Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI) Tony Sumampouw angkat bicara usai para eks pemain buka suara diduga menjadi korban eksploitasi dan penyiksaan.
Tudingan penyiksaan yang dialami para mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) itu pun langsung dibantah Tony Sumampouw. Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak melakukan tindakan kekerasan seperti yang dituturkan oleh para mantan pemain sirkus tersebut.
Tony mengakui pada masa itu, pelatihan di OCI memang mengedepankan disiplin ketat, di mana sanksi berupa rotan digunakan untuk mengoreksi kesalahan para pemain dalam pelatihan.
Advertisement
"Saya pikir sama dengan kita melatih senam, melatih olah raga, melatih bela diri, apa sama itu? kalau kita salah pasti gurunya akan koreksi dengan keras ya. Karena itu akibatnya mencelakakan diri sendiri, dalam salto atau apa, kalau salah kan bahaya. Jadi memang harus tertib," ujar Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI) Tony Sumampouw saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Kamis 17 April 2025.
"Disiplin itu kan harus ada. Seorang atlet harus begitu, baru dipuji pada saat dia main. Dia kan bangga juga kan ditepok tangan pengunjung," sambung dia.
Tony juga meluruskan informasi terkait mantan pemain sirkusnya yang tak menerima gaji. Menurut dia, sejak awal bergabung para pemain OCI diperlakukan sebagai bagian dari keluarga besar.
"Ya kalau sudah di OCI kan sudah kayak keluarga besar. Kalau sakit pasti berobat, nggak pernah bilang nggak ada uang. Semua itu sudah terjamin. Pakaian, terus uang saku," kata Tony.
Tony mengatakan, kebutuhan dasar seperti pakaian dan uang saku diberikan secara rutin. Menurutnya, meski anak-anak tersebut tidak menerima gaji, mereka tetap memperoleh uang saku mingguan untuk kebutuhan pribadi.
Berikut sederet pernyataan Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI) Tony Sumampouw usai para pemainnya buka suara dihimpun Tim News Liputan6.com:
Â
1. Bantah Tudingan Siksa dan Setrum Pemain
Tudingan penyiksaan yang dialami para mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) ditepis langsung oleh Pendiri Oriental Circus Indonesia (OCI), Tony Sumampau. Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak melakukan tindakan kekerasan seperti yang dituturkan oleh para mantan pemain sirkus tersebut.
Dia mengakui pada masa itu, pelatihan di OCI memang mengedepankan disiplin ketat, di mana sanksi berupa rotan digunakan untuk mengoreksi kesalahan para pemain dalam pelatihan.
"Saya pikir sama dengan kita melatih senam, melatih olah raga, melatih bela diri, apa sama itu? kalau kita salah pasti gurunya akan koreksi dengan keras ya. Karena itu akibatnya mencelakakan diri sendiri, dalam salto atau apa, kalau salah kan bahaya. Jadi memang harus tertib," ujar dia saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Kamis 17 April 2025.
"Disiplin itu kan harus ada. Seorang atlet harus begitu, baru dipuji pada saat dia main. Dia kan bangga juga kan ditepok tangan pengunjung," sambung dia.
Dia menerangkan, pelatihan sirkus harus menerapkan disiplin ketat, mirip dengan latihan olahraga lainnya. Dia menegaskan, meskipun terkadang latihan terasa keras, hal itu dilakukan untuk menjaga keselamatan dan meningkatkan kualitas gerakan para pemain.
Â
Advertisement
2. Sebut Hanya Cari Sensasi
Pernyataan tersbeut diungkapkan setelah beberapa mantan pemain OCI, seperti Fifi Nur Hidayah, mengungkapkan pengalaman pahitnya. Namun, Tony menilai pengakuan tersebut terkesan dilebih-lebihkan.
"Pasak berat, pegang dua tangan aja udah berat, mau ngayun lebih susah. Pakai kayu kecil aja mukulnya lebih enak. Jadi itu cuma imajinasi aja sih saya pikir," terang Tony.
Tony juga menanggapi klaim mengenai penyetruman yang disebutkan oleh beberapa mantan pemain OCI sebagai bentuk hukuman. Dia tegas membantah.
"Saya pikir konteksnya sudah sangat berbeda, kalau disetrum nggak mungkin orangnya masih hidup, kalau disetrum sudah out," ucap dia.
Menurutnya, apa yang dikatakan oleh para korban mengenai penyetruman lebih mengarah pada upaya menciptakan sensasi.
