Liputan6.com, Semarang - Sejak ditetapkan badan kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), UNESCO, batik terus berkembang. Kreativitasnya menembus batas dan sekat negara.
Di Semarang, Jawa Tengah, batik kontemporer kini tengah berkembang. Ada dua bengkel kerja batik yang terus berkembang dan dianggap mewakili batik kontemporer Semarang.
Keduanya, yakni Sanggar Batik Semarang 16 yang berada di Desa Meteseh Kecamatan Tembalang, Semarang. Dan Workshop Batik Sri Asih di RT 03 / RW 09 Plamongansari Semarang.
Baca Juga
Dari kedua bengkel ini tercipta motif batik di luar umumnya. Seperti sederet batik motif Ramadan ini. Corak batiknya khas bernuansa Ramadan. Cocok digunakan, khususnya saat bulan suci.
Berikut 6Â batik tersebut yang dihimpun Liputan6.com, Senin (13/6/2016):
Batik Hijaiyyah Motif Ceplok Tunggal
Ini adalah motif yang mengeksplorasi bentuk huruf arab. Karena hanya hurufnya yang dieksplorasi, maka penciptanya tidak khawatir dianggap mencomot Al Quran. Meski demikian, huruf-huruf hijaiyyah yang diambil tidak dipoles dan dibiarkan apa adanya.
Menurut Suswahyuni dari Bengkel Batik Sri Asih selaku pencipta, hal itu sengaja dilakukan agar masyarakat paham perbedaan huruf arab dan ornamen lain.
"Huruf-huruf ini dipadu dengan motif klasik ceplok, sehingga menunjukkan tingkat adaptasi budaya yang sangat kawin," kata Suswahyuni kepada Liputan6.com.
Advertisement
Sinuwun Manggar Asem
Motif ini masih mengambil bahan dasar huruf hijaiyyah dengan sebaran huruf yang dipadu padan dengan motif bunga jagung, kelapa, dan asem. Pemilihan paduan itu berdasarkan kekayaan flora budidaya yang terdapat di Plamongansari, bengkel Batik Sri Asih.
"Awalnya ini diniatkan sebagai batik santri, namun perkembangannya lebih diminati masyarakat umum. Tapi ciri huruf hijaiyyah tetap mendominasi," tutur Suswahyuni.
Advertisement
Sekar Tinadhah Asem
Kali ini bentuk dasar huruf hijaiyyah dipadu dengan bebungaan dan aneka sulur. Namun keduanya disatukan oleh bentuk dasar buah asem yang menjadi ciri khas Kota Semarang.
Menurut Suswahyuni, sejatinya motif itu memang sebagai ekspresi budaya pop, yakni menunjukkan bahwa publik Semarang (disimbolkan bentuk dasar buah asem) termasuk masyarakat cerdas yang mampu menyatukan pemahaman sosial dan jati diri kota.
"Ini awalnya dimunculkan di bulan Ramadan tapi biasanya akan menjadi boom usai Lebaran," tutur Suswahyuni.
Warak Ngendog
Motif ini diciptakan Sanggar Batik Semarang 16 dan masuk kategori thematik moment. Dilatarbelakangi tradisi dugder atau festival untuk menandai dimulainya ibadah Ramadan yang memunculkan binatang imajiner warak.
Warak adalah makhluk rekaan yang kemudian dimaknai gabungan tiga simbol etnis mencerminkan persatuan atau akulturasi budaya di Semarang. China, Jawa, dan Arab.
Ciri utamanya berbentuk lurus yang kemudian dimaknai sebagai citra bahwa publik Semarang bersikap terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya.
Kata Warak diyakini berasal dari bahasa Arab, Wara'i yang berarti suci. Sedangkan kata ngendhog atau telur disimbolkan sebagai hasil pahala yang didapat seseorang setelah menjalani proses suci berpuasa.
Menurut pengelola Sanggar Batik Semarang 16, Sophia, penciptaan motif ini mendapat dukungan banyak pihak.
"Wali kota dan wakilnya mengenakan motif ini ketika membuka dugder, momentum penetapan 1 Ramadan," kata Sophia kepada Liputan6.com.
Advertisement
Parang Pranginan Layur
Motif ini produksi dari Sanggar Batik Semarang 16. Merupakan paduan motif klasik parang yang sudah dimodifikasi, dengan motif ceplok yang bersumber dari lubang ventilasi di masjid bersejarah Kampung Layur.
Keberadaan motif dari ornamen ventilasi salah satu masjid tertua di Semarang itu menurut Sophia, merupakan salah satu upaya dokumentasi dari masjid itu.
"Masjid Kampung Layur sangat bersejarah dalam penyebaran Islam di Semarang. Kita tidak pernah tahu sampai kapan akan berdiri, ini adalah upaya dokumentasi," kata Sophia.
Kemunculannya di bulan Ramadan lebih banyak disebabkan adanya ornamen masjid. Meski menurut Sophia tidak dikhususkan sebagai batik Ramadan.
Kembang Srengenge Sore
Ini adalah motif berbasis flora dari Batik Semarang 16. Dinilai sangat cocok dipakai di bulan Ramadan karena berfungsi sebagai pengingat.
Sophia menjelaskan, kembang srengenge atau bunga matahari jika sore menghadap ke barat atau kiblat. Pada saat Ramadan, nyaris semua manusia akan ingat pada kiblat karena menunggu maghrib.
"Sebenarnya ini motif yang sarkastis. Banyak yang ingat kiblat saat sore. Kalau Ramadan yang diingat hanya maghribnya. Sedangkan di luar Ramadan orang akan ingat kiblat jika sudah berusia senja. Meski tak semua lho," ujar Sophia.
Apapun temanya, ternyata batik-batik khas Semarang ini banyak bermunculan di Bulan Ramadan. Meski ketika diciptakan tidak dikhususkan untuk Bulan Ramadan saja.
Advertisement