Liputan6.com, Jakarta Kita telah menyaksikan banyak momen mencekam berlatar lautan di layar lebar. Dari era klasik seperti Jaws, lalu Deep Blue Sea, Deep Impact, The Meg, hingga yang terbaru, Underwater bareng Kristen Stewart. Yang terbaru, Sea Fever.
Sea Fever yang diproduksi tahun lalu melewati jalan panjang untuk menemukan audiensnya. Kali pertama diperkenalkan secara terbatas pada 5 September 2019 di Fetsival Film Internasional Toronto, Sea Fever lalu didistribusikan dalam format live streaming oleh perusahaan Gunpowder dan Dust.
Advertisement
Baca Juga
April 2020, saat dunia dilanda wabah Corona Covid-19, Sea Fever hadir dalam video on demand (VOD) di AS dan Inggris. Di Indonesia, Sea Fever hadir lewat aplikasi KlikFilm, yang bisa diunduh via IOS dan Google Play.
Berlayar ke Zona Terlarang
Poros kisah Sea Fever berada di pundak peneliti perilaku makhluk hidup Siobhan (Hermione). Ia menumpang di kapal Niahm Cinn Oir yang dipimpin pasutri Freya (Connie) dan Gerard (Dougray). Kapal itu diperkuat Ciara (Olwen), Sudi (Elie) Omid (Ardalan), dan Johnny (Jack).
Berupaya menjaring sebanyak mungkin ikan, Gerard diperingatkan pihak pelabuhan, zona yang dituju berbahaya. Tak mengindahkan peringatan, Gerard-Freya nekat. Tak berapa lama kemudian, kapal itu tersangkut. Dinding dasar kapal yang terbuat dari kayu memperlihatkan perubahan tekstur.
Perlahan dinding kapal merapuh, mengeluarkan cairan kental hijau kebiruan. Gerard minta Siobhan menyelam untuk mengecek makhluk apa yang menjerat kapal. Lebih besar dari cumi-cumi. Menyerupai Cnidaria tapi beda dengan teritip. Begitu Siobhan menjelaskan.
Lepas dari jeratan makhluk tak dikenal tak lantas membuat kondisi membaik. Suatu malam usai panen banyak ikan, perilaku Johnny tak terkendali. Ia ingin berenang di laut tengah malam. Beberapa menit kemudian, matanya meledak. Seluruh awak kapal syok berat. Siobhan mencoba mencari penyebab.
Advertisement
Fokus Pada Kepanikan Manusia
Bahaya di laut bisa disebabkan apa saja. Kenekatan manusia, monster dari perairan, binatang buas, atau bencana alam. Sea Fever menggulirkan teror dengan pendekatan berbeda. Semula, karya Neasa kami pikir mirip Underwater. Ternyata tidak.
Alih-alih mengeksploitasi darah, jeritan, atau kejar-kejaran manusia versus biang teror, Neasa fokus pada kepanikan manusia merespons bahaya tidak terduga. Yang berharap Sea Fever bakal heboh dan diwarnai sejumput selera humor ala film Jason Statham bisa jadi kecewa.
Tiga Konsekuensi
Dimulai dari membuat keputusan yang salah, satu-dua tokoh film ini menciptakan efek domino bagi karakter lain. Efek domino menguat disertai sejumlah faktor pemicu. Utamanya, spesies yang kemudian ditengarai dari keluarga Hadopelagik. Silakan Anda cek sendiri di literatur apa Hadopelagik itu.
Karena fokus pada kepanikan manusia, maka sepanjang film ini Anda disuguhi adegan di kapal dari ruang kemudi, palka, hingga buritan. Ini membuahkan sejumlah konsekuensi. Pertama, film ini melibatkan unit produksi Swedia dan Belgia, namun kita tak diizinkan menghirup “aroma” dua negara itu dalam film.
Advertisement
Momen Bikin Deg-degan
Kedua, sebagai film misteri berbalut bencana, Sea Fever secara keseluruhan kurang greng. Meski demikian, ada sejumlah adegan yang bikin kita deg-degan. Khususnya, adegan memeriksa mata dengan senter dan jatuhnya korban pertama. Sekat-sekat kapal terasa lebih mencekam dari biasanya.
Ketiga, bentuk makhluk air yang jadi biang teror kurang terekspos. Penjelasan lisan dari bibir Siobhan jelas tak memberi efek jera bagi penonton yang dari tadi menunggu wujud. Pun cerita samping (tentang cinta) yang diharapkan mengembang dari pihak Siobhan layu sebelum berkembang.
Formula Klasik
Model film seperti ini biasanya menerapkan formula klasik. Teror memakan satu demi satu korban dengan cara mati di luar dugaan. Yang tersisa biasanya satu atau tidak ada sama sekali. Tersisa dua korban selamat saja sudah alhamdulillah. Dan sekarang yang selamat tak harus pemeran utama.
Ingat kasus Underwater yang tayang awal tahun ini? Nah, selama menonton Sea Fever ada baiknya Anda tak mengabaikan tokoh-tokoh yang muncul di kapal. Jangan bedakan kasta pemeran utama dari pendukung karena kita tak pernah tahu bagaimana film ini berakhir.
Advertisement
Tak 100 Persen Memuaskan
Sekali lagi secara keseluruhan, Sea Fever tak 100 persen memuaskan. Meski begitu, penceritaan film ini relatif lancar. Menyaksikan Sea Fever sendirian efektif bikin waswas. Apalagi di tengah wabah Corona Covid-19, mendengar kata infeksi disebut di film ini, memantik efek meriang di jiwa.
Chemistry Connie Nielsen dan Dougray Scott terasa stabil. Karakter Siobhan yang terasa dingin di awal menghangat memasuki pertengahan. Sayang, tak sempat memanas sampai akhir. Kenapa? Anda bisa saksikan sendiri filmnya.
Pemain: Connie Nielsen, Hermione Corfield, Dougray Scott, Olwen Fouere, Jack Hickey, Ardalan Esmaili, Dag Malmberg, Elie Bouakaze
Produser: Brendan McCarthy, John McDonnell
Sutradara: Neasa Hardiman
Penulis: Neasa Hardiman
Produksi: Fantastic Films, Flexibon Films
Durasi: 1 jam, 30 menit