"Oh iya pasti lah, ini kan untuk membuat sensasi ya. Kalau sstrum mau pakai setrum apa? kalau kita setrum pakai setrum rumah pasti nempel, bagaimana lepasnya lagi, yang bantu dia juga akan nempel juga. Jadi ya mungkin sensasi ya," ucap dia.
Â
3. Tegaskan Pemain Sirkus Dijamin Uang Saku dan Kebutuhan Pokok
Tony lalu meluruskan informasi terkait mantan pemain sirkusnya yang tak menerima gaji. Menurut dia, sejak awal bergabung para pemain OCI diperlakukan sebagai bagian dari keluarga besar.
"Ya kalau sudah di OCI kan sudah kayak keluarga besar. Kalau sakit pasti berobat, nggak pernah bilang nggak ada uang. Semua itu sudah terjamin. Pakaian, terus uang saku," kata dia.
Tony mengatakan, kebutuhan dasar seperti pakaian dan uang saku diberikan secara rutin. Menurutnya, meski anak-anak tersebut tidak menerima gaji, mereka tetap memperoleh uang saku mingguan untuk kebutuhan pribadi.
"Tiap minggu juga dikasih. Memang itu tidak diberi gaji, ya. Kita kan dulu juga nggak terima gaji, sama. Masih anak-anak masa terima gaji gitu ya. Tapi uang saku untuk belanja, untuk segala macem, itu selalu ada. Nggak mungkin nggak ada," ucap dia.
Dia juga menepis anggapan anak-anak dalam asuhannya mengalami kekurangan atau tak terurus.
"Kalau lihat wajahnya aja bisa keliatan kok, gitu ya. Jadi nggak kurus-kurus, ceking, gitu kan ngga. Semua sehat-sehat," ucap dia.
Selain kebutuhan pokok, Tony menyebutkan para anggota sirkus juga mendapatkan perhatian pada momen-momen khusus seperti hari raya dan ulang tahun.
"Jadi uang belanja ada, pakaian lengkap, kalau hari raya pasti dapet hadiah, dapet apa. Biasa lah kita. Ulang tahun dirayain ramai-ramai. Itu biasa. Itu kehidupan keluarga besar," ucap Tony.
Â
Advertisement
4. Tegaskan Tak Ada Kaitannya dengan Taman Safari
Tony dengan tegas membantah adanya keterkaitan antara Oriental Circus Indonesia dengan Taman Safari Indonesia.
Dikutip dari berbagai sumber, OCI yang berdiri sejak tahun 1963, awalnya bernama Bintang Akrobat dan Gadis Plastik, kemudian berganti nama menjadi Oriental Show dan berubah lagi menjadi Oriental Circus Indonesia hingga sekarang.
Perjalanan panjang OCI, yang pernah menghibur tentara dan masyarakat luas, hingga mencapai puncak kejayaan di era 90-an dengan pertunjukan akrobatik dan atraksi hewan yang spektakuler, kini ternoda oleh dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap para pemainnya.
Pada tahun 2019, OCI merayakan 50 tahun perjalanan mereka dengan pertunjukan 'The Great 50 Show', menandai penghentian penggunaan satwa dalam atraksi dan beralih ke teknologi modern.
Namun, bayang-bayang masa lalu berupa tuduhan eksploitasi masih menghantui, membuat sejarah OCI menjadi perbincangan hangat dan menimbulkan pertanyaan mengenai hubungannya dengan TSI.
Tony Sumampau secara tegas membantah anggapan terkait adanya hubungan antara Oriental Circus Indonesia dengan Taman Safari Indonesia.
"Hubungan legal enggak ada, hubungan uang enggak ada, enggak ada sumber masuk dari OCI ke Safari, enggak ada. Enggak ada ide orang OCI bangun Taman Safari, enggak ada," kata dia.
Ia menekankan bahwa TSI dibangun jauh setelah ia kembali dari Australia pada akhir 1970-an. Saat itu, ia tengah menjalani pengobatan pasca-cedera akibat digigit harimau. Di Australia, Tony sempat membantu melatih hewan di African Lion Safari, yang kemudian menginspirasi pendirian TSI.
"Karena ide saya waktu itu, pernah bekerja di situ, saya pakai nama itu, ternyata namanya panjang, African Lions Safari. Malah bisa lebih panjang lagi, African Lions Country. Lama-lama baru dikatakan pakai nama Barat, kenapa tidak lokal. Itu (tahun) 91 baru diganti menjadi Taman Safari," ucap Tony.
