Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) merupakan salah satu teknologi yang kini banyak dimanfaatkan startup untuk mengembangkan layanannya.
Tak heran kalau sekarang, semakin banyak startup yang hadir dengan menggembar-gemborkan kecerdasan buatan sebagai salah satu nilai lebihnya.
Advertisement
Baca Juga
Namun yang mengejutkan, ternyata tidak semua startup AI sepenuhnya menggunakan kecerdasan buatan untuk layanannya.
Menurut survei yang dilakukan dari perusahaan venture capital MMC, 40 persen dari startup AI yang ada di Eropa tidak menggunakan kecerdasan buatan pada layanannya.
Dalam laporannya, MMC mensurvei 2.830 startup AI di 13 negara Eropa dan memberikan kesimpulan, kalau 40 persen di antaranya tidak sama sekali memanfaatkan kecerdasan buatan.
"40 persen dari (startup) yang disurvei, kami tidak menemukan bukti mereka menggunakan kecerdasan buatan," ujar David Kelnar kepada Forbes.
Menurut MMC, kecerdasan buatan ternyata bisa menjadi daya pikat startup untuk menarik pelanggan atau investor setidaknya dengan peningkatan 15-50 persen.
Laporan lain juga memuat informasi di mana kecerdasan buatan setidaknya hanya bisa membantu startup untuk layanan lebih spesifik, seperti chatbot dan deteksi kecurangan.
Untuk chatbot, ada 26 persen startup yang menggunakan kecerdasan buatan, sedangkan untuk deteksi kecurangan ada 21 persen.
Kecerdasan Buatan Bisa Deteksi Penyakit Genetik dari Wajah Manusia
Teknologi kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence) juga berperan penting di industri kesehatan.
Terbaru, kecerdasan buatan tengah diuji coba oleh perusahaan kesehatan FDNA. Kecerdasan buatan ini, dapat mendeteksi gejala penyakit genetik cuma hanya dengan memeriksa wajah manusia.
Teknologi kecerdasan buatan bernama DeepGestalt tersebut, diharapkan bisa membantu dokter untuk mengidentifikasi sejumlah penyakit yang sulit dideteksi dengan alat kesehatan. Demikian dikutip CNN dari studi jurnal Nature Medicine, Selasa (12/3/2019).
Studi juga melaporkan kalau 8 persen populasi manusia memiliki gejala genetik yang harus diperiksa dari wajah.
Dalam hal ini, kecerdasan buatan DeepGestalt mampu mendeteksi sindrom Angelman, yakni gejala yang mempengaruhi sistem saraf manusia hanya dengan memeriksa bentuk wajah manusia, mulai dari letak gigi, letak mata, hingga posisi lidah.
"DeepGestalt mampu mendemonstrasikan bagaimana ia bekerja dengan algoritma deep learning untuk mendeteksi penyakit genetik," kata Yaron Gruovich, Chief Technology Officer FDNA.
Advertisement
Sudah Diuji Coba
Gurovich dan timnya juga sudah melatih DeepGestalt untuk memeriksa 17.000 gambar wajah dari pasien yang didiagnosis memiliki penyakit genetik.
Dalam uji coba tersebut, DeepGestalt mampu bekerja lebih akurat dan cepat ketimbang ahli klinis dalam memeriksa wajah pasien.
Dalam setiap uji coba, DeepGestalt mengungkap daftar penyakit dalam tingkat akurasi 91 persen.
Jorge Cardoso, dosen dari sekolah biomedis King's College London, mengakui kalau kemampuan DeepGestalt sangat menaik.
Ia pun berharap, ke depannya DeepGestalt bisa digunakan rumah sakit umum untuk membantu mendeteksi lebih banyak jenis penyakit genetik.
"Ini adalah salah satu pencapaian fantastis kecerdasan buatan yang dapat mengubah harapan hidup manusia. Ketika banyak orang memandang kecerdasan buatan dari sisi negatif, kami justru optimistis DeepGestalt dapat membawa harapan untuk kemanusiaan," tandasnya.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: