bentuk pembangkangan konstitusi sebab bertentangan dengan putusan-putusan MK terkait.

“Dalam putusan MK, produk tembakau tegas disebut sebagai produk legal yang tidak dilarang untuk diproduksi, diperjualbelikan, termasuk dipromosikan dan diiklankan. Produk tembakau meskipun mengandung zat adiktif lainnya seperti morfin, opium, ganja yang penggunaannya dilarang selain untuk kepentingan kesehatan dan tujuan ilmu pengetahuan,” tegas Ali Ridho.

 

Soroti 11 Pasal dalam PP 28 Tahun 2024

Halaqah juga menyoroti ada sebelas pasal yang sangat mengkhawatirkan, antara lain: pasal tentang batas maksimal nikotin dan TAR; pasal terkait larangan penjualan; kawasan tanpa rokok; larangan iklan di media sosial dan pengendalian iklan di situs web dan e-commerce; pembatasan iklan luar ruang; larangan memberikan anjuran mengonsumsi tembakau, dan beberapa pasal karet yang bersifat multi-tafsir dan bisa memicu ketegangan dan konflik horisontal antar aparat pemerintah dengan warga masyarakat (ma’alatul af‘al).

Dalam implementasi dan pengawasannya, PP Nomor 28 tahun 2024 ini sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial horisontal antar aparat pemerintah dengan warga negara. Beberapa pasal yang membingungkan seperti adanya larangan menjual rokok 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan rokok untuk dipajang di tempat orang lalu-lalang sulit untuk diimplementasikan dan akan membuat banyak pihak bingung saat harus diterapkan.

Penerapan pasal-pasal ini dinilai akan menimbulkan multi-tafsir, rawan praktik pungli sehingga memberikan tekanan kepada rakyat, utamanya pedagang kecil yang mendapatkan pemasukan cukup signifikan dari berjualan rokok.

 

Minta Diperbaiki

Peserta Halaqah menyepakati tuntutan pembatalan atau revisi pasal-pasal zat adiktif dalam PP 28 tahun 2024. Seluruh jejaring masyarakat sipil dan para pihak pihak terkait tembakau perlu menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak regulasi PP ini terhadap kedaulatan ekonomi sosoal budaya masyarakat.

"Jika pemerintah tidak membatalkan atau merevisi PP, P3M bersama aliansi akan melakukan uji materi (Judicial Review) ke Mahkamah Agung," ujar Sarmidi.

Ia menegaskan pihaknya akan mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, untuk berdialog dan mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan kesehatan publik tanpa mengorbankan keberlanjutan ekonomi sektor pertembakauan. "P3M dan seluruh jejaring akan terus memantau perkembangan situasi dan siap memberikan kontribusi konstruktif dalam proses revisi dan implementasi PP 28 tahun 2024 demi tercapainya regulasi yang adil, efektif, dan berkelanjutan,” pungkas Sarmidi.

 

Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen
Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya