Kejaksaan Geledah Kantor BPN Sulsel dan Kediaman Eks Sekretaris BPN Wajo

Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menggeledah Kantor BPN Sulsel dan kediaman mantan Sekretaris BPN Wajo

oleh Eka Hakim diperbarui 01 Nov 2023, 13:51 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2023, 13:50 WIB
Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menggeledah Kantor BPN Sulsel dan kediaman mantan Sekretaris BPN Wajo (Liputan6.com/Eka Hakim)
Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menggeledah Kantor BPN Sulsel dan kediaman mantan Sekretaris BPN Wajo

Liputan6.com, Wajo Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali melakukan penggeledahan usai menetapkan 6 tersangka dalam kasus dugaan praktik mafia tanah pada kegiatan pembebasan lahan pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Rabu (1/11/2023).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan penggeledahan hari ini dilakukan pada dua tempat, yakni pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatan (BPN Sulsel) di Jalan Opu Daeng Risadju Nomor 438, Baji Mappakasunggu, Kecamatan Mamajang Kota Makassar dan kediaman tersangka Andi Ahyar yang terletak di Perumahan Bumi Aroepala Nomor U32, Kabupaten Gowa. 

Tindakan penggeledahan, kata dia, berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: Print-1061/P.4/Fd.2/10/2023 tanggal 30 Oktober 2023 dan Penetapan Izin Penggeledahan Nomor: 6/PenPid.Sus-TPK-GLD/2023/PN.Mks tanggal 31 Oktober 2023 dari Pengadilan Negeri Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.

"Adapun penggeledahan berlangsung sejak Pukul 13.15 Wita dan pada tempat masing-masing diamankan sejumlah dokumen atau barang bukti," ucap Soetarmi.

Dia menyebutkan, penggeledahan pada Kantor BPN Sulsel, tim mengamankan 27 bundel dokumen yang terdiri dari revisi dokumen perencanaan pengadaan tanah pembangunan Bendungan Paselloreng, dokumen perencanaan jaringan air baku Bendungan Paselloreng, dokumen tentang poin-poin tentang kawasan hutan Paselloreng, dokumen tentang gambaran kondisi areal Bendungan Paselloreng yang masuk dalam kawasan hutan, peta genangan Bendungan Paselloreng yang masuk dalam kawasan hutan dan dokumen usulan perubahan kawasan hutan dalam rangka revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan serta penanganan kontrak.

Sementara penggeledahan dari kediaman tersangka Andi Ahyar yang diketahui sebagai Eks Sekretaris BPN Wajo, kata Soetarmi, diamankan beberapa dokumen terkait pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng, sebuah handphone merek Oppo milik istri tersangka Andi Ahyar dan sebuah flashdisk milik tersangka Andi Ahyar bermerek Toshiba 16 Gb.

"Dokumen-dokumen maupun barang bukti tersebut akan diteliti dan disita sebagai alat bukti surat dan barang bukti yang akan digunakan untuk pembuktian kasus ini," terang Soetarmi.

Di waktu yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, kembali menegaskan agar seluruh saksi-saksi maupun pihak lainnya untuk tidak merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara ini.

"Karena Tim Penyidik Kejati Sulsel tidak akan ragu menindak tegas para pelaku sesuai pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tegas Leonard.

Tersangka Bakal Bertambah

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus mendalami penyidikan kasus dugaan praktik mafia tanah pada kegiatan pembebasan lahan pembangunan Bendungan Paselloreng, Kabupaten Wajo, Sulsel yang sebelumnya telah menetapkan 6 orang tersangka guna mengidentifikasi tersangka lainnya.

"Tidak menutup kemungkinan jika dalam pemeriksaan selanjutnya ditemukan perbuatan melawan hukum dan orang yang patut bertanggungjawab, yah kita lihat perkembangan selanjutnya," ucap Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Soetarmi .

Dalam penyidikan kasus yang merugikan negara cukup besar tersebut, Tim Penyidik Bidang Pidsus Kejati Sulsel, kata Soetarmi, telah memeriksa intensif 157 saksi. Di antaranya saksi dari Balai Besar Waduk Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Panitia Pengadaan Tanah (Satgas A dan B), Tim Aprasial atau Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP), para kepala desa, camat, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), para penerima ganti rugi dan juga dari pihak Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

"Total semua ada 157 orang saksi yang diperiksa selama penyidikan kasus ini berlangsung," tutur Soetarmi.

6 Tersangka

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus dugaan praktik mafia tanah pada kegiatan pembebasan lahan untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Kamis 26 Oktober 2023.

Para tersangka tersebut masing-masing Andi Ahyar selaku Ketua Satgas B pada Kantor BPN Wajo, Nundu selaku Anggota Satgas B yang merupakan perwakilan masyarakat, Nursidin selaku Anggota Satgas B yang juga perwakilan masyarakat, Ansyar selaku Anggota Satgas B yang merupakan perwakilan masyarakat, Andi Jusman selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) yang juga diketahui menjabat sebagai Kepala Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo serta Jumadi Kadere selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) yang juga diketahui menjabat sebagai Kepala Desa Arajang, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.

"Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah Penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, Kamis 26 Oktober 2023.

Para tersangka kemudian ditahan selama 20 hari terhitung mulai 26 Oktober 2023 hingga 14 Nopember 2023. Untuk tersangka Andi Ahyar ditahan di Rutan Kelas IA Makassar sementara tersangka lainnya yakni Nundu, Nursidin, Ansyar, Andi Jusman serta Jumadi Kadere ditahan di Lapas Kelas 1A Makassar. 

"Alasan penahanan karena dikhawatirkan para tersangka ini dapat menghilangkan barang bukti dan alat bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah eks kawasan hutan," jelas Soetarmi.

Perbuatan Tersangka

Kasus yang menjerat para tersangka bermula pada Tahun 2015. Di mana Balai Besar wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) kala itu sedang melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng tepatnya di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.

Adapun dalam lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng tersebut, di antaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Paselloreng, Kabupaten Wajo yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT. 

Selanjutnya dilakukan proses perubahan Kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo. 

Pada 28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor: SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas + 91.337 Ha, perubahan fungsi kawasan hutan seluas + 84.032 Ha dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas + 1.838 Ha di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Setelah mengetahui adanya Kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan Bendungan Paselloreng, maka tersangka Andi Ahyar selaku ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo itu, memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo untuk membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada 15 April 2021.

Selanjutnya sporadik tersebut, diserahkan kepada tersangka Andi Jusman selaku Kepala Desa Paselloreng untuk ditandatangani dan tersangka Jumadi Kadere selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani sporadik untuk tanah eks kawasan hutan yang termasuk di Desa Arajang. 

Isi sporadik diperoleh dari informasi ketiga tersangka yakni tersangka Nundu, Nursidin dan tersangka Ansyar selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat yang mana isi sporadik yang dimasukkan tersebut, tidak sesuai dengan fakta di lapangan. 

Karena 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran terhadap 241 bidang tanah tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp13.247.332.000 berdasarkan taksiran perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sulsel. 

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan sangkaan primair Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP atau subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya