HEADLINE: Marshal, Putra Minahasa Pencipta Lagu Legendaris Dunia

Tak banyak yang tahu "Song for The Children" diciptakan Marshal Manengkei. Dia mengembuskan nafas terakhir beberapa waktu lalu

oleh Telni Rusmitantri diperbarui 04 Sep 2017, 00:00 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2017, 00:00 WIB
Marshal Menengkei (istimewa)
Lagu legendaris dunia Song for The Children diciptakan Marshal Manengkei. Pria Minahasa itu mengembuskan nafas terakhir, beberapa waktu lalu

Liputan6.com, Jakarta Kembali ke Indonesia hingga menutup mata. Itulah akhir kisah Marshal Manengkei. Tak banyak publik Tanah Air yang tahu bahwa sang pencipta lagu popular "Song for the Children" itu telah wafat di pengujung Agustus 2017.

Setelah merantau puluhan tahun, seniman berusia 68 tahun itu bermukim di Jakarta sejak 2012. Meski lama tak menciptakan lagi lagu popular yang mendunia, semangatnya berkesenian tak pernah padam. Hingga penyakit ginjal merenggut usianya.   

Ingatkah Anda untaian lirik ini?

Follow me, follow me. It's a beautiful day (Sing a song for the children)
Trust in me, lean on me. Life is true, bright and gay. 
Follow me. Trust in me. Bound to see. Let it be (Let it be, let it be)
Now hold on and sing (Hold on and sing).
A song for the children (Sing a song for the children).
Be nice and behave (Be nice and behave).
Be good for the children (It's so good for the children).
Let harmony stay. Let's pray, let's pray for the day (We will stay and pray together).
Let plans for tomorrow. Yes, I'm gonna tell you, tell the truth of today.
Follow me. Trust in me. Follow me. Lean on me.

Bagi bocah-bocah cilik atau ABG di era tahun 1980-an, tentu tak asing dengan lirik di atas. Ya, itulah cuplikan tembang “Song for The Children” yang dipopulerkan oleh Oscar Harris. Sang biduan adalah penyanyi asal Suriname yang populer di Belanda di era tahun 1960-an dan 1970-an. Oscar Harris merilis lagu itu di tahun 1980.

Iramanya yang riang dan lirik yang sederhana dengan latar paduan suara anak-anak, membuat lagu “Song for The Children” menjadi enak didendangkan. Lagu tersebut boleh dibilang menjadi lagu anak-anak populer sepanjang masa dan legendaris di dunia sampai saat ini. Siapa sangka, pencipta lagu “Song for The Children” itu adalah pria asli Indonesia. Dialah Marshal Manengkei.

Pria asli Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara itu, mengembuskan nafas terakhir di RS Medistra, Jakarta Selatan, 25 Agustus 2017. Marshal meninggal setelah sebelumnya sempat tak sadarkan diri. 

Tak seperti komposer besar dan populer pada umumnya di Tanah Air, kabar meninggalnya sang seniman ini sepi dari pemberitaan. Hanya beberapa laman berita yang sempat menulis, pekan lalu, tentang sosok pria yang lahir dan besar di Surabaya itu. Padahal, Marshal Conradt Jules Manengkei, begitu nama lengkapnya, terhitung punya nama besar dengan karya-karya lagunya yang legendaris. Lagu "Song for The Children", salah satunya. 

Ironis, menjadi pencipta lagu yang populer di dunia, tapi sosok Marshal Manengkei luput dari perhatian publik negeri sendiri. Memang banyak cerita di Tanah Air, pencipta lagu kalah pamor ketimbang penyanyinya. Namun, di Belanda nama Marshal Manengkei begitu harum. 

"Di Belanda namanya terkenal. Sayang sekali pas kembali ke Indonesia generasi saat ini pada enggak ngeh ya," tutur Stanley Tulung, pengamat musik saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (3/9/2017). Marshal Manengkei memang baru beberapa tahun kembali ke Tanah Air setelah puluhan tahun menetap di Belanda. 

Lagu "Song for The Children" diciptakan Marshal Manengkei di tahun 1979. Saat itu, Unicef, salah satu badan di PBB, mengumumkan tahun 1979 sebagai tahun anak internasional. Ramailah muncul lagu-lagu tentang anak yang menjadi legendaris hingga kini.

