Liputan6.com, Bandung - Kasus dugaan pemalsuan dokumen terdakwa duo Muller bersaudara memasuki persidangan ke-4 di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Selasa, 20 Agustus 2024. Dalam agenda putusan sela itu, majelis hakim menyatakan bahwa persidangan terhadap terdakwa Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller akan berlanjut.
Majelis hakim yang terdiri dari Syarip, S.H, M.H (Hakim Ketua), Harry Suptanto, S.H. dan Sri Senaningsih S.H, M.H (Hakim Anggota) menolak eksepsi kuasa hukum duo Muller pada persidangan sebelumnya.
"Menyatakan keberatan atau eksepsi pada pendapat tersebut tidak dapat diterima," kata Hakim Syarip.
Advertisement
Pengadilan pun memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar melanjutkan perkara pidana tersebut dengan masuk pada agenda pokok perkara pemeriksaan saksi-saksi.
"Demikianlah diputus dalam sidang musyawarah majelis hakim PN Bandung," kata Hakim.
"Jadi, terhadap para pihak yang tidak setuju dengan putusan ini silakan mengajukan perlawanan ke pengadilan tinggi sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Oleh karena ini, sesuai dengan putusan sela tadi, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dan acara selanjutnya (pemeriksaan) saksi," lanjutnya.
Untuk selanjutnya, persidangan dijadwalkan berlangsung dua kali dalam sepekan yakni setiap hari Selasa dan Jumat.
Siapkan Saksi-saksi
Menanggapi putusan itu, perwakilan warga Dago Elos, Angga mengatakan, pihak warga sudah mempersiapkan sejumlah saksi yang akan dihadirkan pada sidang berikutnya.
"Dari warga akan disiapkan beberapa orang saksi yang nantinya akan dihadirkan secara bertahap menimbang banyaknya banyak saksi yang di-BAP, mungkin ada keterangan yang sama, serupa, nanti akan kita pilah dulu dari sisi warga," katanya.
"Semoga dari hakim dan jaksa penuntut umum bisa memilah juga mana saksi yang sekiranya, secara skala prioritas akan dapat memberatkan posisi mulller," imbuhnya.
Terdakwa Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller sebelumnya diketahui adalah pihak yang mengklaim sebagai ahli waris tanah Elos. Tim Advokasi Warga Dago Elos menyebut ada 4 dakwaan yang disusun secara alternatif. Pasal 263 ayat 1 KUHPidana, pasal 263 ayat 2 KUHPidana, pasal 266 ayat 1 KUHPidana, dan pasal 266 ayat 2 KUHPidana dengan ancaman 6-7 tahun penjara.
Akta kelahiran adalah dokumen yang menurut penuntut umum dipalsukan oleh duo Muller, dijadikan salah satu kelengkapan pembuktian klaim waris pihak Muller atas tanah Elos yang kini dihuni 300-an warga. Dokumen itupun dijadikan alat bukti untuk menggugat warga.
Beberapa tahun lalu, lewat serangkaian panjang sidang perdata, keluarga Muller memang dinyatakan mendapat prioritas atas tanah Dago Elos melalui putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 109/PK/Pdt/2022.
Proses panjang klaim Muller lewat pengadilan ini sebelumnya diberitakan Liputan6.com dalam artikel "Jalan Terjal Peradilan Warga Dago Elos Melawan Penggusuran".
"Inti dakwaan itu mempermasalahkan soal pemalsuan akta. Dalam dakwaan menurut penuntut umum, akta yang dipalsukan itu adalah akta kelahiran," kata Tim Advokasi Warga Dago Elos, Andi Daffa, usai sidang perdana lalu.
"Sederhananya, akta itu direplikasi. Dampaknya pihak Muller mempunyai kedudukan hukum untuk menggugat warga," imbuhnya.
Daffa menyampaikan, dengan adanya perkara pidana ini diharapkan kelak menjadi novum atau bukti baru yang menyatakan bahwa persidangan panjang beberapa tahun lalu yang sempat memenangkan Muller dan menggiring warga Dago Elos ke ujung penggusuran itu berjalan cacat sebab didasarkan pada keterangan maupun dokumen-dokumen palsu.
"Sekarang yang terpenting adalah menilai dulu bahwa ternyata bukti-bukti yang diajukan Muller bersaudara itu palsu," katanya.
Â
Advertisement
Tanggapan Kuasa Hukum Muller
Sementara perwakilan kuasa hukum terdakwa, Jogi Nainggolan mengatakan, ditolaknya sebuah eksepsi merupakan hal biasa dalam sebuah persidangan.
"Tapi nanti akan kita buktikan dalam perkara pokok bahwa klien kita tidak melakukan suatu kejahatan seperti yang dituduhkan. Dengan tuduhan pasal 263 subsider 266 atau sebaliknya," katanya.
Jogi mengatakan, pihaknya pun sudah menyiapkan sejumlah saksi dan ahli, antara lain ahli pidana yang diaku bisa menjelaskan bahwa perkara pidana terhadap terdakwa adalah kriminalisasi.
"Kami akan berjuang di perkara pokok dan pembuktian itu akan kami lakukan dengan menghadirkan saksi maupun ahli," katanya.
"Karena kami tidak mau masuk ke pokok persoalan perdata (sengketa tanah) yang sudah inkrah," imbuhnya.