Liputan6.com, Jakarta - Rencana penggabungan PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan  PT Perusahaan Gas Negara tbk dinilai melanggar arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang melarang para menteri mengambil kebijakan strategis menjelang pergantian kabinet.
Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria mengatakan, rencana tersebut pada dasarnya sebuah kebijakan strategis yang jika terlaksana pada saat ini akan berdampak pada masyarakat.
"Berarti melanggar arahan Presiden RI untuk tidak membuat keputusan strategis yang berdampak besar bagi negara dan masyarakat?," kata Sofyano di Jakarta, Sabtu (10/5/2014).
Dia menyebut, rencana ini jelas bertentangan dengan persetujuan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebelumnya yaitu tidak ada akuisisi antara kedua perusahaan.
Selain itu, rencana ini bertentangan pula dengan strategi dan roadmap penataan BUMN dengan membangun perusahaan holding yang kuat untuk perusahaan sejenis.
"Konsep ini sudah diterapkan dan sukses untuk industri pupuk, industri semen dan industri jasa pelabuhan sehingga akan dilanjutkan lagi untuk sektor industri lain termasuk minyak dan gas (migas)," tutur dia.
Rencana ini juga jelas bertentangan dengan roadmap Pertamina untuk menjadi perusahaan migas dunia dan selanjutnya perusahaan energi penguasa Asia.
Menurut dia, sebaiknya PGN diarahkan mengembangkan jaringan distribusi ke konsumen (hilir) sehingga masyarakat bisa menikmati bahan bakar gas yang bersih dan murah.
"Ini yang tidak dilakukan PGN. PGN malah terlalu mengembangkan infrastruktur gas ke hulu dengan target pendapatan dari transmisi gas dan konsumen industri, sedangkan konsumen rumah tangga dilupakan," pungkasnya. (Pew/Nrm)
Advertisement