Di Indonesia, tahun 2004 lagu itu diadaptasi oleh Sony Music Entertainment Indonesia dengan judul "Insan Utama". Liriknya bercerita tentang Rasulullah Muhammad. Tembang religi untuk anak-anak itu dibawakan oleh Haddad Alwi berduet dengan Duta Sheila on 7 dan menjadi hit sebagai lagu religi Ramadan tahun itu. 

 

 

Blue Diamonds dan Daniel Sahuleka

Marshal Manengkei juga dikenal sebagai produser band The Blue Diamonds, puluhan tahun silam. Band ini diawaki oleh dua bersaudara Riem de Wold dan Ruud de Wolf. Single mereka yang terkenal bertajuk "Ramona".

Lewat single-nya, The Blue Diamonds berhasil bertengger di posisi 72 tangga lagu Billboard Hot 100, di tahun 1960. Dua bersaudara yang mengusung musik rock n roll ini disebut-sebut sebagai The Everly Brothers-nya Belanda. The Everly Brother adalah duo penyanyi asal Amerika Serikat yang dikenal dengan harmonisasi olah vokal.

Sama seperti Marshal Manengkei, personel The Blue Diamonds asli Indonesia. Duo ini kelahiran Jakarta dan Marshal Manengkei sendiri asli Minahasa, meski numpang lahir dan besar di Kota Pahlawan.

"Saya arek Suroboyo, enggak bisa disuruh bicara Manado," ujar Marshal Manengkei, dalam sebuah kesempatan menjadi bintang tamu di panggung musik country bersama Tantowi Yahya di TVRI Pusat, Jakarta, beberapa waktu lalu. Tantowi Yahya sekarang bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Selandia Baru.

Tantowi mengaku mengenal Marshal Manengkei sejak tahun 2004 saat bersama band country-nya manggung di Belanda. "Dia orang yang sederhana. Padahal ngetop, lo. Dia penggemar musik country tulen. Makanya kami gampang nyambung," ujar Tantowi via Whatsapp kepada Liputan6.com. Marshal Manengkei sempat ingin memproduseri Tantowi di Belanda. "Tapi belum kesampaian sampai akhir hayatnya," tambah Tantowi.

Marshal Manengkei memang bukan seperti Daniel Sahuleka, penyanyi berdarah Ambon yang dikenal sebagai biduan Belanda. Marshal Menengkei lebih banyak tampil di belakang layar.

Daniel cukup sering singgah ke Indonesia untuk manggung. Dua lagu hit-nya "You Make My World So Colorful" (1976) dan "Don't Sleep Away The Night" (1981) menjadi nomor-nomor yang selalu dinanti penggemarnya di tanah Air. Bagaimana dengan Marshal Manengkei?

 

Bukan Somewhere Between

Sebagai orang belakang layar, pria kelahiran 9 Maret 1949 ini bukan saja mengantarkan The Blue Diamonds sukses. Beberapa lagu karyanya juga populer pada era tahun 1970-an dan 1980-an di Belanda lewat tenggorokan penyanyi top lainnya. Bahkan, menjadi lagu populer di dunia.

Sebut saja "My Love" yang dibawakan Rosy dan Andres. Bersama sang penyanyi, Andres Holten, Marshal Manengkei menulis lagu itu saat namanya berkibar di Negeri Kincir Angin. Lagu-lagu yang ngetop di Belanda saat itu memang bisa berbicara di industri musik Eropa dan menembus dunia. Rata-rata penyanyi-penyanyi tersebut membawakan lagu dalam bahasa Inggris.

Stanley Tulung, pengamat musik, ingin meluruskan sejumlah data tentang sosok Marshal Manengkei. Misalnya, ada media yang menulis lagu "Somewhere Between" diciptakan oleh Marshal Menengkei. "Itu salah. Terus, ada juga yang menulis lagu "Story Book Children" yang dibawakan Sandra and Andres juga karya Marshal Manengkei. "Dan, itu juga salah," papar Stanley yang aktif berkomunikasi dengan komunitas musikas di era tahun 1960-an dan 1970-an.

Mengutip sejumlah sumber, tembang "Somewhere Between", aslinya milik Merle Haggart yang terhitung American country song. Beragam versi dibawakan oleh sejumlah penyanyi di dunia.  Bahkan, di Indonesia dikenal versi lain dengan judul "Hatimu Hatiku" yang dibawakan oleh pasangan suami istri Muchsin Alatas dan Titiek Sandhora di era tahun 1970-an.