Â
5. Beberkan Sejarah Oriental Circus Indonesia: Dari Akrobat hingga Sirkus Hewan
Tony Sumampau menjelaskan bahwa OCI awalnya berfokus pada pertunjukan akrobat keliling, menghibur tentara di berbagai daerah. Mereka kemudian bertransformasi menjadi sirkus pada tahun 1971 setelah mendatangkan hewan dari Taman Sriwedari di Solo.
"Jadi kita banyak keliling, akhirnya dibentuklah akrobat, dari akrobat itu dibentuklah dari 71, masuklah sirkus India, Royal India Circus, kita ambruk karena mereka sudah punya hewan, kita enggak punya hewan," ujar Tony.
OCI juga melibatkan anak-anak dari panti asuhan dalam pertunjukan mereka. Orang tua Tony, yang aktif dalam sirkus, memiliki kebiasaan menampung anak-anak dan menjadikan mereka bagian dari keluarga besar.
"Orang tua itu suka menampung anak, jadi dari bayi entah anaknya siapa itu, ternyata waktu saya tanya 'ini anak dari mana?' katanya anak dari panti asuhan. 'Panti asuhannya di mana?', 'di daerah dekat Kalijodo'. 'Kenapa diambil?', dia bilang 'saya suka sumbang, sumbang uang untuk panti asuhan'. Nah kadang-kadang dibawa juga ke sini kalau di sana penuh anak-anak," kata Tony.
OCI dan TSI memiliki sejarah dan fokus yang berbeda. OCI bermula sebagai kelompok akrobat keliling yang kemudian berkembang menjadi sirkus, sementara TSI merupakan lembaga konservasi hewan. Meskipun keduanya melibatkan hewan pada suatu titik dalam sejarah mereka, tujuan dan operasinya sangat berbeda.
OCI, dengan fokus pada pertunjukan hiburan, pernah menggunakan hewan dalam atraksi mereka. Namun, sejak tahun 2019, mereka telah beralih ke teknologi modern. TSI, di sisi lain, memiliki misi konservasi dan pelestarian satwa liar.
Perbedaan mendasar ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara kedua lembaga tersebut, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh pendiri OCI. Sejarah masing-masing lembaga berdiri sendiri dan memiliki tujuan yang berbeda.
Â
Advertisement
6. Klaim Sudah Jalankan Rekomendasi Komnas HAM
Tony juga mengklaim telah menjalankan rekomendasi Komnas HAM. Dia pun menepis tudingan mantan pegawai OCI yang menyebutnya tidak menjalankan rekomendasi Komnas HAM saat menyelidiki kasus ini pada 1997.
Tony mengaku, ikut dalam pertemuan bersama Komnas HAM 1997 silam. Menurutnya, saat itu ia juga ikut membentuk tim bersama Komnas HAM dan sejumlah pengacara untuk menelusuri asal-usul dan hak-hak anak.
"Saya ingat waktu itu saya yang menghadap Pak Baharuddin Lopa dan Pak Muladi. Akhirnya beliau minta waktu bikin tim, ada dari Komnas, kita, lawyer," kata dia.
Tony menyebut, salah satu rekomendasi utama adalah memberikan akses pendidikan resmi bagi anak-anak yang saat itu ada di OCI.
"Tim pergi ke Kalijodo, dari situ balik seminggu kemudian dikumpulkan sama anak-anak situ. Dan waktu itu saya ingat kepada anak-anak yang masih ada, kita rekomedasikan agar mendapatkan pendidikan resmi, kita ikuti saja apa yang jadi rekomendasi," ucap dia.
Â
7. Jelaskan soal Asal Usul Anak
Tony mengklaim ada 15 hingga 17 anak yang akhirnya disekolahkan secara resmi. Sebelum itu, anak-anak menjalani homeschooling dengan guru yang didatangkan khusus.
"15 di sekolahkan di sekolah resmi. Sebelumnya didatangkan guru," terang dia.
Terkait asal-usul anak-anak, Tony mengakui tim kesulitan melacak identitas orangtua karena tidak ada yang mengakui.
"Sudah seminggu lebih bergerilya kita cari taunya dari satu sumber, tapi asal-usul belum kita temukan karena nggak ada yang mau mengakui anaknya siapa, seperti itulah kondisinya," papar Tony.
Tony menambahkan, hingga kini pihaknya tetap memberikan bantuan kepada mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) jika ada yang datang kepadanya, termasuk memberikan uang saku.
"Itu sudah kita lakukan sampai sekarang juga kalau ada anak-anak sirkus datang, dia mau keluarga jalan-jalan dikasih uang saku segala macam," ujar dia.
"Jadi kita juga mengikuti rekomendasi Komnas HAM," pungkas Tony.
Advertisement
