Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 membawa dampak signifikan bagi masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira.
Menurutnya, kebijakan ini datang saat ekonomi masyarakat tengah melemah dengan ditandai pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,91% (y-o-y) pada Q3 2024 dan turun -0,48% (q-to-q), deflasi terjadi selama lima bulan berturut-turut (Mei-September 2024) dan omzet UMKM anjlok hingga 60%.
Baca Juga
"Dampak kebijakan PPN 12% memang sangat dirasakan ke depannya bagi UMKM. Yang harus dilakukan pemerintah sebenarnya ya mulai dari membatalkan PPN 12%, bahkan PPN kalau bisa diturunkan karena PPN ini sifatnya regresif," ujar Bhima mellaui keterangan tertulis, Selasa (31/12/2024).
Advertisement
"Yang artinya konsumen menengah kaya sampai bawah semuanya membayar tarif yang sama. Nah jadi UMKM ini akan kena tarif regresif dari PPN 12 persen, jadi yang pertama langkahnya harus dibatalkan," sambung dia.
Lebih jauh Bhima mengungkapkan, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sektor informal yang selama ini mungkin kontribusi dalam penyerahan faktur PPN tidak sebesar sektor formal.
Namun, kata dia, bila dilihat secara mendalam bahan baku seperti beras, tepung gandum atau terigu, kemudian minyak goreng secara tidak langsung akan terdampak oleh kebijakan kenaikan PPN 12 persen.
"Contohnya misalnya beras itu dimulai dari pupuknya untuk yang non-subsidi itu kena PPN 12%, traktor kemudian dari segi pembibitan untuk transportasinya, kendaraan itu dikenakan PPN 12 persen, BBM juga dikenakan PPN. Artinya ini akan berdampak juga terhadap seluruh harga yang dibentuk," ucap Bhima.
Â
Penjualan Disesuaikan dengan PPN
Sementara itu, lanjut Bhima, UMKM di sektor distribusi akan menjual dengan harga yang sudah disesuaikan PPN, sehingga tidak semua konsumen itu siap.
"Dan ini efeknya juga akan pada penurunan omset, pada pengurangan tenaga kerja di sektor UMKM atau banyak juga. Ada juga pelaku usaha UMKM yang terpaksa misalnya menggadaikan asetnya, bahkan ada yang sampai terancam tutup buku secara permanen," papar dia.
Oleh karena itu, Bhima mengharapkan pemerintah membatalkan rencana tersebut dan lebih memberikan perlindungan bagi pelaku usaha UMKM. Salah satunya melalui kredit ultra mikro, kredit usaha rakyat kur dengan bunga yang relatif lebih rendah.
"Kalau perlu untuk mengantisipasi dampak PPN 12%, bunga dari kur itu bisa diturunkan untuk sektor produktif menjadi 1-2% dengan tenor misalnya 5-10 tahun pinjaman. Kenapa? Karena pertumbuhan kredit UMKM saat ini pun kecil sekali, di bawah 4% pertumbuhannya," tuturnya.
"Jauh di bawah rata-rata pertumbuhan kredit bank secara umum yaitu 10%. Ini menunjukkan bahwa memang UMKM adalah segmen usaha yang saat ini sebelum adanya PPN 12% sudah terdampak," tegas Bhima.
Â
Advertisement
Prabowo Tanggapi Santai Kritikan Terhadap PPN 12 Persen: Ada di Sana-Sini yang Goreng-Goreng
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menanggapi dengan tenang berbagai kritikan yang muncul terkait kebijakan pemerintah yang menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Prabowo mengungkapkan bahwa kritikan semacam itu adalah hal yang biasa dalam pemerintahan.
"Biasalah, biasa," ujar Prabowo kepada wartawan di Indonesia Arena Jakarta, Sabtu 28 Desember 2024.
Prabowo menjelaskan bahwa pemerintahannya baru berjalan selama dua bulan, namun sudah banyak pihak yang mencoba memanfaatkan situasi dengan menciptakan isu-isu negatif.
"Tapi kita lumayan kita tadi 2 bulan 8 hari saya lihat lumayan, ada di sana-sini yang goreng-goreng ya," katanya, menggambarkan dinamika yang terjadi.
Meskipun dihadapkan dengan banyak kritikan, Prabowo memilih untuk tidak terlalu memikirkan kritikan terhadap PPN 12 persen tersebut. Dia percaya bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk membedakan antara informasi yang benar dan yang tidak.
"Itu sudahlah udah biasa kita ya kan. Rakyat mengerti siapa yang benar siapa yang ngarang rakyat mengerti, betul?," tuturnya.