Dipenjara, Bupati Nonaktif Tulungagung Masih Terima Gaji

Meski sudah dinonaktifkan Menteri Dalam Negeri lantaran tersandung kasus korupsi, Bupati nonaktif Tulungagung, Syahri Mulyo, masih menerima gaji.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Apr 2019, 23:00 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2019, 23:00 WIB
Kasus Dugaan Suap, Bupati Tulungagung Nonaktif Diperiksa KPK
Bupati Tulungagung nonaktif Syahri Mulyo (kanan) tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/10). Syahri diperiksa sebagai tersangka untuk pengembangan kasus dugaan suap dari pengusaha Susilo Prabowo. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Tulungagung - Meski sudah dinonaktifkan Menteri Dalam Negeri lantaran tersandung kasus korupsi, Bupati nonaktif Tulungagung, Syahri Mulyo, tetap menerima gaji pokok kepala daerah. Syahri bahkan sudah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Surabaya pada 14 Februari 2019. 

"Karena statusnya masih bupati, meskipun nonaktif, gaji pokok beliau masih menerima," kata Kabag Humas Pemkab Tulungagung, Sudarmaji, dikutip Antara, Selasa (2/4/2019).

Besaran gaji yang diterima Syahri tidak besar. Sesuai besaran gaji pokok pejabat setingkat eselon II, Syahri menerima bayaran sebesar Rp 2,1 juta.

Terpidana kasus korupsi yang telah divonis Pengadilan Tipikor Surabaya selama 10 tahun itu tidak mendapat fasilitas tunjangan maupun honor lain yang biasanya diterima seorang penjabat kepala daerah.

Kata Sudarmaji, gaji dan tunjangan keluarga baru tidak akan diberikan kepada Syahri Mulyo apabila kasus hukumnya telah inkracht dan mendapat pemberhentian tetap.

"Dalam posisi nonaktif tersebut, Pak Syahri tidak memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah. Seluruh tugasnya saat ini dijalankan oleh Plt Bupati Pak Maryoto Birowo," katanya.

Sebelumnya, dari hasil sidang di pengadilan tindak pidana korupsi, dimana Syahri beserta dengan rekannya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Hal itu sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UURI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan.

Atas UURI nomor 31 tahun 1999, jonto pasal 55 ayat (1) ke 1, jonto pasal 65 ayat (1) KUHP Majelis hakim telah memutuskan terhadap terdakwa I, yakni Syahri Mulyo dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 700 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Selain itu majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa Syahri Mulyo untuk mengembalikan atau membayarkan uang pengganti kepada Negara sebesar Rp 28,8 miliar, dan dipotong uang yang dikembalikan sebesar Rp 1,5 miliar.

Majelis hakim juga mencabut hak politiknya selama lima tahun.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya