Pengorbanan Ibu di Garut untuk Anak yang Menggugatnya

Ibu yang digugat anak di Garut punya alasan lain sehingga mau tanda tangan surat utang.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 31 Mei 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2017, 16:30 WIB
Ibu Digugat Anak
Sidang ibu digugat anak di Garut (Liputan6.com / Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Sidang lanjutan kasus perdata gugatan Yani Suryani cs yang merupakan anak kandung, terhadap Siti Rokayah alias Amih (83) selaku ibu kandung, menemukan fakta baru. Saksi menyatakan Amih terpaksa menandatangani surat perjanjian utang karena adanya ancaman Yani akan diceraikan suaminya.

Juru bicara Pengadilan Negeri Garut Endratno Rajamai mengatakan, agenda sidang lanjutan kali ini mendengarkan keterangan saksi fakta yang dihadirkan pihak tergugat prinsipal Amih.

"Apakah Anda sudah siap menghadirkan seluruh saksinya," ujar dia di muka pengadilan menanyakan kesiapan saksi kepada kuasa hukum tergugat yang diwakili Johan Jauhari di Garut, Jawa Barat, Rabu (31/5/2017).

Pengacara Johan kemudian langsung memanggil seluruh saksi fakta di persidangan. Beberapa saksi fakta dari pihak tergugat yang dihadirkan, yakni Eep Rusdiana, Dedi Herman, Dudi Herdiyana, Ai Ruhyati, dan Lilis yang merupakan adik dan kakak kandung Yani selaku penggugat.

Dedi Herman, salah satu saksi fakta yang merupakan kakak penggugat, mengatakan materi gugatan yang dilakukan Yani dan suaminya berdasarkan surat perjanjian utang yang ditandatangani tergugat Amih.

"Waktu itu Yani datang ke saya dan minta tanda tangan, dia bicara kalau tidak berhasil menandatangani ini (surat perjanjian utang), Yani tidak akan pulang ke Jakarta, nanti Yani dicerai," ujar dia menirukan ucapan Yani.

Menurut dia, surat perjanjian utang mengemuka, sebab kedua kubu yang bertikai antara Asep Rohendi selaku peminjam uang dan Yani Suryani selaku pemberi hutang, tidak menemui titik temu mengenai besaran utang.

"Yani ngakunya Rp 42 juta, tapi Asep mengaku hanya Rp 21,5 juta," kata dia.

Selain itu, salah satu poin dalam perjanjian itu menyertakan jaminan sertifikat rumah, yakni Sertifikat Tanah dan Bangunan No 1437 di Jalan Ciledug No 196 yang ditempati Amih selama ini dianggap tidak tepat. "Jadi Amih bukan mau menyerahkan rumah itu," kata dia.

Karena itu, Yani bersama Handoyo lantas membuat surat perjanjian utang dengan Asep yang ditandatangani dia dan Amih. "Amih rela menandatangani supaya jangan cerai sama Handoyo, bukan Amih punya utang," kata dia.

Awalnya ia bersama Amih (ibu digugat anak kandung) mengaku tidak mengetahui jika persoalan utang antara Asep dan Yani sampai berujung di meja pengadilan. "Pokoknya saya tanda tangan saja sebab janji persoalannya akan diselesaikan secara kekeluargaan," kata dia.

Sang Ibu Sangat Sedih 

Ibu Digugat Anak
Sidang ibu digugat anak di Garut (Liputan6.com / Jayadi Supriadin)

Alhasil pada saat pertama kali Yani menyerahkan secarik kertas perjanjian utang, tanpa panjang lebar langsung ditandatangani. "Jadi saya tanda tangani karena ancamannya Yani mau diceraikan oleh suaminya (Handoyo), kita awalnya mau redam konflik saja bukan menyatakan Amih punya utang," kata dia.

Dedi mengaku kaget saat Yani dan Handoyo selaku suaminya malah melayangkan somasi dan mengancam akan membawanya ke pengadilan. "Saya katakan dari awal saya teken ini (tanda tangan) tapi (utang piutang) harus diselesaikan secara kekeluargaan, bukan seperti ini (pengadilan)," kata dia.

Langkah somasi yang dilakukan Yani dan Handoyo memantik amarah keluarga Amih. "Maksudnya ada apa kok ada somasi sampai pengadilan, kita sama saudara kesal sebab ada ancaman somasi ini," ujar Eep Rusdiana, salah satu saksi fakta yang juga juru bicara Amih ini.

Hal yang sama disampaikan saksi fakta lainnya Lilis. Dia mengatakan tindakan Yani telah mencederai perasaan Amih selaku ibu kandungnya.

"Lis, kok kenapa Yani minta Amih tanda tangan padahal Amih enggak punya utang, Amih sampai tidak bisa tidur," kata Lilis menirukan ucapan Amih saat curhat dengan dirinya.

Sefranadja, selaku kuasa hukum tergugat mengatakan, Amih dan beberapa pihak dalam surat perjanjian itu terpaksa menandatangani surat tersebut karena ada ancaman perceraian yang disampaikan Handoyo. "Itu tidak bisa (dipaksakan) karena ada pasalnya," ujarnya.

Berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan, Amih tidak bisa dijadikan materi gugatan, sebab dia tidak memiliki perjanjian utang dengan Yani dan Handoyo selaku penggugat. "Beliau tanda tangan hanya karena agar rumah tangga Yani tidak bubar dengan Handoyo," ucapnya.

Sulit Damai 

Fasilitasi Islah Anak Gugat Ibu, PN Garut Siapkan Ruang Ber-AC
Hingga kini, anak yang menggugat ibu kandungnya Rp 1,8 miliar tak pernah berani hadir di persidangan. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Jopie Gilalo, kuasa hukum penggugat mengatakan alasan yang disampaikan pihak saksi fakta terkesan mengada-ada, Ia menyatakan klien tidak pernah melayangkan ancaman cerai kepada Yani.

"Enggak mungkin diceraikan buktinya sampai sekarang masih bersama," kata dia.

Handoyo menurut dia, masih berkeyakinan jika gugatan yang dilayangkannya tidak cacat hukum. "Patokan kita ke perjanjian 2001 saat pertama kali pinjam utang, bukan perjanjian yang baru pada Oktober 2016, soal besaran hutang semuanya ada bukti transferannya," kata dia.

Kasus anak gugat ibu di Kabupaten Garut, Jawa Barat ini cukup unik. Sebelum masuk pada materi perkara, beberapa kali ketua majelis pengadilan menawarkan opsi islah atau damai, namun bukannya mereda, gugatan balik pun dilayangkan keluarga Amih sebab materi gugatan tidak tepat.

Pengadilan Negeri Garut menolak seluruh gugatan balik keluarga Amih dengan alasan, persoalan bab waris dan ahlinya diselesaikan di Pengadilan Agama. Sehingga jalannya sidang gugatan pun dilanjutkan hari ini dengan materi persidangan berisi keterangan saksi fakta yang dihadirkan pihak tergugat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya