Liputan6.com, Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang tidak mengabulkan gugatan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana korupsi, terorisme dan narkoba jadi calon anggota legislatif. Meski demikian, PSI agak jengkel karena putusan ini tidak adil bagi rakyat.
"Saya menerima keputusan hukum ini dengan kecewa, gerah dan jengkel. Bagaimana rumah keadilan memberikan keputusan yang terasa tidak adil bagi rakyat," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni kepada wartawan, Sabtu (15/9/2018).
Namun Juli menyadari aturan hukum wajib ditaati. Dia berharap pada Pemilu nanti rakyat akan cerdas mana calon yang paling layak dipilih menjadi wakilnya di parlemen.
Advertisement
"Tapi karena ini sudah menjadi keputusan dan akan dilaksanakan, rakyat harus cerdas memilih dan memilah parpol dan caleg yang anti-korupsi, parpol yang tidak menempatkan satu orang pun caleg mantan napi koruptor di DCT (Daftar Calon Tetap) nya," tutupnya.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan gugatan PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana korupsi, terorisme dan narkoba jadi calon anggota legislatif.
Dalam putusan tersebut, MA menilai PKPU bertentangan dengan UU Pemilu nomor 7 Tahun 2017. Tepatnya, Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIV/2016.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Â
Ikuti Aturan
Dengan putusan itu, maka MA memperbolehkan eks napi korupsi menjadi calon legislatif.
"Sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi ya silakan ikuti aturan yang berlaku," kata juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi.
Â
Reporter: Muhammad Gendantan Saputra
Â
Advertisement