Microsoft Bantah Beri Akses NSA untuk Penyadapan Secara Rahasia

Secara umum, Microsoft mengklaim masih memiliki prinsip dalam menjaga privasi dan data milik pengguna.

oleh Bayu Galih diperbarui 12 Jul 2013, 11:45 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2013, 11:45 WIB
microsoft-130712b.jpg
Microsoft menjadi sorotan utama dalam kasus dugaan penyadapan yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat melalui National Security Agency. Dalam dokumen terbaru yang diungkap Edward Snowden, mantan asisten teknis di Badan Intelijen AS (CIA) dan eks pegawai NSA, Microsoft diketahui memberikan akses ke NSA agar bisa melakukan penyadapan komunikasi di berbagai layanan milik Microsoft.

Dilansir dari laman Guardian, Jumat (12/7/2013), Microsoft membantah semua detail keterlibatan yang diungkap dokumen tersebut. Secara umum, Microsoft mengklaim masih memiliki prinsip dalam menjaga privasi dan data milik pengguna.

"Kami punya prinsip jelas yang menjadi panduan di seluruh lini perusahaan dalam merespon permintaan pemerintah terkait informasi pengguna untuk penegakan hukum dan isu keamanan nasional," demikian email Microsoft kepada Guardian.

Apa saja prinsip yang menjadi panduan Microsoft tersebut? Pertama, Microsoft berkomitmen kepada konsumen meski paham akan kewajibannya dalam mematuhi hukum. "Jadi kami akan menyediakan data konsumen hanya jika melalui proses legal," tulis Microsoft.

Kedua, Microsoft akan memerhatikan tiap permintaan data pengguna secara hati-hati. Jika tidak valid, maka permintaan itu akan ditolak.

Ketiga, Microsoft hanya bersedia bekerja sama jika ada putusan pengadilan tentang akun dan identitas secara spesifik. Terakhir, saat ada upgrade dan update dari aturan hukum suatu produk, maka itu terkait situasi tertentu yang mengharuskan Microsoft untuk memberikan informasi atas permintaan penegak hukum dan terkait isu keamanan nasional.    

"Ada aspek debat yang kami harap bisa didiskusikan lebih bebas. Karena itu kami meminta tambahan transparansi yang akan membantu tiap orang untuk paham dan mendebat isu penting ini," demikian pernyataan Microsoft.



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya