PKS Tak Masuk Wacana Koalisi Partai Islam

PKB dan PAN dinilai paling mungkin bagi PPP untuk membangun sebuah koalisi.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 12 Nov 2013, 12:24 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2013, 12:24 WIB
arwani-thomafi130125c.jpg
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tengah menjajaki koalisi antara partai Islam atau poros tengah dalam Pemilu 2014 mendatang. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) dinilai paling mungkin bagi PPP untuk membangun sebuah koalisi.

"PPP, PKB dan PAN paling punya peluang menjalin koalisi. Tentu ini tidak mengurangi sama sekali hak masing-masing politik. Kalau bicara parta Islam, tiga partai itu paling menyatu," ujar Ketua DPP PPP Arwani Thomafi di Jakarta, Selasa (12/11/2013).

PPP tidak memasukkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam rencana koalisia ini. Sebab, partai yang sejumlah elite-nya dikait-kaitkan dengan skandal suap impor daging sapi ini dinilai berbeda visi dan misinya.

Tak hanya itu, basis massa PKS berbeda dengan PPP, PKB, dan PAN yang memiliki akar rumput Nahdlatul Ulama (NU dan Muhammadiyah. "Beberapa partai menengah berangkat dari partai Islam, meskipun PKB dan PAN AD/ART tidak partai Islam tapi basis massanya, dari organisasi ke-Islaman," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PPP Dimyati Natakusumah tak melarang PKS jikia ingin bergabung dalam rencana koalisi ini. "Sebenarnya bukan PKS nggak diajak, tapi kalau mau ikut, ayo. Jadi memang kita mau mengajak koalisi partai Islam, karena kita ingin memilih pemimpin yang bisa diterima umat," tutur Dimyati.

Dimyati mengklaim partai Islam yang ada sekarang ini merupakan pecahan dari PPP. Sehingga, koalisi ini nantinya--kalau jadi--seperti kembali ke rumah besar umat Islam. Bila koalisi ini sukses dan berhasil memenuhi Presidential Threshold, maka capres yang akan diusung pun berdasarkan hasil musyawarah.

"Nah kalau soal siapa yang terpilih, yang jelas kita mengajak untuk musyawarah dulu sebelum voting. Kan itu yang diajarkan Pancasila? Musyawarah mufakat. Jadi ya kita kedepankan musyawarah dululah. Mengenai nanti capresnya siapa itu nanti akan dimusyawarahkan bersama," tandas Dimyati. (Eks/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya