Sesajen Kepala Kerbau Hiasi Ritual Adat Unan-unan Warga Suku Tengger Ranupani Lumajang

Warga Suku Tengger di Desa Ranupani Lumajang menggelar ritual adat unan-unan sebagai bentuk ungkapan syukur dan menjaga tradisi yang telah terpelihara selama berabad-abad.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 24 Apr 2024, 15:05 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2024, 15:05 WIB
Warga Suku Tengger, Desa Ranupane, Lumajang, gelar ritual Unan- Unan (Istimewa)
Warga Suku Tengger, Desa Ranupane, Lumajang, gelar ritual Unan- Unan (Istimewa)

Liputan6.com, Lumajang - Warga Suku Tengger di Desa Ranupani Lumajang menggelar ritual adat unan-unan sebagai bentuk ungkapan syukur dan menjaga tradisi yang telah terpelihara selama berabad-abad.

“Unan-unan di Desa Ranupani adalah cermin dari rasa syukur yang mendalam. Kami sebagai bagian dari alam ini merasa berkewajiban untuk merawatnya. Semoga kita dilindungi dan diberkahi,” ujar Sekretaris Daerah Lumajang Agus Triyono, Rabu (24/4/2024).

Kata dia, warga dan pemuka adat Suku Tengger berkumpul untuk merayakan momen yang tak hanya melambangkan syukur, tetapi juga menjaga keharmonisan dengan alam dan leluhur mereka.

Ritual Unan-unan warisan leluhur yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali di tahun yang Suku Tengger sebut sebagai Landung,” paparnya.

Ia mengatakan hal itu adalah penanda penting dalam kalender mereka yang terdiri dari 13 bulan, sebuah sistem waktu yang unik dan menggambarkan hubungan khusus mereka dengan alam.

Unan-unan yang berasal dari kata 'una' yang berarti memperpanjang, tak hanya mempersembahkan rasa syukur, tetapi juga upaya untuk memperpanjang bulan dalam kalender tradisional suku Tengger. Itu adalah simbol dari kesatuan mereka dengan alam dan langit.

“Ritual tersebut adalah bentuk penghormatan kepada leluhur, serta doa agar keberkahan terus mengalir bagi masyarakat Desa Ranupani,”tambahnya.

Sesajen Kepala Kerbau

Pada hari puncaknya tidak hanya diwarnai oleh kesyukuran, tetapi juga sesajen berupa kepala kerbau yang dihias indah, menjadi simbol dari pengorbanan dan harapan yang mereka bawa.

Para warga Tengger kemudian mengarak ancak yang memuat sajen tersebut menuju sanggar pamujan, tempat peribadatan yang menjadi pusat ritual. Di sana, doa-doa dipanjatkan, harapan diungkapkan, dan ikatan dengan alam serta leluhur diperkuat.

“Harapannya adalah kelimpahan rezeki dan keselamatan bagi kita semua dan untuk generasi mendatang. Semoga tetap di bawah lindungan Tuhan dan leluhur,”pungkasnya.

 

Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya