Liputan6.com, Jakarta - Praktik suap dalam sistem peradilan kembali mencuat. Kejaksaan menetapkan dua pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Dugaan suap senilai Rp60 miliar ini menyeret nama Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta dan panitera Wahyu Gunawan.
Baca Juga
Kejaksaan menduga suap diberikan demi meringankan atau membebaskan pihak korporasi yang didakwa merugikan negara sebesar Rp17,7 triliun dalam kasus ekspor CPO. Tiga perusahaan besar yang terlibat adalah Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Advertisement
“Ini bukan sekadar manipulasi hukum. Ini adalah sabotase terhadap keadilan publik dan institusi negara,” kata Anggota Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia, M Afif Kurniawan, dalam keterangannya, Senin (21/4/2025).
Dalam putusan yang dipertanyakan, para terdakwa dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana. Padahal, menurut catatan penegak hukum, kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Afif menilai, keputusan tersebut bukan hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga merusak tatanan hukum.
“Ketika pelaku kejahatan ekonomi berskala besar dapat ‘dibersihkan’ dengan biaya kecil—kurang dari satu persen dari total kerugian—maka yang terjadi adalah bukan penegakan hukum, melainkan diskon hukum,” ujarnya.
Marcella dan Ariyanto diduga tidak sekadar memberikan bantuan hukum, melainkan aktif menyusun skema suap yang bertujuan menghalangi proses penegakan hukum. Dalam kondisi seperti itu, Afif menambahkan, “Pengacara bukan lagi menjadi pelindung hak-hak hukum warga, tetapi operator dalam penghilangan tanggung jawab korporat.”
Menurut Afif, skema ini bisa dijerat dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di antaranya Pasal 12 huruf a tentang suap terhadap penyelenggara negara, Pasal 21 tentang perintangan proses hukum, dan Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.
Lebih lanjut, kata dia, hukuman maksimal, patut dipertimbangkan mengingat nilai kerugian negara yang sangat besar dan dampaknya yang sistemik. Pasal 2 UU Tipikor memberikan ruang penerapan hukuman mati dalam kasus dengan keadaan tertentu, termasuk bila dilakukan secara terorganisir dan merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Afif menegaskan bahwa profesi pengacara memiliki tanggung jawab etik dan hukum yang besar.
"Musuh hukum bukan hanya koruptor di instansi publik, tetapi juga profesional hukum yang kehilangan etika,” katanya.
Ia pun mengingatkan, jika negara ingin menyelamatkan martabat hukumnya, maka langkah tegas harus diambil.
"Hukum jangan jadi lelucon bertarif tinggi. Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka keadilan hanya tinggal kemarahan rakyat yang belum sempat meledak,” tegas Afif.
Ditetapkan Tersangka
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketika kasus korupsi minyak goreng disidangkan, Arif merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan bahwa penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella dan Ariyanto selaku advokat memberikan suap dan/atau gratifikasi kepada Arif Nuryanta sebesar Rp 60 miliar.
Pemberian suap tersebut diberikan melalui Wahyu Gunawan dalam rangka pengurusan perkara korupsi minyak goreng. Tujuannya, agar majelis hakim yang mengadili perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah memberikan putusan ontslag atau tidak terbukti.
Putusan ontslag atau vonis lepas atau putusan lepas tersebut dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa, 19 April 2025 oleh hakim ketua Djuyamto bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.
Pada putusan ini, para terdakwa korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Kendati demikian, majelis hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU. Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula.
Keempat tersangka ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai Sabtu, 12 Aprul 2025.
Wahyu Gunawan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Marcella Santoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Ariyanto ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Muhammad Arif Nuryanta ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Advertisement
