Liputan6.com, Jakarta - Pengembang properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) mengaku dalam pembangunan perumahan, baik itu untuk rumah tapak atau rumah susun selalu yang menjadi kendala di perihal tanah, mulai dari pembebasannya hingga harganya yang terlalu tinggi.
Sekretaris Jendral REI, Hari Raharta mengungkapkan, untuk meminimalisir kendala tersebut, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah untuk memetakan lokasi-lokasi pembangunan perumahan.
Pemetaan itu disebutkan Hari dilakukan dengan metode zonasi khusus. ‎Diakuinya ini akan membantu kelancaran percepatan pembangunan program sejuta rumah yang sudah dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau diterapkan zonasi khusus maka NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) akan terjaga dan rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) tetap terjangkau harganya," tegas Hari saat berdiskusi dengan wartawan, Senin (18/1/2016).
Hari mengungkapkan selama ini tingginya harga NJOP di beberapa wilayah menjadikan para pengembang harus memutar otak agar perumahan MBR ini dapat terjangkau oleh masyarakat.
‎Mengenai program sejuta rumah, Ketua REI Eddy Hussy mengungkapkan para pengembang mengaku tetap terus mendukung pemerintah. Tahun ini ditargetkannya akan membangun perumahan MBR lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
Baca Juga
Optimisme tersebut dikatakannya karena adanya dukungan dari pemerintah, terutama mengenai penyederhanaan perizinan yang sudah dilakukan sepanjang 2015.
"Banyak sekali perubahan dan perbaikan yang dilakukan pemerintah, dan karena itu kami yakin 2016 program tersebut (1 juta rumah) akan berjalan lebih efektif," tambah dia.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) menyatakan perlu dibentuk sebuah lembaga khusus yang menangani persoalan harga tanah. Lantaran harga tanah kerap melambung tinggi menjadi penghalang untuk pemenuhan perumahan.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Rakyat Kementerian PU-Pera, Syarif Burhanuddin mengatakan kondisi tanah berbeda dengan harga material yang naik turun.
"Perlu ada lembaga untuk upaya pengendalian tanah. Kalau material turun naik, kalau tanah tak pernah turun," kata Syarif.
Dia pun menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan Gubernur Sulawesi Barat yang kesulitan mengendalikan harga tanah. Padahal, hal tersebut penting untuk mendorong pembangunan perumahan.
"Kalau pemerintah daerah sudah mengeluh karena ketidakmampuan kendalikan tanah. Maka pemerintah pusat lebih jauh lagi. Karena lebih jauh yang punya lahan kabupaten kota," tutur Syarif.
Selain sebuah lembaga yang mengatur harga tanah, dia menuturkan perlunya sebuah regulasi untuk mengontrol harga tanah. "Maka harus ada regulasi khusus dalam rangka pengendalian," ujar Syarif. (Yas/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6