Sementara itu tembang lawas "Story Book Children", sempat dibawakan oleh Billy Vera dan Judy Clay. Serta juga Nancy Sinatra dan Lee Hazelwood, di akhir tahun 1960-an.  "Story Book Children" di Indonesia lebih dikenal lewat alunan suara duo Sandra and Andres. 

Nama penyanyi yang terakhir cukup dekat dengan sosok Marshal Manengkei. Bersama Andres Holten, Marshal menuliskan lagu "Sausalito" selain "My Love", yang dibawakan duet oleh Andres Holten dan Rosy Pereira. Dikenal dengan duet Rosy & Andres.

Pulang untuk Dijemput Ajal

Sukses di Belanda, di usia senja, Marshal Menengkei memilih untuk kembali ke pangkuan bumi pertiwi. Sejak tahun 2012, Marshal Manengkei yang berkewarganegaraan Belanda menjalani sisa hidup di Indonesia. "Setahu saya dia sudah pegang kartu KITAS. Ada sponsornya kok di Indonesia," kata Beiby Sumanti, pimpinan Sanggar Bapontar, di Jakarta, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (3/9/2017) sore.

Sanggar Bapontar adalah sebuah komunitas seni Minahasa yang menjadi tempat Marshal Manengkei mengekspresikan diri. Sanggar ini cukup sering tampil di sejumlah acara menunjukkan kebolehan bermain kolintang, alat musik khas dari Sulawesi Utara. Misalnya saat acara penurunan bendera Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2017.

"Kata Marshal, dia merasa seperti di kampung sendiri kalau nongkrong di sanggar. Dia senang sekali. Biasanya dia bermain gitar, bahkan memaksa ingin tinggal di sanggar saja," ujar Beiby Sumanti. Perempuan ini tidak mengizinkan Marshal tinggal di sanggar. Alasannya, setahun terakhir kondisinya tak sehat. 

"Sebenarnya dia menderita sakit ginjal. Sudah sejak tahun lalu dia seharusnya menjalani cuci darah," ujar perempuan ini. Namun, pengobatan itu urung dilakukan oleh Marshal.  Tinggal sendiri di apartemen Sunter, Marshal sebenarnya punya kegiatan lain selain bermusik. 

Dalam akun Facebook-nya, Marshal Manengkei menyebut dirinya self employee dan Presdir/co-owner MM Sustainables & Multimedia Ltd. "Dia bilang punya idealisme mau mempunyai perusahaan pengelola sampah. Lagi cari sponsor. Dia kan insinyur atau arsitek lulusan Belanda. Dia salah satu yang membangun konsep Kota Apeldoorn di Belanda dengan tekonologi green city pertama di dunia," ujar Beiby Sumanti. 

Pria Kelahiran 9 Maret 1949 ini memang sudah meninggalkan Indonesia sejak usia muda. Tragedi politik di tahun 1965 membuat keluarga Marshal Manengkei hijrah keluar Indonesia. Mereka bermigrasi ke Belanda. 

Di Negeri Kincir Angin itu, Marshal Manengkei sempat kuliah di salah satu universitas di sana dan mengembangkan karier sebagai pencipta lagu dan produser musik. Ia menjadi salah satu musikus yang mewarnai perkembangan industri musik Belanda dan Eropa, di era tahun 1970-an hingga 1980-an.

Dua kali menikah dan sama-sama berujung pada perceraian, Marshal Manengkei tak dikaruniai anak dari dua perkawinan itu. Di Jakarta, kegiatan bermusik Marshal Manengkei bukannya terhenti. Selain tampil bernyanyi dengan iringan musik kolintang bersama Sanggar Bopantar, Marshal Manengkei cukup sering ikut jam session dengan Ireng Maulana dan kawan-kawan. "Setahu saya dia seringkali juga tampil. Dulu sebelum Om Ireng meninggal ya," ungkap Stanley Tulung.

Marshal Manengkei mengembuskan nafas terakhir setelah bolak-balik dirawat di rumah sakit karena sakit ginjal yang dideritanya. Adiknya, Roy Manengkei, sempat terbang dari Belanda ke Jakarta saat Marshal meninggal. Beiby Sumanti termasuk teman yang ikut mendampingi saat-saat terakhir sang komposer. Jenazah Marshal Manengkei dimakamkan di TPU Kampung Kandang, Cilandak, Jakarta Pusat. Selamat Jalan Marshal Manengkei.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya