Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kian serius mengejar penyedia layanan over the top (OTT) asing untuk membayar pajak di Indonesia.
Namun hingga kini, pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak Kemenkeu kesulitan memungut pajak dari perusahaan digital asing lantaran tak memiliki kehadiran fisik di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah pun berencana memasukkan aturan pungutan pajak melalui RUU Omnibus Law untuk perusahaan dan penyedia jasa dari luar negeri yang memiliki bisnis di Indonesia.
Dengan begitu, layanan OTT seperti Netflix bisa menarik pajak dari pelanggannya. Pihak Netflix pun memberikan tanggapan atas hal ini.
Communications Manager Netflix, Kooswardini menyebut, pihak Netflix sudah berbicara dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dan selalu mendukung apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk menegakkan aturan pajak terbaru.
"Kepada Pak Menkominfo, tim Netflix sudah sharing best practise dari negara-negara lain di Asia Tenggara tentang bagaimana mereka menarik pajak dari perusahaan digital," tutur Kooswardini.
Tak Perlu Punya Kantor Perwakilan di Indonesia
Pemerintah sebelumnya menyebut, perusahaan digital tak perlu memiliki kantor perwakilan di Indonesia untuk bisa membayar pajak.
Dari sisi Netflix, mereka melihat ada banyak pertimbangan untuk membuka kantor perwakilan di sebuah negara.
"Saya tidak akan bilang pertimbangannya apa, tetapi banyak pertimbangan untuk buka kantor, tidak hanya di Indonesia tetapi di negara-negara lain," ujarnya.
Pihak Netflix, kata Kooswardini mengatakan, selalu mendukung aturan pemerintah dan berbagi tentang bagaimana negara lain memungut pajak dari layanan OTT asing.
"Kalau di Indonesia memang belum ada opsi (bagi perusahaan OTT asing membayar pajak tanpa adanya kantor perwakilan di Indonesia). Negara lain memiliki skema OTT tanpa harus memiliki entitas lokal, tetapi tetap membayar pajaknya," kata dia.
Kooswardini pun menyebut, upaya dukungan dan komitmen Netflix di Indonesia salah satunya melalui kehadiran Paket Ponsel. "Ini menunjukkan kalau Indonesia negara yang penting dan potensinya sangat besar," katanya.
Advertisement
Kata Twitter
Ditemui di lain kesempatan, Head of Public Policy Twitter Indonesia, Agung Yudha mengatakan, saat ini RUU Omnibus Law masih dalam tahap wacana sehingga pihaknya belum bisa memberikan komentar.
"Ya kami kalau masih wacana belum ada konteks, kami tidak bisa berkomentar," tuturnya ditemui usai acara Rame di Twitter 2019, di Jakarta, Selasa (10/12/2019) malam.
(Tin/Ysl)