Kisah Kelana Almarhum Rais Aam PBNU Kiai Sahal Mahfudh

Kiai Sahal adalah salah seorang kiai yang menuangkan pemikirannya dalam tulisan, baik bahasa Indonesia dan bahasa Arab.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 24 Jan 2014, 05:44 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2014, 05:44 WIB
sahal-mahfudh-140124a.jpg

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, salah satu ulama besar negeri ini meninggal dunia. KH Sahal Mahfudh, salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) wafat Jumat (24/1/2014), sekitar pukul 01.05 WIB. Kiai Sahal adalah Rois Aam atau Ketua Umum Dewan Syuro di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sejak tahun 2010 hingga wafatnya.

Kabar itu diungkapkan sekretaris pribadi Kiai Sahal, Muhammad Najib seperti dikutip Liputan6.com dari NU Online. Kiyai yang lazim disapa Embah Sahal, menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang di kediamannya, kompleks pesantren Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah.

"Kiai Sahal rencananya dimakamkan di Kajen pada Jumat (24/1) pagi. Paling cepat pukul 9.00," katanya.

Untuk mengenang kiprah tokoh nahdliyin tersebut, akun twitter NU Online membeberkan beberapa perjalanan kisah Kiai Sahal semasa hidupnya. "Salah seorang yang mengkader KH Sahal Mahfudh adalah Syekh Yasin Fadani," tulis @nu_online membuka kicauannya tentang Kiai Sahal.

Kiai Sahal adalah salah seorang kiai yang menuangkan pemikirannya dalam tulisan, baik bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Syekh Yasin Al-Fadani adalah seorang guru Kiai Sahal yang tidak hanya mengajar dan menemaninya menulis, tetapi juga memberikan motivasi.

"Kiai Sahal Mahfudh pada masa menimba ilmu, merupakan tipe santri kelana biasa yang berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain. Saat mondok di Pesantren Bendo, Pare, Kiai Sahal sering bermalam di Kedunglo Kediri dan berdiskusi secara intensif dengan kiai di sana."

Kiai Sahal juga sering menghabiskan waktu dengan Kiai Bisri Syansuri di Jombang. Perkelanaan menimba ilmu Kiai Sahal dilanjutkan ke Pesantren Sarang, berguru kepada Kiai Zubair, ayahnya KH Maimun Zubair. Dengan Kiai Zubair, Kiai Sahal sering mendiskusikan kitab 'Ghoyatul Wushul' karya Syekh Zakariya Al-Anshori ulama syafiiyah abad 9 Hijriyah.

Dari berbagai diskusi, Kiai Sahal rajin membuat catatan atau ta'liqat dalam bahasa Arab. Kiai Sahal juga sering berdiskusi lewat surat dengan Syekh Yasin Padang, kiai Indonesia yang jadi ulama besar dan menetap di Tanah Suci Mekkah.

Kiai Sahal pernah mengomentari tulisan Syekh Yasin dalam satu kitab. Ia membantah dengan argumentasi berdasarkan kitab yang beredar di Jawa. Surat Kiai Sahal dibalas Syehk Yasin. Kiai Sahal pun mengirim surat lagi. Syekh Yasin membalas lagi. Terjadi dialog intensif jarak jauh. Surat-surat yg dikirimkan cukup panjang dan serius, dan saling kirim surat itu berlangsung sampai sekitar 1,5 tahun

Suatu ketika, Kiai Sahal pergi haji. Ketika turun dari kapal, seseorang tak dikenal langsung memeluknya dan menariknya ke sebuah warung. Seseorang itu tidak lain adalah Syekh Yasin sendiri. Dan dalam pertemuan pertama itu pun mereka langsung akrab. "Kiai Sahal diminta tinggal di rumah Syekh Yasin. Setiap pagi ia bertugas berbelanja ke pasar membeli kebutuhan Syekh Yasin."

Kiai Sahal berkesempatan belajar dengan seorang ulama besar yang diseganinya itu selama 2 bulanan. Dalam 2 bulan pertemuan, Syekh Yasin mengijazahkan banyak kitab yang menginspirasi Kiai Sahal menulis banyak kitab.  Dan ta'liqat yang ditulisnya saat belajar bersama Syekh Zubair dirapikan kembali. Salah satu kitab Kiai Sahal bertajuk 'Thoriqatul Husul' dalam bahasa Arab setebal 500-an halaman. Kitab itu kini sudah sampai ke Al-Azhar Mesir, menjadi rujukan para pengkaji ushul fiqih. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya